00:02 || The Major

189 23 0
                                    

Seo Minji, gadis berparas lugu ini merupakan tipe pendiam di sekolahnya. Ia kerap menyendiri di atap atau pergi ke perpustakaan, selama ini ia selalu menghindari sekumpulan orang-orang yang mungkin akan penasaran dengan latar belakang keluarganya.

Jika Minji berkumpul bersama teman-teman yang lain, mereka akan mencari tahu seluk beluk keluarganya sebelum memutuskan untuk berteman.

Ya, dunia pertemanan di sekolahnya memang cukup kejam. Jika kau berasal dari kasta menengah ke bawah, maka dapat dipastikan jika kau akan menjadi budak mereka.

Hal ini membuat Minji memilih sendirian dibanding harus menjadi bawahan teman-temannya. Ia masih punya harga diri.

"Eonni, sudah pulang?" tanya Minji, gadis itu baru saja keluar dari kamarnya ketika mendapati Seohyun tengah duduk di kursi meja makan.

Mereka memang tinggal di sebuah hunian kecil yang memiliki harga sewa cukup tinggi setiap bulannya, sehingga ketika keluar dari kamar, akan langsung berhadapan dengan ruang makan tanpa sekat.

Seohyun menyembunyikan catatan tagihan yang dipegangnya, kemudian memberikan senyuman terbaik pada Minji.

"Ya, hari ini aku pulang lebih awal. Kenapa belum tidur? Sudah jam sepuluh malam."

Minji menyimpan gelas berisi air di atas meja, lantas duduk di samping Seohyun.

"Bagaimana jika aku tidak ikut CSAT? Setelah lulus sekolah, aku ingin langsung bekerja saja," kata Minji.

Mendengar itu, Seohyun menggelengkan kepalanya pertanda tidak setuju.

"Tidak boleh. Kau harus tetap ikut. Jangan pikirkan apa pun selain sekolah."

"Eonni, biaya untuk masuk ke universitas itu sangat besar."

"Sudah aku bilang kau tidak perlu memikirkan itu, aku bisa mencari uang berapa pun yang kau butuhkan nanti," tegas Seohyun.

"Eonni, tapi—."

"Jangan khawatir, kau itu tanggung jawabku. Aku ingin tidur sekarang, kau kembalilah ke kamar. Jangan begadang," kata Seohyun, lantas pergi meninggalkan Minji sendirian.

Di dalam kamar, Seohyun mengembuskan napas kasar beberapa kali. Ia duduk di tepi ranjang, mengecek notifikasi ponselnya, barangkali ada pemberitahuan pesan dari Jihoon.

Sejak mereka bertemu tiga hari yang lalu, Jihoon belum mengabarinya lagi. Padahal mereka sudah bertukar nomor ponsel, tapi kabar yang Seohyun tunggu tak kunjung datang.

"Jual keperawananmu saja, Seohyun."

Pernyataan Mirae terngiang-ngiang di kepalanya. Jika sudah buntu, mungkin jalan itu adalah pilihan terakhir Seohyun.

"Uang sewa apartemen harus ada lusa nanti, uang sekolah Minji minggu depan, tagihan Appa empat hari mendatang," gumam Seohyun.

"Aku memang sudah tidak memiliki pilihan lagi."

Seohyun mengusap wajahnya kasar sambil mengembuskan napas berat. "Sangat melelahkan."

Tak lama setelah Seohyun berucap demikian, ponselnya berbunyi dan menampilkan satu notifikasi panggilan masuk dari orang yang Seohyun tunggu-tunggu.

Iya benar, dari Jihoon.

"Halo, Seohyun?" sapa Jihoon di seberang sana.

"Hei, Ji," balas Seohyun.

"Sudah pulang atau masih bekerja?"

"Aku di rumah sekarang."

"Oh, baiklah. Seohyun, aku sudah membicarakan hal itu pada Mayor, dia ingin bertemu denganmu besok. Aku kirimkan alamatnya lewat pesan teks nanti."

EnchantedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang