Krystal mengempaskan tubuhnya di atas sofa yang menghadap ke jendela. Kamar luas ini terasa pengap hanya karena keadaannya yang tidak terlalu baik. Ia pun membuka kaca persegi tersebut dan membiarkan udara segar berganti di ruangan pribadi miliknya.
Ia sudah mengenakan setelan terbaiknya untuk pergi nonton bioskop bersama Giyan, tapi tiba-tiba laki-laki itu membatalkannya karena alasan tubuh yang kurang fit. Ketika Krystal ingin menjenguknya, Gibran langsung melarang dengan berkata tidak ingin merepotkan Krystal dan ia hanya butuh istirahat.
Aku akan baik-baik aja, nggak perlu ditemani. Besok aku akan masuk kantor setelah cukup tidur hari ini.
Begitulah isi pesan yang dikirim oleh Giyan setelah Krystal mengajukan diri untuk menjenguk. Tidak bisa dipungkiri, sebagai seorang perempuan atau lebih tepatnya pasangan yang hampir menikah, rasa khawatir itu tentu saja ada ketika pasangannya sedang tidak sehat. Namun, selain itu, rasa curiga juga muncul ketika larangan itu tiba-tiba dilontarkan oleh tunangannya.
"Apa aku datangi aja langsung apartemennya?"
"Kalau dia marah karena aku datang tiba-tiba gimana?"
Krystal mempertanyakan hal tersebut pada dirinya sendiri sembari menimang-nimang bagaimana tanggapan Giyan nantinya. Giyan memang tidak pernah mempermasalahkan kehadiran Krystal di apartemennya—kapan pun itu. Tapi, dia akan terbebani jika Krystal datang menjenguk di saat kondisinya tidak terlalu parah yang harus mendapat perhatian ekstra. Kondisinya hanya sebatas butuh istirahat cukup karena terlalu lelah. Malah, jika dijenguk ia tidak akan bisa istirahat dengan nyaman karena kepikiran dengan kekasihnya.
"Apa aku video call aja?"
Tanyanya lagi pada diri sendiri. Ia merasa tidak enak hati kali ini. Memang, rencana ini sudah diancang mereka sejak bulan lalu, karena terlalu sibuk dengan kerjaan dan mereka kekurangan waktu untuk kebersamaan. Mereka juga sudah memesan tiketnya sejak minggu lalu. Tetapi, ada yang mengganjal dalam hatinya ketika mendapat pesan singkat dari Giyan yang mengatakan tubuhnya sedang kurang sehat.
Krystal melakukan panggilan video sesuai keinginannya, tapi tidak ada tanggapan. Mungkin dia malas memperlihatkan wajah lesunya, pikir Krystal. Ia pun kemudian melakukan panggilan biasa, dan berhasil. Panggilan terangkat. Terdengar suara berat dan serak dari seberang.
"Maaf, aku nggak bermaksud mengganggumu. Aku hanya khawatir," ucapnya merasa tidak enak telah menghubungi di saat kekasihnya berkata akan beristirahat. "Kamu nggak butuh aku di sana?" tambahnya
"Aku cuma butuh istirahat, Tal. Aku barusan juga udah minum obat. Kamu nggak perlu cemas, ya. Kamu tahu, kan, aku akan sembuh ketika aku bisa istirahat dengan cukup. Kamu bisa nonton tanpa aku, kan? Kamu harus nonton, karena kamu udah nunggu-nunggu banget tayangannya." Walau suaranya serak, dapat dibayangkan oleh Krystal bahwa lelaki itu sedang tersenyum di seberang untuk menghiburnya.
"Aku maunya sama kamu," ucap Krystal dengan manja.
"Nanti nonton kali kedua sama aku ya," balas Giyan membuat janji baru yang diangguki Krystal tanpa sepenglihatan Giyan.
Panggilan pun diputuskan karena Giyan sepertinya benar-benar akan tertidur karena pengaruh obat yang diminumnya. Sementara Krystal menghela napas berat. "Lalu, apa yang harus kulakukan pada tiket ini? Nonton sendiri?" ucapnya sembari melihat tiket yang sudah terpesan di layar ponselnya. Ini film layar lebar yang pertama kali tayang di bioskop dan ia tidak ingin melewatkannya begitu saja.
Teringat pada adiknya yang mungkin tidak ada rencana di akhir pekan, ia pun segera menghubungi Berlian dengan maksud mengajaknya. Berlian yang sangat membenci film horor pun dengan tegas menolak ajakan kakanya. Sepertinya Krystal melupakan hal itu ketika menghubungi adiknya.
Beralih dari Berlian, Krystal pun menghubungi Titan yang sebenarnya satu rumah dengannya. Hanya dikarenakan malas keluar dan berjalan beberapa langkah ke kamar Titan yang berada tepat di sebelah kamarnya, ia pun memilih telepon.
Salah. Ternyata lelaki itu sudah keluar sejak sepuluh menit lalu. Ia pergi untuk bersenang-senang dengan teman dari kelompok musikalnya.
Malang sekali nasib Krystal. Di akhir pekan seperti ini, saat ia sudah cantik dan siap bepergian, tidak ada yang bisa menemaninya. Haruskah ia menghubungi Stephanie? Ah, tidak boleh mengganggu waktu libur karyawannya. Perempuan setia itu pasti punya agenda sendiri untuk menghabiskan akhir pekannya tanpa harus terikat dengan atasan.
Krystal menggulirkan layar ponsel, mencari-cari nama yang kiranya bisa diajak nonton. Sayang sekali, kontaknya hanya berisikan anggota keluarga, para klien bisnis dan beberapa saudara dekat.
Krystal baru sadar ternyata ia tidak memiliki teman dekat. Semua teman yang dulu satu sekolah dan kampus dengannya hanyalah sekadar teman tahu nama. Ia tidak menjalin kedekatan dengan siapa pun karena kepribadiannya yang susah membuka diri. atau mungkin ia yang terlalu memilih untuk berteman dengan siapa? Entahlah. Yang pasti ia tidak memiliki alternatif lain sekarang selain pergi seorang diri.
Tunggu.
Zay.
Tanpa diinginkan, nama tiga huruf itu terlintas di benaknya. Mengapa? Haruskah mengajaknya? Tidak bisa. Pengganggu itu akan besar kepala jika Krystal mengajaknya. Pun, Krystal tidak memiliki nomor ponselnya, jadi tidak ada alasan untuk mengajaknya.
Namun, berlawanan dengan pikirannya, hatinya seolah mendesak untuk mengajak Zay. Lelaki itu tipikal yang asik untuk menghabiskan akhir pekan, sepertinya.
"Astaga, Krystal, apa yang kamu pikirkan? Bisa-bisanya memikirkan lelaki lain saat tunanganmu sakit? Keterlaluan sekali pikiranku ini," racaunya sembari mengetuk keningnya dua kali.
Tanpa pikir panjang, khawatir isi pikirannya semakin kacau, ia pun mengambil kunci mobil di atas nakas dan memutuskan untuk nonton seorang diri. Jangan biarkan tiket itu terbuang sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Artificial Love
Romance🍁ROMANCE🍁 Zay bekerja sebagai anggota Tim Pemasaran di perusahaan kosmetik dengan tujuan untuk mendekati Krystal, sang CEO. Perjuangannya tidak mudah karena Krystal telah bertunangan dengan Giyan, ketua Tim Pemasaran. Tidak datang dengan tangan ko...