Runtuh

244 25 0
                                    

"Shany akan bicara dengan Kay dan memanggil Gio! Shany mau Gio datang ke sini untuk klarifikasi! Mari kita buktikan bersama, apakah betul Shany suka gaul bebas selama di Surabaya!" Shayna turun dari tempat tidur dengan wajah tegang.

"Tidak! Jangan, Dek! Hanya akan memperburuk masalah!" cegah Sherina sambil memeluk Shayna. "Kakak mengerti perasaanmu. Tapi cobalah memahami perasaan Kay. Hatinya hancur. Ia tak sudi melihatmu lagi. Aku menghibur dan membangkitkan semangatnya dengan susah payah. Kalau kau ungkit masalah itu dan mengajaknya kembali, sakit hatinya akan muncul lagi. Aku khawatir dia akan mengusirmu."

"Mas Kay harus tau kebenarannya!"

"Shany, Kay tidak mencintaimu lagi! Setahun lalu, begitu mengetahui kenyataan tentangmu, mentalnya ambruk. Coba hitung, berapa kali ia mencoba meneleponmu, tapi kamu jarang mengangkatnya! Akhirnya ia putus asa dan menenggelamkan diri dalam kesibukan dan minum-minuman keras di night club. Sampai suatu malam, saat aku merayakan viralnya reality show terbaruku di sebuah kafe hotel, aku berjumpa Kay yang mabuk. Lalu kami ... dan sekarang aku hamil 2 bulan."

"Diam!" Tanpa sadar, Shayna menjerit. Gadis semampai berkulit seputih susu itu memejamkan mata. Kepalanya laksana dibanjiri tanah longsor. Dipeganginya kepala sambil meringis, menahan serangan pening. Lalu, didorongnya tubuh Sherina cukup kuat hingga gadis itu terhuyung dan terjajar mundur tiga langkah.

"Shany nggak percaya! Pasti ada yang nggak beres! Kay bukan lelaki macam itu. Pasti kamu yang menggodanya. Dari dulu kamu selalu merebut milikku--"

"Teganya kamu nuduh Kakak, Shan!" Sherina memekik sedih. Meledaklah tangisnya. Foto model yang sedang naik daun itu memegangi dadanya. Terlihat tak rela dan sangat tertekan atas tuduhan adiknya.

"Tutup mulutmu, Shan!" bentak Rosa. Otaknya mendidih. Wajahnya merah menahan luapan marah yang telah menumpuk bertahun-tahun. "Dasar anak kurang adab! Sudahlah bikin malu, malah memfitnah kakak sendiri!"

"Mama, sudahlah ...." Sherina mendekap ibunya, lalu menumpahkan tangis di dada sang ibu.

"Malangnya nasibmu, Nak. Untung Kay mau bertanggung jawab." Rosa ikut menangis.

Jantung Rudi serasa diiris-iris menyaksikan derita istri dan putri sahnya. Rasa bersalahnya kian menggunung. Rosa telah sabar memaafkan pengkhianatannya, bahkan berbesar hati menampung putri dari wanita keduanya. Dan kini, wanita itu dan putri sahnya harus menanggung kata-kata fitnah dari anak yang telah menorehkan aib dalam keluarga mereka.

Pria setengah baya itu tak tahan lagi. Emosinya sudah memuncak sampai ke ubun-ubun.

"Sudah cukup!" bentaknya pada Shayna. "Aku sudah habis sabar menghadapi anak pembangkang sepertimu! Dari kecil kamu selalu merasa benar! Selalu melawan! Tak tau diri! Tak pandai bersyukur! Pergilah dari rumah ini! Sekarang juga!" Intonasi dan volume suara Rudi meningkat. Ia tak peduli lagi keributan di kamarnya ini terdengar para tamu yang masih bertahan melanjutkan acara makan-makan. Beruntung, besannya sudah pulang duluan.

Rudi sudah gelap mata. Ia menuding ke arah pintu.

Shayna gemetar. Bening mata coklatnya yang cemerlang, kini tersaput kabut air mata. Ia memandang ayahnya, berharap orang tua itu berubah pikiran. Walau interaksi mereka sangat jarang, tapi sang ayah jarang marah dan tak pernah memukulnya. Ayahnya pula yang mendukung Shayna melanjutkan kuliah ketika lulus beasiswa bagi siswa berprestasi. Jadi tak mungkin sang ayah bersungguh-sungguh mengusirnya.

"Papa, Shayna nggak bersalah ...." Gadis itu mengharapkan pembelaan ayahnya. Namun, Rudi keukeuh, bahkan memelototkan matanya. Shayna mengalihkan pandangannya pada Sherina, penuh tuntutan.

"Kak Sherin, kamu kan tau, meski aku dulu tomboy, tapi aku nggak suka pacaran, nggak suka temenan sama cowok. Satu-satunya temen cowok yang akrab denganku sejak SMA hanya Mas Kay." Shayna setengah meratap.

BUKAN PERNIKAHAN SEMUSIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang