Bab 3

147 20 0
                                    

Sejatinya setiap pernikahan itu menyatukan. Entah dua keluarga, dua kepala, dua perasaan dan dua impian yang bisa dibicarakan untuk diwujudkan bersama-sama.

Lalu, bagaimana dengan penyatuan dua pemikiran yang bertolak belakang antara Shahin dan Alana? Apakah akan bisa melewati setiap perdebatan yang muncul di antara keduanya?

Karena pernikahan yang mereka jalani, tak melibatkan apa pun, selain keterpaksaan.

_________________________________________

Sudah hampir dua pekan berlalu begitu saja dan tidak bisa dipungkiri, kesibukan membuat Alana lupa akan apa yang terjadi esok hari.
Gadis itu pergi pagi-pagi sekali dan pulang saat matahari sudah hampir tenggelam. Sengaja?

Tidak!

Alana benar-benar sibuk dengan aktivitasnya bahkan itu saat hari libur sekalipun. Saking lupa-nya, Alana sampai terheran-heran karena Nenek dan pamannya menunggu dirinya yang baru sampai ke kediaman.

Rasa kantuk, lelah berbaur lapar membuat Alana menyingkirkan pertanyaan semacam memang mau kemana? Kok bawa koper?

Alana tetap melenggang demi memasuki ruang kamarnya sejenak. Sebelum keluar lagi dan menuju dapur, sekedar mencari ganjalan perut yang berisik keroncongan.

Setelah ritual pemangsaan nasi beserta lauk pauk bisa Alana jalani dengan tenang tanpa adanya gangguan dari pamannya.

Selesai dengan itu, Alana bangun dari kursi meja makan dan kembali memasuki kamar. Perempuan dengan balutan kaos putih dan celana pendek itu ingin istirahat sejenak, lalu mandi dan pergi tidur.

Akan tetapi, pertanyaan yang tadi sempat ia simpan dalam benak tiba-tiba muncul kembali, tanpa betul-betul bisa Alana ingat. Dengan begitu polosnya, ia melayangkan tanya.

"Kok, Om sama Nenek udah rapi, bawa koper lagi, memang mau kemana? Aku nggak diajak." Celetuknya dengan tangan masih memegang gelas berisikan air putih.

Rey mengerutkan kening mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut sang keponakan. Bahkan raut muka Alana memang benar menunjukkan bahwa gadis itu sepenuhnya lupa.

"Kita lagi nungguin kamu, loh, Al," tukas sang paman. "Kok masih bisa-bisanya santai-santai."

"Aku nggak santai."

"Ya udah kalo gitu buruan, mandi. Abis isya kita berangkat."

"Berangkat ke mana?"

"Bandung."

"Ih, kok Om galak terus sih sama aku."

"Abisnya sih ya. Jangan pura-pura lupa gitu deh!"

"Lupa apa? Al, kan nggak ngerti."

"Sudah-sudah, Al sana siap-siap nanti nenek bantu bereskan baju kamu."

Nenek Maryati mencoba menengahi perdebatan antar cucu dan keponakannya yang memang sejak kejadian itu, baru kali ini lagi keduanya saling bertegur sapa.

                              💕💕💕

Awalnya Alana senang-senang saja. Bahkan ia sempat mengira kalau acara kali ini pamannya pasti akan mengajak dirinya liburan. Sayang, apa yang sempat terlintas benar-benar membuat mood Alana kembali jatuh terperosok ke dasar jurang.

Bagaimana bisa?

Ya, masa mau menikah, tapi seperti tidak ada apa-apa. Shahin pun, yang notabenenya sebagai calon suami Alana, ia hilang bak ditelan bumi.

Semenjak dua minggu lalu, setelah pagi itu Alana dibonceng Shahin ke sekolah. Sejak detik itu juga Alana tidak melihat atau mendengar kabar apa-apa darinya. Atau sekadar mengirimkan pesan melalui aplikasi chat.

JODOH SI BUJANG LAPUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang