Bab 2

190 22 0
                                    

Pepatah mengatakan: Tak perlu khawatir tentang jodohmu, Tuhan sudah pasti menciptakan pasangan untuk setiap makhluknya. Siapa tahu saja, jodohmu masih ada dalam kandungan.

Rupa-rupanya pepatah macam itu bukanlah isapan jempol belaka. Shahin seperti tidak memiliki pilihan ketika sahabatnya menyarankan keponakannya sendiri untuk dijadikan pengantin pengganti dari rencana pengakhiran masa bujangnya yang hampir saja gagal.

Ingin menolak, bagaimana dengan orang tuanya. Bukan apa? Hanya saja, usia Alana jauh lebih muda dari separuh usianya sekarang. Lantas apakah Shahin akan terus melanjutkan ide gila, temannya itu?

________________________________________

"Pagi, Nek." Alana menyapa sang nenek seraya mencium pipi wanita yang telah membesarkan dirinya itu dengan perasaan lain.

Nenek Alana menoleh sejenak pada cucunya yang telah berpakaian rapi dengan seragam putih abu-abunya.
“Loh, kok udah siap, ini masih terlalu pagi, Al?” tanya nenek penasaran.
Alana tersenyum samar, tidak seceria biasanya. Pun matanya masih terlihat memerah dan sembab.

“Al ada tugas, Nek. Belum dikerjain soalnya kemarin kan harus nganter Om,” ujarnya dengan tatap mata berlari ke arah lain.

Nenek Maryati mengangguk lagi. "Ya sudah sarapan dulu, sana."

"Enggak ah, Nek ini udah telat." Alana menolak.

"Tunggu dulu kalau gitu. Nenek buatkan bekal." Ucap Nenek Maryati kembali membuat langkah Alana yang terkesan buru-buru menjadi tersendat.

Sedang dalam keadaan hati dan pikiran porak-poranda. Alana terus menerus menghela napas kelewat berat. Namun apa boleh buat, Alana tidak berani sedikitpun membantah atau sekadar menolak permintaan neneknya. 

Sementara dari luar, Alana mendengar sayup-sayup obrolan sang paman yang entah bersama siapa?

Namun, demi mengenyahkan rasa penasaran. Alana hanya mengangkat kedua bahu kemudian. Alana pikir, ia harus mengingat kejadian semalam yang membuat rasa kecewanya terhadap Rey, pamannya turun dan jatuh secara drastis. Bahkan mungkin sudah tidak ada lagi sisa-sisa rasa bangga atau apapun itu untuk pria berusia tiga puluh empat tahun itu dalam benak Alana. Sebab hatinya sudah teramat sangat hancur berkeping sesaat setelah mendengar penuturan lelaki itu.

Baru saja kakinya mencoba bangkit dari atas kursi. Pintu yang kerap kali Alana gunakan untuk pergi ke sekolah terbuka. Begitu mendengar derit kayu yang terdorong dari luar, sontak Alana menoleh ke arah sana.

Ada yang lain seperti hempukkan tepat ke dadanya. Rasa keterkejutan berbaur benci tak bisa Alana sembunyikan. Tanpa sapaan manja atau semacamnya, Alana benar menunjukkan acuhnya.
Beruntung di saat bersamaan. Nenek Maryati datang untuk menyodorkan kotak bekal untuk Alana.

"Al, berangkat dulu ya Nek. " Alana pamit sekali lagi. 

Terlihat sekali gadis itu begitu tergesa-gesa, sehingga kakinya agak sedikit tersandung hingga mau tidak mau membuat tubuhnya jatuh dan lututnya lumayan ngilu mencium lantai.
Gadis itu meringis pelan.

“Ya Allah, Alana. Hati-hati.” Nenek Maryati segera menghampiri Alana yang kini dalam posisi terduduk.

Mata gadis itu agak memanas. Hampir menangis, bukan karena sakit karena terjatuh atau karena malu sebab jatuh tepat di hadapan Rey yang masih bersama sahabatnya Shahin. Akan tetapi masih merasakan sakit pada hati ketika mengingat bayangan semalam yang seperti enggan pergi.

“Al, nggak apa-apa kok, Nek.”

"Yakin?"

Alana mengangguk pelan.

JODOH SI BUJANG LAPUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang