Bab 8

118 18 0
                                    

Pagi ini, dari balik meja makan. Raut muka Alana dipenuhi kebimbangan. Berpikir keras antara, bolos atau tetap masuk sekolah dan membiarkan Shahin sendirian di rumah.

Di sisi lain, Alana khawatir kalau Shahin jatuh lagi. Memang sih, ada alat bantu tapi tetap saja dokter melarang Shahin untuk bergerak selama beberapa hari.

"Ah ini merepotkan sekali." Ia bergumam pelan di antara kebingungannya. Lalu berpikir, kenapa menjadi berat hati untuk melangkah pergi.

Hingga akhirnya, tangan Alana meraih ponsel yang berada di sampingnya untuk menghubungi Maya.

.
[Gue ijin bolos hari ini]

[Oke]

[Kok tumben nggak cerewet? Nanya gitu kenapa alasan gue bolos]

[Nggak minat]

[....]

[Soalnya hari ini juga gue bolos, Bun]

[Eh, anjir. Kampret Lo]

Alana jadi kesal sendiri. Tingkah Maya memang luar biasa ajaib. Kenapa sahabatnya itu malah ikut-ikutan bolos? Dia jadinya harus mencari alasan logis lainnya untuk menitip ijin pada temannya yang lain.

                              💕💕💕

Sementara di dalam kamar, Shahin yang sudah bangun merasakan punggungnya cukup pegal, sebab semalaman ia harus tiduran dengan posisi terlentang. Seluruh badan Shahin teramat sangat ngilu, setiap kali mencoba bergerak, meski penuh kepayahan, pria itu secara tidak langsung mengeluarkan ringisan.

Sayangnya dari semua usaha yang ia lakukan, tetap sia-sia. Karena kecil besar pergerakan, hanya menimbulkan rasa sengal di bagian telapak tangan. Di mana bagian itu ia jadikan tumpuan agar pinggulnya mau bergeser satu cm saja. Namun, sama saja itu tidak berhasil sama sekali.

Mengetahui ada suara rintihan dari dalam kamar, Alana segera menaruh ponselnya kembali untuk menghampiri Shahin. Ia menemukan Shahin sedang susah payah untuk menggerakkan kakinya sendiri.

"Bisa nggak sih manggil aku kalau butuh sesuatu. Jangan maksain diri begini, yang ada Om makin lama sembuh." Omel Alana seraya mendekati Shahin.

Pria itu langsung cengo. Mengedipkan mata beberapa kali. Menatap tak percaya kalau istrinya itu ada di depannya. Padahal setelah membuka sibakan kelopak matanya dua puluh menit lalu, Shahin beranggapan kalau Alana sudah pergi ke sekolah sama seperti hari kemarin saat ia bangun, Alana sudah tak ada di sampingnya.

Dari situ Shahin yakin, jika memang Alana tengah marah terhadap dirinya karena sudah lancang mencium cewek itu.

"Kamu ... "

"Mau apa?"

"Kamu nggak sekolah?" Shahin bukan menjawab, dia malah membalikkan pertanyaan.

"Kalau aku sekolah, aku nggak akan ada di sini sekarang."

"Kenapa nggak sekolah aja?"

"Terus yang mau ngurusin Om siapa?"

"Kamu peduli?"

"Ih, kebanyakan nanya deh. Mau aku bantuin atau nggak?" Alana mendesak cepat.

"Saya mau duduk," jawab Shahin, wajahnya sudah cukup menyedihkan sekarang.

Alana sedikit membungkukkan badan, mulai mengangkat punggung Shahin sampai lelaki itu bisa benar-benar duduk. Setelah itu, Alana bergegas meraih beberapa bantal untuk ia jadikan sandaran suaminya.

"Mau apa lagi? Biar sekalian," ujarnya dengan keringat mulai bermunculan di antara ujung pelipis.

Shahin diam, dia tidak langsung menjawab. Padahal dalam hati ingin berkata begini. "Maunya kamu ada di sini menemani saya."

Namun terpaksa kalimat itu hanya Shahin biarkan hanya mengudara dalam pikirannya sendiri. Bahaya jika langsung diutarakan, bisa-bisa dirinya kena geplak bolak-balik sama Alana lalu  marah lagi seperti hari kemarin.

Aduh, lagi keadaan begini tuh Shahin bener-bener butuh seseorang banget dan yang ada di depannya memang hanya Alana.

Mungkin Shahin bisa saja memanggil ibunya lagi, atau kakaknya. Namun, ia merasa tidak enak kalau harus terus menerus merepotkan mereka.

Bukan karena apa?

Hanya saja, Shahin cukup khawatir pada ibunya yang terbilang sudah tua, pasti sudah tak memiliki tenaga layaknya anak muda.

.
"Hish, aku tanya mau apa lagi kok malah bengong?" Alana ngedumel lagi.

Membuat mata Shahin beralih melirik Alana sekilas.

"Kamu udah bikin sarapan apa belum?"

"Om nggak usah ngeledek ya. Udah tahu aku buta masak."

"Nggak gitu maksudnya."

"Terus apa?" potong Alana cepat kilat.

"Kamu bisa pesan makanan lewat gerap food atau ke depan sana kan ada tukang ketoprak atau bubur ayam."

"Ya udah sini, mana duitnya," ucap Alana sambil mengulurkan tangannya  ... lagi.

Shahin menggeleng pelan. Soal duit aja gercepnya minta ampun.

"Tolong ambilkan dompet saya di dalam tas sana," ujar pria itu dengan tangan mengarah ke meja.

                               💕💕💕

Hampir tiga puluh menit waktu Alana membeli sarapan seperti yang Shahin pesankan. Dua bungkus bubur ayam kiranya cukup mengganjal perutnya pagi ini. Siang nanti, Alana berencana menghubungi pamannya dan memintanya membawakan makanan dan ketika kaki Alana bersiap menuju kamar. Lagi-lagi ia menemukan Shahin sedang mencoba bergerak. Lebih tepatnya, sudah menggeserkan kaki kanannya untuk turun.

"Om mau kemana?" Sergah Alana dengan kantung kresek di tangan kanan dan mangkuk di tangan kirinya.

"Saya mau makan di luar aja."

"Nggak usah ngadi-ngadi bisa nggak sih, Om."

"Apanya yang mengada-ada? Saya bosan di kamar terus," kilahnya.

"Tapi kan dokter bilang jangan gerak dulu nanti lama sembuhnya."

"Kan cuma pindah doang ke depan bukan mau jalan-jalan."

Alana bertolak pinggang, ditangannya masih menggantung kantong hitam berisikan dua bungkus bubur.

"Kalau Om masih ngeyel aku tinggal pergi, nih!" Alana mencoba mengancam.

Shahin menaikkan kepalanya hanya untuk menemukan rupa datar milik Alana. "Cerewet deh. Udah mirip ibu aja," keluhnya.

Alana tidak menjawab, matanya masih menatap nyalang pada Shahin yang agak cemberut. Hingga tiga menit setelah itu Alana kembali bersuara.

"Tunggu dulu di sini, aku mau nuangin bubur ke mangkuk. Jangan gerak sana-gerak sini terus." Pesan Alana lagi dan lagi.

.
Lima menit berselang, Alana kembali dengan nampan berisikan air hangat, mangkuk bubur dan juga beberapa butir obat. Lantas duduk di atas kursi plastik yang ia ambil dari belakang.

"Ayo sarapan dulu," ajak Alana tidak sejutek beberapa saat lalu.

Jujur, Shahin agak kaget ketika Alana berniat menyuapi dirinya. Ia hanya sekilas, lantas menurut untuk membuka mulutnya dengan sepasang mata tak lepas dari memandang ... istrinya.

TBC💕💕💕

JODOH SI BUJANG LAPUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang