Bab 6 Curiga
“Erwin!” seruan si kakek, memalingkan perhatian pria muda itu. "Mana si Hamad? Kenapa kamu yang datang? Telat pula!"
Erwin bergegas mendekati kakek dan nenek yang sudah duduk tenang di sofa kafe. Wajah dinginnya luntur berganti kehangatan saat duduk di dekat mereka.
“Pramusaji kafe nelpon Hamad ketika dia jemput saya. Jadi sekalian saja saya ikut. Hamad sekarang standby di mobil, siap berangkat. Ayo, kita ke rumah sakit."
“Nenek udah mendingan. Nggak usah ke rumah sakit.” Si nenek tersenyum. Wajahnya terlihat sehat kemerahan. Tak ada lagi tanda-tanda sesak napas atau nyeri jantung. “Salah Nenek, ngotot tetap minum kopi. Padahal udah dilarang dokter. Yah, namanya juga pecandu kopi.”
“Kesehatan lebih penting.” Tatapan Erwin prihatin.
"Syukurlah ada dokter yang sigap nolongin Nenek."
Erwin mengangguk. "Saya lihat, kok." Sinar mata elangnya berkelebat sekilas ke arah Shayna.
Sementara itu, Shayna telungkup lagi di meja. Sama sekali tak terpengaruh kejadian barusan. Wajah Kay kembali terbayang di benaknya. Setiap kalimat lelaki itu terputar ulang kata demi kata, berkelindan dengan ucapan ayahnya. Dua lelaki yang diharapkan menjadi sayap pelindungnya di dunia ini, ternyata malah jadi buldozer nomor satu yang meluluhlantakkan batinnya.
“Nak." Satu panggilan lembut, mengandung iba, diiringi elusan di bahu, cukup mengagetkan Shayna.
Gadis itu mengangkat muka. Mata sembapnya nanar menatap nenek yang baru saja ditolongnya. Entah kapan, nenek itu tahu-tahu telah berdiri di dekatnya.
"Kami sangat berterima kasih atas bantuanmu." Si nenek menyodorkan tangan, mengajak bersalaman.
Shayna mengangguk. Masih diam. Seperti orang baru bangun tidur yang nyawanya belum terkumpul.
Si nenek dan suaminya bersitatap, bingung.
“Kelihatannya kamu punya masalah. Apakah kamu bawa mobil sendiri? Baiknya ada yang menemani. Ohya, kami lupa kenalan. Panggil saja Nenek Dira dan Kakek Bisma. Dan ini ...." Si nenek hendak memperkenalkan pria tampan di sisinya, tetapi kalimatnya mengambang karena melihat Shayna tiba-tiba berdiri, lalu melangkah pergi tanpa basa-basi.
Sepasang lansia tercengang mendapati sikap tak sopan tersebut. Namun, gadis itu tampak sedang tertekan, jadi mereka memakluminya. Terlebih, Nyonya Dananjaya berutang nyawa terhadap gadis itu. Namun, Erwin tak senang melihat kakek neneknya diabaikan seorang gadis muda.
"Dia ngaku dokter?" desisnya tak percaya.
"Dia penyelamat nenekmu," sahut Bisma Dananjaya. Kalimatnya bermakna, apa pun profesi gadis murung itu, tidak masalah. Yang penting kenyataannya, gadis itu telah menolong istri tercintanya.
"Paling-paling baru koas tingkat pertama yang sedang mujur, bisa menolong Nenek," sahut Erwin, dengan kalimat miring dan nada meremehkan.
Suami istri Dananjaya menatap cucunya penuh teguran.
"Astaghfirullah, aku lupa nanya nama atau nomor hapenya. Ntar susah mau ngasi hadiah. Tolong kejar dia, Win!" pinta Nenek Dira, sungguh-sungguh.
Walau dongkol, Erwin menurut, tanpa protes, meski permintaan tersebut menurunkan harga dirinya. Seumur hidupnya, belum pernah ia meminta nomor ponsel seorang gadis, selain demi kepentingan bisnis. Namun, ia tak bisa berkata "tidak" terhadap keinginan kakek neneknya.
"Jangan lupa, tawarkan diri untuk mengantarnya!" seru Nenek Dira lagi.
***
Shayna telah berdiri di pinggir jalan menanti taksi online, ketika melihat sosok pria yang tadi menawarkan sapu tangan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN PERNIKAHAN SEMUSIM
RomanceDISELINGKUHI TUNANGAN, DILAMAR DOKTER KONGLOMERAT Tak cukup derita Shayna gara-gara diselingkuhi tunangan, Shayna juga difitnah dan diusir dari rumah. Takdir mempertemukannya dengan Erwin yang didesak nenek kakeknya untuk menikah. Dengan mahar 1 mi...