16. Together

76 5 2
                                    

Jangan lupa play mulmednya ya, xixixi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa play mulmednya ya, xixixi

Lagi kobam BrightWin, nih soalnya:" Ada yang tahu sama, nggak? ehehehe

Happy Reading!

🎸🎸🎸

Setelah semalaman dirinya menangisi nasib takdirnya sebagai seorang anak dalam keluarga yang sedang tidak baik-baik saja, hari ini Karin setelah menyelesaikan segala pekerjaannya. Ia mengajak Ilda untuk bertemu di cafe tempat mereka biasa mengobrol.

Ilda adalah satu-satunya sahabat yang Karin miliki. Satu-satunya sahabat yang tahu tentang kesedihan Karin. Maka tidak heran ketika Karin tiba-tiba saja mengajaknya bertemu dan mengobrol, Ilda sudah tahu akan kemana arah obrolan mereka.

"Muka lo udah persis kaya Albino."

Kalau saja Karin tidak lupa, bahwa Albino adalah hewan peliharaan Ilda. Bukan anjing ataupun kucing.

"Lo nyamain gue sama kaya cicak lo, itu?"

"Albino bukan cicak sembarangan yaa! Tapi sumpah..., lo kenapa? Ada masalah?"

Karin mengaduk-aduk minumannya dalam gelas menggunakan sedotan. Matanya tidak fokus dan sesekali menatap ke luar jendela. Ia merasa hari ini ada begitu banyak hal yang memojokkannya.

"Orang tua lo lagi?"

Dan Ilda tahu semuanya. Sahabatnya itu sudah mengetahui apa yang terjadi dengan keluarga Karin. Lebih tepatnya, Ilda selalu menjadi tempat Karin untuk mencurahkan keluh kesahnya jika dirinya merasa sudah tidak mampu menahannya seorang diri.

Karin menganggukkan kepalanya. "Setelah Papa pergi dari rumah, Mama nggak ada berubah sama sekali."

Ilda sedikit mencondongkan tubuhnya dan mendengarkan cerita dari Karin dengan seksama.

"Kemarin gue ngelihat Mama habis jalan sama pria itu lagi. Bahkan secara terang-terangan. Gue nggak tahu apa yang dipikiran Mama sekarang. Bahkan gue juga nggak paham sama apa yang Papa mau. Kalau mereka saling menyakiti, kenapa mereka nggak pisah aja?"

Bahkan dengan menceritakannya, Karin tidak ada sama sekali perasaan sedih. Yang tertinggal saat ini hanya perasaan marah dan benci.

Ilda menggelengkan kepalanya penuh keprihatinan. "Hidup lo beneran penuh drama, Rin. Orang tua berantakan, ditinggal nikah, apalagi habis ini? Gue rasa lo perlu ke dukun, deh?"

Dengan spontan, Karin langsung melemparkan gumpalan tisu kotor ke arah Ilda dengan kesal. Sedangkan Ilda tertawa puas melihat sahabatnya itu tengah menekuk wajahnya masam.

"Lo, tuh, jadi sahabat bukannya kasih bimbingan konseling, nasihat, atau apa, kek...,"

Ilda menarik senyum simpulnya. "Gue bukan guru BK, ye. Tapi kalau lo mau tahu saran dari gue apa, gue yakin lo nggak bakal ngikutin juga."

Beautiful FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang