Giyan tidak tinggal diam ketika melihat Zay masuk ke dalam mobil milik tunangannya. Entah apa yang ada dalam pikiran tunangannya tersebut sampai mempersilakan lelaki lain masuk dalam mobilnya di depan para karyawan dalam kondisi hujan. Ini bisa memancing citra buruk untuk hubungan mereka. Dan yang pasti paling dirugikan dalam hal ini adalah dirinya.
Tentu saja. Apa yang akan berdampak pada Krystal? Ia anak dari pemilik perusahaan ini—ia bahkan pemimpin yang menjadi pewaris perusahaan ini. Apa pun yang dia lakukan bukanlah sebuah kesalahan. Sementara Giyan? Ia akan dituding tidak becus menjaga tunangannya sampai berani mengundang lelaki lain. Ia akan dicemarkan dengan segala praduga atas terjadinya kejadian ini. Dan semua ini karena Zay, anggota timnya sendiri.
Menggunakan mata elangnya, Giyan menatap tajam ke arah Zay yang turun dari mobil Krystal sambil melempar senyum. Entah apa yang dibicarakannya dari kaca mobil sebelum berpisah, tetap saja itu semakin membakar perasaan Giyan. Ditambah lagi, tak cukup mengakhiri dengan senyum, Zay juga melambaikan tangan dan ekspresinya begitu bersemangat.
Giyan segera berjalan ke arah Zay begitu melihat mobil Krystal menghilang di penghujung jalan. Tanpa basa-basi, ia membalikkan tubuh Zay dan melayangkan kepalan pada pipi Zay. Zay yang terkejut dengan pukulan tersebut pun langsung terjatuh di bahu jalan.
"Pak Giyan," ucap Zay terbata dengan tatapan tidak mengerti akan apa yang terjadi.
"Dari awal saya udah nggak tenang hati dengan kamu. Kamu berniat mencuri Krystal dari saya, kan? Kamu nggak sadar diri kamu itu siapa? Apa, sih, yang kamu incar dari dia? Kamu nggak malu dekati perempuan yang sebentar lagi akan menikah? Kamu seharusnya berpikir dulu sebelum bertindak. Nggak habis pikir saya dengan kamu," luap Giyan dengan penuh amarah.
Zay yang belum juga berdiri, menarik sebelah sudut bibirnya. Terlihat seperti sebuah ejekan atas setiap kata yang dilontarkan atasannya itu.
"Kamu nggak merasa bersalah?" tanya Giyan lagi semakin kesal dengan sikap Zay.
"Kak Zay...." lirih Meykha yang datang dari dalam kampus dengan tangan memegang perut. Sepertinya nyeri di perutnya belum hilang. Ia tidak datang seorang diri, ada lelaki yang selama ini dekat dengannya juga di sana.
"Kak Giyan. Ada apa ini?"
"Anza, kenapa kamu di sini?" Kini giliran Giyan yang terperangah ketika melihat adiknya berdiri di hadapannya.
"Kami sedang menunggu Kak Zay menjemput Meykha. Kakak memukulnya?"
Anza dan Meykha membantu Zay untuk bangkit. Sudut bibirnya sedikit mengeluarkan darah yang mengering seketika. Pukulan Giyan, walau hanya sekali, tapi mematikan. Dapat dipastikan ia pernah atau masih mengikuti seni bela diri. Untung saja Zay hanya terpental ke bahu jalan, tidak sampai kehilangan nyawa. Kalau sampai ia kehilangan nyawa, maka musnah sudah rencananya untuk merebut Krystal.
Meykha maju menghadap Giyan tanpa rasa takut. "Apa salah kakak saya sampai Anda berani sekali memukulnya? Anda merasa hebat karena punya jabatan lebih tinggi dari kakak saya? Karena itu Anda merasa berhak semena-mena dengan kakak saya?" Meykha bertanya dengan nada tinggi. Tidak peduli dengan orang sekitar yang memperhatikan mereka. Tidak peduli juga dengan perut yang tadinya sangat nyeri.
Zay menarik Meykha untuk mundur. "Mey, kakak nggak kenapa-napa. Im okay," ujarnya sambil menarik sudut bibir bertujuan untuk senyum, tapi ia malah meringis kesakitan.
"Oke apanya? Ini darah, Kak. Pasti pukulannya kuat banget, kan?" Meykha menyeka darah tersebut dengan ujung lengan kaosnya.
"Kakak sebenarnya kenapa, sih?" Anza yang melihat kakak dari perempuan yang dicintainya tersebut kesakitan, mulai merasa emosi dalam diri.
Mengabaikan pertanyaan adiknya dan adik Zay, Gibran memutarbalikkan tubuhnya dan berjalan dengan amarah yang belum juga mereda.
Anza turut mengikuti Gibran untuk mencari tahu tentang apa yang telah terjadi. Sementara Meykha menghubungi driver online agar mereka bisa pulang.
***
"Kak Fara udah bicara sama aku," ucap Meykha datar.
Zay terlonjak. Apa yang dibicarakan Fara? Mungkinkah tentang tujuanku? Atau tentang masa lalu yang nggak diketahui Meykha? Dasar Fara mulut ember bocor! umpatnya dalam hati.
"Ada masalah apa, sih, Kakak dengan kakaknya Anza, sampai aku dan Anza nggak boleh dekat?" tanya Meykha yang datang membawa sepiring nasi dengan kuah soto untuk Zay.
Zay melongo. Kenapa tiba-tiba ini pembahasannya?
"Iya. Dua hari lalu aku keluar dengan Kak Fara beli make up, terus kita ngobrol di kafe. Katanya ada baiknya aku dan Anza jangan terlalu dekat, nanti salah satu dari kami atau bahkan keduanya bisa tersakiti. Ketika aku tanya alasannya, Kak Fara bilang tanya Kakak aja. Memangnya Anza itu jahat ya? Kakak pernah ngelihat dia narkoba? Merokok? Begal?" Meykha masih saja bercerita dengan wajah polosnya. Ia tidak terlihat marah sama sekali. Padahal, selama ini adik kesayangan Zay tersebut tampak bucin dan selalu bersemangat untuk pergi ke kampus. Mungkin di sana mereka akan bertemu.
"Kamu nggak marah? Nggak kecewa?" Zay memberanikan diri untuk bertanya.
Meykha melipat kedua kaki dan memainkan kuku jemari kirinya. Sepertinya ia sedang mempersiapkan diri untuk menjawab.
"Sempat kaget pas dengar itu dari Kak Fara. Aku yakin Kak Fara tahu sesuatu yang aku nggak tahu. Dan dia mau aku dengar langsung dari Kakak. Kecewa pasti ada. Aku lagi berbunga-bunga, tapi disuruh pisah. Terasa nggak adil. Balik lagi, aku mencoba rasional, kakak yang selama ini aku kenal, nggak akan melakukan sesuatu tanpa pikir panjang. Pasti ada alasan sampai kalian ingin kami saling berjauhan. Kakak sangat peduli padaku, kurasa alasan itu juga karena kakak ingin yang terbaik untukku. Bukan begitu?"
Zay merangkul adik semata wayangnya. Menepuk pundak itu sesekali. "Kakak egois memang, karena rasa sakit hati di masa lalu Kakak melampiaskannya sampai pada hubunganmu. Kakak nggak mau kamu terjebak dan seperti kata Fara, lebih merasa sakit nantinya. Kamu sangat mencintainya?" tanya Zay mengonfirmasi perasaan adiknya terlebih dahulu.
"Apa alasan sebenarnya?" tanya balik Meykha sebelum menjawab pertanyaan kakaknya.
Zay melepas rangkulannya. Ia duduk lebih tegap. Menarik napas panjang. Mungkin Meykha akan bisa mengambil keputusan yang lebih baik seandainya tahu apa dasar di balik larangan Zay atas hubungannya dan Anza.
"Giyan dan Anza itu anak dari Laura."
Satu kalimat yang sangat mencengangkan bagi Meykha. Tanpa disadari air mata menetes di pipi lembutnya.
Tergagap ia memastikan. "L-Laura yang m-merebut Ayah dari kita?"
Zay mengangguk dan menunduk. Sungguh, ini kenyataan yang menyesakkan bagi Meykha. Bagaimana bisa ia jatuh hati pada anak dari perempuan yang telah menghancurkan keluarganya?
Meykha melihat ke arah Zay yang masih menunduk. Ia yakin kebencian dalam diri itu tidak akan pernah hilang. Inikah alasan ia berada di dekat Giyan selama ini? Apa yang ada di dalam benak kakaknya?
Tidak. Meykha tidak akan bertanya. Kakaknya tidak akan bertindak ceroboh!
KAMU SEDANG MEMBACA
Artificial Love
Romance🍁ROMANCE🍁 Zay bekerja sebagai anggota Tim Pemasaran di perusahaan kosmetik dengan tujuan untuk mendekati Krystal, sang CEO. Perjuangannya tidak mudah karena Krystal telah bertunangan dengan Giyan, ketua Tim Pemasaran. Tidak datang dengan tangan ko...