Manusia Kadal

90 51 43
                                    

Sejauh mereka mengingat, Jihan dan Ines telah bersama bahkan sebelum mereka masuk TK,  SD, SMP hingga SMA . Di mana ada Jihan pasti ada Ines, pun sebaliknya. Layaknya permen karen yang lengket dan sulit untuk dipisahkan.

"Kalian tuh selalu bareng, ya?" Tanya Uci sambil menambahkan kecap ke mangkuk baksonya. "Pernah berantem nggak?"

Jihan dan Ines saling berpandangan lalu tersenyum. "Pernah dong. Ines pernah marah sama gue gara-gara crush-nya naksir gue."

Ines mendesis kemudian sedikit berteriak menanggung malu dengan ucapan sahabatnya barusan. Ia selalu tak berkutik jika Jihan mengungkit masalah tersebut.

"Oh ya? Kapan?" Tanya Uci dengan wajah penasaran, tangan kanannya menyodorkan kecap ke arah Ines.

"Pas SMP," tutur Jihan kemudian kembali tergelak karena tak tahan mimik muka Ines yang malu.

"Duh! Jangan diinget-inget jadi malu. Gue tuh kesel banget, Ci. Namanya Albert, sebelum dia ngedeketin Jihan, tuh cowok PDKT-in gue terus gue suka dan baper. Dan nggak tahu kenapa malah dia akhirnya nge-ghosting gue terus ke Jihan. Tahu sendiri dong, kalau Jihan tuh sahabat gue, gimana gue nggak kesel coba?" Balas Ines.

"Terus kenapa lu jadi marah sama gue?" Sahut Jihan.

"Yah, abis gue nggak tahu harus marah sama siapa lagi, Ji. Gue nggak suka lu deket sama Albert tapi gue udah terlanjur kesel sama tuh cowok," balas Ines diiringi dengan gelak tawa dari ketiganya.

"Kalian lucu banget sih," respon Uci singkat masih dengah tawanya yang pelan.

"Lu sendiri punya pacar?" Tanya Ines pada Uci.

Jihan langsung menoleh ke arah Ines saat pertanyaan itu terlontar. Jihan tahu bahwa Ines dan Uci mungkin cukup dekat satu sama lain namun tetap saja pertanyaan barusan jadi sedikit terkesan privasi yang mungkin menimbulkan rasa tidak nyaman buat Uci.

Uci menggeleng. "Gue udah putus pas masuk SMA," jawab Jihan sambil tersenyum.

Mata Jihan dan Ines membesar mendengar ucapan Uci barusan. Ines membenahi cara duduknya tak sabar ingin mendengar kelanjutan cerita Uci.

"Terus sekarang masih baikan?" Ines kembali bertanya dengan antusiasnya.

Wajah manis Uci masih mengutaskan senyuman. "Masih. Dia anak SMA kita, Nes."

"Serius? Siapa?" Kali ini Jihan bersuara.

"Aksa," jawab Uci singkat namun jelas.

"Aksa anak IPS satu? Dia baru jabat ketua ekskul Pramuka, kan? Aksa yang ketemu kita tadi?" Ines mengkonfirmasi hanya memastikan bahwa Aksa yang dimaksud adalah orang yang sama di pikirannya.

Uci mengangguk mantap. "Aksa di sekolah kita cuma satu, kan?"

"Gue baru tahu, Ci. Lu nggak pernah cerita."

"Lu nggak nanya, Nes," timpal Uci yang seraya tertawa.

"Tapi lu nggak ada perasaan lagi sama Aksa, kan? Soalnya dia kemarin nganterin Jihan pulang."

Jihan dan Uci saling bertatapan sejenak sebelumnya akhirnya Uci menjawab, "nggaklah."

"Kirain kan, benih-benih cinta itu masih membekas di hati seorang Ucita," ujar Ines dengan membentangkan kedua tangannya.

Kedua temannya beriringan tertawa sambil menggeleng-geleng melihat tingkah Ines yang absurd.

"Gimana ceritanya bisa Aksa nganterin lo pulang, Ji?" tanya Uci setelah menyeruputnya es jeruknya. "Maksud gue, kayaknya kalian nggak terlalu dekat, kok bisa?" Uci berucap hati-hati.

EkskulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang