Journey to the Summit: A Tale of Friendship and Trust

67 34 62
                                    

Ryan dan teman-temannya, tiba di penginapan di dekat Gunung yang akan mereka daki. Meskipun sudah hampir sore, mereka memutuskan untuk menginap di penginapan terlebih dahulu karena takut jika langsung berangkat ke gunung nanti malam hari kembali ke penginapan.

"Mengapa kita harus menunggu hingga besok pagi? Kita bisa saja mendaki sekarang juga," ujar Ryan, bersemangat.

Teman-temannya mencoba untuk menghentikan Ryan. "Itu terlalu berbahaya, Ryan. Kita belum memiliki pemandu dan jika kembali malam hari, bisa saja kita tersesat atau terjebak di lembah yang gelap," ujar Emilia.

Savina, yang selalu terlihat khawatir, menambahkan, "Iya, Emilia benar. Lebih baik jika kita pergi besok pagi saja. Di pagi hari udaranya lebih segar dan sejuk. Kita bisa kembali pada sore hari."

Ryan akhirnya mengalah. "Baiklah, kalau kalian yakin itu lebih baik. Tapi kita harus segera mencari pemandu yang paling berpengalaman untuk mendaki besok," ujarnya.

Emilia lantas menyuruh kepada kevin untuk mencari pemandu yang tepat.

Besok paginya, Ryan dan teman-temannya bersiap untuk berangkat. Mereka berkumpul di depan penginapan sambil menunggu pemandu yang sudah dipesan oleh Kevin kemarin.

"Kepin, apakah kau berhasil menemukan pemandunya kemarin sore?" tanya Emilia.

"Ya, aku sudah menemukan pemandu yang paling profesional di antara yang lainnya. Katanya dia sudah menjadi pemandu sejak kecil, jadi dia sangat berpengalaman," jawab Kevin.

Ryan menambahkan, "Bagus sekali jika begitu. Setidaknya kita tidak perlu khawatir lagi tentang keamanan kita karena kita akan diarahkan langsung oleh pemandu profesional." Ryan lantas melirik Savina yang terlihat khawatir. Savina menjawab, "Ya, aku tahu. Semoga tidak terjadi apa-apa saat perjalanan."

Tiba-tiba, seorang lelaki muda seumuran dengan mereka datang menghampiri mereka. "Apakah kalian yang meminta saya untuk memandu kalian?" tanya lelaki tersebut.

Semua orang bingung kecuali Kevin yang langsung menjawab, "Ya, kami yang memanggilmu untuk memandu kami."

"Jadi kamu Kevin, ya?" tanya Alex sambil tersenyum ramah. "Perkenalkan, namaku Alex Obanno. Usiaku 20 tahun dan cita-citaku adalah menjadi pemandu yang hebat seperti ayahku. Aku suka sekali melihat pemandangan indah di atas gunung," ujarnya sambil menyunggingkan senyum.

Ryan menambahkan, "Wow, tak seperti yang aku pikirkan. Apakah kau benar-benar pemandu paling profesional di sini?"

Alex menjawab, "Ya benar. Banyak orang yang tidak percaya bahwa saya adalah seorang pemandu profesional karena saya masih muda. Biasanya pemandu profesional sudah tua, tapi saya sudah di ajari memandu oleh ayah saya sejak kecil. Jadi saya sangat mengerti daerah pegunungan ini." Pemandu itu lantas menunjuk ke arah gunung yang akan mereka daki.

Emilia menimpali dengan pertanyaan, "Bukankah kamu sudah menjadi pemandu terhebat di sini?"

Alex tersenyum sedikit malu-malu. "Walaupun banyak orang yang mengakui kehebatanku, tapi sebenarnya aku belum ada apa-apanya dibandingkan ayahku. Dia benar-benar pemandu hebat sekali," ujarnya.

Ryan menimpali dengan pertanyaan lain, "Kalau begitu, kenapa bukan ayahmu saja yang jadi pemandu kami?"

Alex menyunggingkan senyum sedih. "Sebenarnya, ayahku telah hilang 10 tahun yang lalu di dalam hutan bersama rombongannya. Setelah di cari oleh polisi, keberadaannya tidak ditemukan sama sekali. Hingga sekarang, belum ada kabar lagi tentang keberadaannya," ceritanya dengan nada sedih.

 "Maaf membuatmu ingat hal yang menyedihkan," ucap Ryan.

Alex tersenyum kecil. "Tak apa. Sudah 10 tahun sejak ayahku hilang. Sekarang sudah tidak terlalu menyakitkan lagi," jawabnya.

A Journey through the Time CaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang