BAB 11

113 15 0
                                    

Alana menutup pintu kamar mandi dengan cukup keras. Membuat Shahin yang baru saja meletakkan belanjaan ke atas meja berjengit kaget. Lalu menatap ruangan pribadi yang keduanya tempati itu dengan perasaan yang ... entah.

Ia berpikir kembali, mengingat-ingat satu bulan lebih dua minggu usia pernikahan mereka telah dijalani. Akan tetapi sejauh ini belum ada yang berubah. Alana tetap Alana dan dirinya tetap dirinya yang mencoba mengambil hati sang istri meski dengan begitu susah payah.

Kalau seandainya ada yang bertanya, apakah Shahin memiliki perasaan untuk Alana? Mungkin konyol jika ia membantah hal itu. Sebab, tak bisa dipungkiri setiap kali Alana bicara dan gerak-geriknya mampu membuat Shahin cengengesan sendiri seperti orang yang lagi jatuh hati.

Wow, emejing!

Padahal pas Rey, pamannya Alana menyarankan keponakannya menggantikan sosok lain yang ia cinta, Shahin merasakan kalau keputusan itu adalah sesuatu yang salah.

Alasannya, tentu saja karena jarak usia keduanya yang terlampau jauh. Shahin takut kalau Alana tidak bisa mengimbangi pola pikirnya yang mungkin bisa dikatakan harus menggambarkan sosok pria dewasa.

Coba dibayangkan saja, ketika Shahin baru lulus SMA, disitulah Alana yang menjadi istrinya sekarang malah baru lahir.

Jadi, pepatah jaman sekarang yang mengatakan kalau. "JANGAN PUTUS ASA DENGAN PASANGAN HIDUP. SEBAB BISA SAJA, JODOHMU MASIH DI DALAM KANDUNGAN."

Ternyata, kalimat itu benar adanya dan Shahin tahu betul bagaimana Alana sejak perempuan itu dari sejak bayi.

Wow, emejing lagi.

💕💕💕

Waktu terus merangkak hingga langit menunjukkan gelap. Seharian ini Shahin sudah kenyang oleh sikap judes Alana. Gadis itu boro-boro mau melihat ke arahnya, yang ada Shahin malah seperti dianggap hantu di siang bolong.

Kasihan sekali.

Namun, bukan berarti Shahin mau menyerah. Ia menghampiri Alana yang lagi duduk sambil ngunyah keripik singkong di lantai yang terlapisi karpet.

Tanpa permisi, Shahin ikut menempatkan pinggulnya tepat di samping Alana. Sontak, Alana yang menyadari itu langsung memberikan tatapan penuh kejutekan.

"Al,"

"..."

"Nginep di rumah nenek, yuk," ajak Shahin, berharap satu-satunya jalan ini agar Alana mau kembali bicara padanya. Dan, ya sepertinya itu cukup ampuh. Alana mulai melunak dan hanya memberi jawaban melalui anggukkan.

"Bawa sekalian seragam dan peralatan sekolah. Besok biar saya antar kamu sekalian." Pesan Shahin saat Alana mulai berkemas dan ia pun dapat bernapas lega karena istrinya tak lagi sejutek tadi.

.
Perjalanan dari tempat Alana ke rumah neneknya hanya memakan waktu tiga puluh menit. Tentu saja Alana sangat senang saat kakinya menginjak halaman kediaman yang sempat ia huni selama delapan belas tahun lamanya itu.

Suaranya bahkan memekik riang. Seolah lupa bahwa ia datang bersama Shahin, suaminya yang hanya bisa tersenyum diam-diam.

Ya, setidaknya Shahin memang harus paham jika Alana memang masih remaja. Masih persis seperti anak-anak labil dengan emosi tak terkendali, dan Shahin berjanji bahwa ia akan menjelaskan pada Maya untuk menjelaskan duduk perkaranya.

Sebab Shahin tahu, bahwa kejadian tadi sudah cukup membuat Alana bermuram durja hingga sanggup membungkam diri tanpa mau menyapa. Melihat itu Shahin merasa dunianya langsung sehampa kapas yang jatuh dari bantal yang penuh lubang.

💕💕💕

"Wah, tumben nginep ada apaan?" Rey bertanya pada sahabatnya dengan dua cangkir kopi di tangan dan Shahin sudah pun duduk di ruang depan. Jangan tanya kemana Alana, sebab sudah pasti ia sedang bermanja ria.

JODOH SI BUJANG LAPUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang