Tidak jauh dari kantin sekolah terdapat sebuah gudang penyimpanan yang bangunannya sendiri sudah tua dan bobrok. Bisa dilihat dengan catnya yang mengelupas dan atapnya yang sudah mulai lapuk. Dan di sanalah biasanya Vico dan teman-temannya berkumpul ketika jam istirahat atau bolos jam pelajaran yang tidak mereka minati. Seperti halnya hari ini, Vico tertatih berjalan mengampiri teman-temannya.
Melihat kehadiran Vico, salah seorang dari mereka bangkit lalu membantunya duduk. Susah payah Vico duduk dengan lutut terluka, belum lagi siku kirinya serta dagunya yang lecet karena beradu dengan kerasnya aspal.
"Gimana rasanya ciuman sama aspal?" tanya Gio menggoda Vico karena bibir atasnya juga kena goresan.
Vico hanya tertawa sambil menahan perih di bibirnya. Ia kemudian mengambil gitar yang tersandar di sebelahnya. "Yang masalah Ketua OSIS gimana?"
"Udah gue serahin berkasnya sama Tantri," jawab Gio.
Vico tersenyum licik, "responnya gimana?"
"Agak kaget kayaknya." Gio terbahak, "mungkin dia shock kali, manusia macam gue mau jadi ketua osis. Dari segi apapun nggak meyakinkan, Vic."
Vico ikut tertawa misterius. Matanya menatap lurus ke depan memikirkan sesuatu demi mewujudkan ambisinya.
"Nggak apa-apa. Tugas kita bukan buat dapat simpatik dari mereka, tugas kita cuma buat ngancurin OSIS sialan itu. Nggak ada yang paling gue benci selain anak-anak OSIS yang belagu kayak Rakai dan Kale, terus siapa tuh yang ketua MPR?"
"Ketua MPR? MPR noh di Senayan. MPK maksud lu? Si Adam," koreksi Gio sambil tertawa.
"Iya si Adam yang lagi nyari Hawa. Bisa-bisanya kesasar sampai Bangun Karsa," ujar Vico yang malah membuat Gio makin terkekeh. "Ngomong-ngomong siapa aja yang nyalon, Yo?"
Gio hening sejenak, "Gue kurang terlalu tahu siapa aja yang maju tapi gue denger-denger kayaknya Ketua Basket, Nancy, sama anak Pramuka..."
Gelak Vico makin keras saat Ekskul Pramuka disebutkan. "Ekskul nggak guna itu mau maju juga? Mau ngapain? mau ngajarin tali menali yang ada mereka makin nggak jelas, lagian siapa juga yang mau ngelirik tuh ekskul," ujar Vico dengan nada menyela.
Respon dari Gio cuma nyengir lantas mengangguk saja hingga akhirnya Vico mengganti topik obrolan mereka ke musik dan rencana grup Band Vico yang akan manggung di gigs akhir pekan ini.
***
"Badannya dilenturin! Dengerin irama!" teriak Nancy pada sekelompok siswi yang membentuk formasi lingkaran seraya menggoyang-goyangkan pom-pom warna-warni. "Lu!" Nancy mendekati siswi yang berada di depannya. "Lu punya masalah apa sih? Dari tadi lu nggak sesuai sama alunan musik. Lu bisa nggak sih?" kata Nancy dengan nada suara yang super tinggi.
Nyali cewek yang ditunjuk oleh Nancy langsung ciut apalagi tatapan Nancy yang tajam seperti ingin menikam dirinya. "Maaf Kak," jawabnya pelan dan ketakutan.
"Maaf... maaf mulu. Lu nggak kasihan sama mereka! Udah panas, dari tadi gerakan lu salah terus sampai harus ngulang beberapa kali, kalau emang nggak bisa jangan gabung cheers, sana gabung sama hadroh," omel Nancy dengan nada suara yang tinggi dan menggebu-gebu.
Melihat Nancy yang marah-marah pada siswi tersebut, Lala memutuskan untuk mengecilkan volume musik lalu menghampirinya. Ia harus menenangkan Nancy sekarang, Nancy tidak boleh bertindak semena-mena seperti saat ini terlebih ia melakukannya di lapangan yang mana puluhan pasang mata kini tertuju pada kelompok mereka.
"Nancy!" Lala menarik tangannya lalu menyeretnya menjauhi kerumunan.
"Apaan sih, La?" Nancy menepis tangan Lala. Wajahnya memerah selain karena sengatan matahari, Nancy juga menahan marah.