Dara membesarkan bola matanya, ia tak menyangka. Sedang kan Ayra, hatinya seperti terhantam batu yang sangat besar, hingga untuk bernafas pun terasa sulit. Ia tak benar-benar melupakan Imam, jika ia benar melupakan Imam, mungkin kini ia sedang bersanding dengan lelaki. Karena nyatanya, Imam tetap pemegang tahta tertinggi di hatinya.
Kini Ayra memberanikan diri untuk menatap Imam, begitu pun dengan Imam ia juga sedang menatap wanita didepannya yaitu Ayra.
Isyarat matanya mengatakan bahwa ini tidak seperti yang kamu pikir, tolong jangan salah paham dulu.
Dan Ayra membalasnya dengan menggeleng kecil. Imam sesegera mungkin mengakhiri tausiyah ini, dan membopong anak kecil itu untuk turun dari panggung. Ia tak mungkin menghampiri Ayra didepan, alhasil ia menyuruh salah satu panitia untuk memanggilkan Ayra. Dan panitia itu adalah Zayyan.
"Umma, dipanggil kyai tadi." ucap Zayyan sopan. Zayyan juga sudah begitu akrab dengan Ayra.
"Kamu pergi saja Zayy, biar nanti Umma kesana dengan saya." Bukan Ayra yang menjawab melainkan Dara, dan Zayyan hanya mengangguk patuh.
"Umma..."
Ayra menggeleng, ia tak mau bertemu Imam.
"Sekali saja umma, siapa tau om itu juga ingin menanyakan Rayyan. Karena mau bagaimana pun Om itu adalah ayahnya Rayyan."
Mendengar itu, Ayra hanya mengangguk. Kemudian mereka berjalan kebelakang guna menemui Imam.
Mereka bertemu diruang panitia acara. Dara mengantarkan Ayra bertemu dengan Imam, namun ketika sampai disana Imam terlihat sedang bermain dengan anak kecil tadi.
"Dar, umma ga mau." lirihnya
"Umma harus mau, umma pasti kuat Dara yakin itu."
Ayra hanya mengangguk, dan mulai melangkah memasuki ruangan tadi. Didalam ruangan, tak hanya Imam dan anak kecil tadi melainkan ada Zayyan juga.
"Assalamu'alaikum." ucap Ayra menundukan pandangan.
"Wa'alaikumussalam." balas ketiganya kompak.
Imam membeku, kala melihat wanita dihadapannya sekarang. Buliran bening pun mulai mengalir dari mata indahnya.
"Ayra...." lirih Imam dengan wajah susah diartikan.
Sedangkan Zayyan, ia bingung mengapa kyai ini tau nama umma.
"Boleh, tinggalkan kami berdua saja, dan titip Raka?" pinta Imam terhadap Zayyan.
Zayyan tampak bingung, ia menatap Dara dan Dara pun hanya mengangguk kecil.
"Baik yai" Setelah itu, Zayyan keluar dengan mengendong Raka.
Ayra masih diam diambang pintu. Dan Imam, ia mulai beranjak mendekati Ayra.
Kala Imam mendekat, badan Ayra kembali bergetar hebat. Seolah-olah kejadian 20 tahun itu kembali ke benaknya.
"Ayra..."
Saat Imam ingin memegang tangan Ayra, Ayra terlebih dahulu menghindar. Ia menyeka air matanya, "Apa tujuan kamu ingin bertemu saya." ujarnya dingin.
Imam melepas peci yang berada di kepalanya. Ia meraup wajahnya, "Izinkan mas menjelaskan semuanya Ay, mas rindu dengan mu."
"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, semuanya sudah lebih dari cukup mas."
"Tidak, semua tidak seperti yang kamu bayangkan."
"Lebih baik kita duduk dulu."
Ayra hanya menurut saja, ia duduk disamping Imam.
"Ay, mas rindu sayang." lirih Imam dengan air mata yang deras mengalir.
Pecah sudah pertahanan Ayra, ia juga kembali menangis. Ia tak bisa membohongi dirinya, bahwa dia juga merindukan Imam.
"Izinkan mas memelukmu agar rindu ini terobati, sayang..." pinta Imam.
Ayra menggeleng, "K-kita bukan mahram mas." jawab Ayra.
"Kamu tetap istri mas, karena surat itu tak pernah mas tanda tangani."
Ayra mendongak "Maksud mas?"
"Kita masih suami istri Ay, kita masih mahram." ucap Imam dengan senyum yang juga terbit dari bibir indahnya.
"Anak tadi? dan Mi-"
Belum sempat Ayra menyelesaikan bicaranya Imam sudah menyela terlebih dahulu.
"Kamu salah paham."
Ayra tampak bingung, "Jelaskan semuanya sekarang mas."
Imam hanya mengangguk.
"Jadi, anak kecil tadi bukan anak mas. Dia adalah anak mbak Tika dia juga memanggil mas dengan sebutan abbi karena sudah mas anggap seperti anak mas sendiri. Dia sekarang juga yatim, karena suami mbak Tika meninggal saat dia masih mengandung. Dan untuk Mila, mas tidak pernah melakukan hal bejat itu dengannya, mas tidak pernah melampiaskan syahwat mas kepada siapapun kecuali kamu sayang, Mila dia mengandung anak dari teman lelakinya, dia depresi karena temannya tidak mau bertanggung jawab. Dia menggunakan kesempatan saat mas amnesia agar mas mau bertanggung jawab. Dan semua itu dibongkar oleh Acha, sahabatmu dulu ketika mas dan Mila sedang ijab qobul dan kini Mila di nawa keluarganya kembali ke New York. Allah masih menyayangi rumah tangga kita. Allah masih menyelamatkan rumah tangga kita. Dan semenjak kepergian mu dan Rayyan mas hampir saja mau bun*h diri, namun Ummi selalu meyakinkan mas bahwa kamu tetap akan pulang sayang."
Mendengar penuturan Imam, membuat rasa bersalah menyelimuti dirinya.
"Maafkan Ayra mas, maafkan Ayra." ucap Ayra merasa bersalah.
"Hei, kamu tidak perlu meminta maaf sayang, mas yang salah."
"Bolehkah mas memeluk mu?" tanya Imam.
Ayra hanya mengangguk, Imam langsung membawa Ayra kedalam dekapannya. Menumpukan dagunya diatas ubun-ubun Ayra. Ayra pun juga membalas pelukan yang telah lama ia rindukan.
"Ayra rindu mas"
"Mas juga sayang, udah jangan nangis."
Ayra hanya mengangguk.
"Dimana anak mas Ayra?"
"Rayyan sedang belajar di Cairo mas."
Mendengar jawaban Ayra, membuat Imam merasa bangga memiliki istri sepertinya.
"Ma Shaa Allah, mas bangga dengan mu dan juga Rayyan sayang, kalian sama-sama hebat."
Setelah puas, Imam melepas pelukannya.
Dan tiba-tiba Dara masuk keruangan itu dengan raut wajah bahagia."Umma, umma tau ga? ustad muda yang dari Cairo itu?" ucapnya antusias.
Ayra terkekeh, "Hehe iya Dar kenapa?"
"Itu Rayyan umma, sekarang dia lagi ngisi tausiyah nya."
Raut terkejut campur bahagia terlihat dari wajah keduanya.
"Ma Shaa Allah, kamu yang bener Dar?"
"Iyaa umma, mendingan kita ke sana sekarang. Mari Umma, Kya'i."
Mereka pun berjalan, ke tempat acara. Terlihat dari sana Rayyan dengan balutan jubah hitam menambah kesan tampan pada dirinya.
Lagi-lagi Imam meneteskan air mata melihat buah hatinya. Rasa bangga kepada Ayra dan Rayyan semakin besar dalam hatinya.
"Hebat seperti ummanya." ucap Imam.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYYANZA
Teen FictionRayyanza sosok ketua geng motor di Bandung yang bersifat dingin. Ia tak pernah bertegur sama dengan wanita kecuali ibunya