19. Mask

99 6 1
                                    

UYSSSS

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

UYSSSS... MASA BAB INI LUPA BELOM AKU PUBLISH DARI 13 JANUARY 😭😭😭 MAAFKEUN MAAFKEUN 🙏 Yaudah nih cusss gasss wae 🫶

Berapa hari nggak update nih???

Yuk cuss langsung vote dan komennya, ya

Happy Reading!

🎸🎸🎸

"Rin, kamu okay?"

Karin yang sedang menjatuhkan kepalanya pada meja, mendengar namanya disebut, sontak langsung mengangkat kepala untuk melihat siapa gerangan yang sedang mengganggu tidur siang singkatnya.

"Mas Gandi."

"Kamu nggak papa? Muka kamu kelihatan pucet banget. Lagi sakit?"

Karin langsung otomatis menegakkan tubuhnya dan menggelengkan wajahnya. Kepalanya memang sempat pusing dan efek dari datang bulannya memang seberpengaruh itu terhadap dirinya. Karin tidak mengira akan sangat berefek seperti ini, karena sebelumnya tidak pernah separah ini. Badannya terasa sakit semua dan perutnya seperti dipelintir.

"Saya baik-baik aja, kok, Mas Gandi," jawab Karin dengan suara lemah.

Gandi terlihat tidak yakin dengan jawaban yang diberikan oleh Karin. Ia melihat jam melingkar dipergelangan tangannya. Sudah saatnya pulang. Meskipun pada mulanya ia berniat untuk mendiskusikan beberapa hal mengenai pekerjaan dengan Karin, tapi melihat wajah perempuan itu yang terlihat sayu dan tidak baik-baik saja, Gandi merasa tidak tega.

"Saya antar pulang, Rin. Lebih baik kamu langsung istirahat sampai rumah nanti. Kalau kamu butuh cuti buat besok, nggak apa-apa."

Karin dengan tubuh yang sudah lemah, mencoba untuk bangkit berdiri. Tiba-tiba saja rasa pusing itu menghampiri seperti puluhan godam yang dilemparkan ke arah kepalanya. Karin hampir kehilangan keseimbangannya jika Mas Gandi tidak cekatan menopang tubuhnya.

"Saya antar pulang."

"Mas Gandi, nggak usah. Saya bisa sendiri."

Gandi tidak mengindahkan penolakan dari Karin. Pun bahkan Karin tidak memiliki tenaga untuk menyingkir dari Gandi yang dengan telaten memapahnya. Kepalanya masih sangat pusing dan rasanya ia ingin memuntahkan segala sesuatu yang ada di perutnya.

"Kamu tadi udah makan?"

Karin hanya menggeleng lemah. Pintu lift terbuka dan mereka sampai pada lantai dasar. Ketika mereka berdua melangkah keluar, nyatanya hari ini akan menjadi hari yang begitu menyedihkan untuk Karin.

Langkah Karin langsung terhenti ketika di hadapannya berdiri pasangan yang sebenarnya Karin tidak perlu untuk peduli. Hanya saja tatapan sang laki-laki dan gestur dari lelaki itu yang terlihat enggan menyingkir dari jalannya, membuat Karin mau tidak mau berhadapan dengannya.

Beautiful FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang