XXXV. Pertemuan Tak Disengaja

103 13 0
                                    

Krystal benar-benar menonton seorang diri dengan satu kursi kosong di sampingnya—sebab itu milik Giyan. Sepanjang pemutaran film, Krystal sangat menikmati dan terbawa suasana. Ketika adegan menyeramkan muncul, jika yang lain histeris, maka dirinya malah tersenyum kecil. Itu adalah yang ditunggu-tunggunya. Jika histeris dan menutup mata, lantas di mana letak sensasinya?

Rencananya, Krystal akan ke apartemen Berlian setelah ini. Ia telah mengirim pesan pada adiknya tersebut untuk tidak kemana-mana dan menunggunya di sana. Ia akan membawakan roti kesukaan adiknya sebagai cemilan sore mereka.

"Bu Krystal." Terdengar seseorang meneriakkan namanya di antara keramaian.

Suara yang sangat tidak asing. Suara yang biasanya menganggu. Suara milik seseorang yang tadi sempat terlintas di kepalanya. Zay.

Krystal berpura-pura tidak mendengar dan kembali berjalan menuju salah satu toko roti yang masih terletak di lantai yang sama dengan ruang pemutaran film. Kepekaan telinganya menebak bahwa suara tapak sepatu yang mendekat sembari berlari itu adalah milik lelaki yang tadi meneriakkan namanya.

"Sombong banget, Bu, pura-pura nggak dengar," ucap Zay begitu tiba di samping Krystal. Dikarenakan Krystal yang tidak menghentikan langkah, maka mereka terus berjalan.

"Saya buru-buru," cetusnya.

"Bener, dong, tebakan saya kalau Ibu pura-pura nggak dengar. Saya padahal asal ucap aja, lho," timpal Zay yang kagum dengan kehebatan menebaknya tanpa mempermasalahkan Krystal yang mengabaikannya.

Zay pun turut memperhatikan setelan yang digunakan Krystal. Ini pertama kali ia melihat Krystal mengenakan pakaian sesantai ini. Celana kulot putih, kaos putih ngepas di badan yang dibalut kemeja oversize tak berkancing. Rambut yang biasa digerai pun diikat dengan beberapa helai bagian kiri-kanan dibiarkan. Jangan lupakan, sepatu heels yang biasa dikenakan di atas sepuluh senti kini berganti dengan sepatu keds yang terlihat sangat nyaman. Penampilan Krystal hari ini benar-benar santai dan berbanding terbalik dengan kesehariannya di kantor. Ini sisi baru yang dilihat Zay, dan membuatnya semakin kagum.

Walau sudah memperhatikan penampilan Krystal sedetail itu, Zay tidak mengatakan apa pun apalagi memujinya. Krystal tidak akan butuh pujian itu darinya.

"Pak Giyan mana?" Pertanyaan itulah yang dipilihnya sebagai bahan obrolan sembari celingak-celinguk.

"Kenapa kamu nyari dia?" tanya Krystal balik tanpa menoleh. Mereka baru tiba di toko roti dan Krystal akan segera memesan. Namun, sebelum itu ia bertanya lagi pada Zay. "Kamu mau rasa apa?"

Zay yang tidak mengerti rasa yang dimaksud oleh Krystal, menelengkan kepalanya dan Krystal menunjuk ke arah papan menu yang menggantung di atas kepala mereka. Ternyata, Krystal akan membelikan untuknya juga.

"Rasa moka-kacang aja," jawab Zay tanpa menambah omongan apa pun setelahnya.

Krystal menatap Zay sejenak ketika mendengar rasa yang dipilih oleh Zay. Namun, mengabaikan isi pikirannya, ia pun memesan beberapa roti dengan rasa yang berbeda-beda, tentunya sesuai seleranya dan Berlian.

Seakan kejadian lalu terulang kembali, Zay juga kali ini seperti berperan sebagai pengawal Krystal. Ia mengikuti ketika langkah Krystal telah aktif kembali, tanpa bertanya ke mana tujuan mereka.

Tidak keluar dari gedung besar yang menjadi pusat perbelanjaan bagi masyarakat daerah ini, Krystal mendudukkan dirinya di salah satu kursi besi yang tersedia di dekat eskalator.

"Kamu kenapa ada di sini?" tanyanya sembari menyerahkan roti moka-kacang pilihan Zay. Dan untuk dirinya, ia juga mengambil roti dengan rasa yang sama.

"Saya datang ke sini dengan adik saya. Dia lagi pilih baju untuk acara penting. Karena bosan lihat dia pilih baju yang super lama dan nggak jadi-jadi, ya saya pergi keliling-keliling. Malah lihat Ibu, makanya saya sapa."

Artificial LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang