Aku sedang menunggu kekasihku di taman sekolah, sembari menyembunyikan hubungan kami agar tidak membuat keluargaku heboh. Keluargaku mayoritas perempuan, jadi aku harus memilih waktu yang tepat untuk memperkenalkan pacarku.
"Menunggu lama, sayang?" tanya pacarku.
Calliandra Elaine, gadis keturunan campuran Italia dan Indonesia, tidak seperti kebanyakan gadis yang menyukai rambut panjang. Elaine justru lebih suka berambut pendek sebahu, sesuatu yang sangat kusukai darinya. Kulitnya kuning langsat, dengan tinggi badan 160 cm, lebih pendek 20 cm dariku. Elaine tomboy, tidak suka berdandan berlebihan—ini salah satu alasan aku jatuh cinta padanya.
"Sekitar lima menit aku menunggumu, sayang," ucapku.
Elaine duduk di sebelahku dan menyerahkan kotak bekal padaku. Aku tersenyum dan menerima kotak bekal itu. Sejak kami berpacaran, dia selalu memberiku makan siang.
"Akhir pekan ini, aku akan memperkenalkanmu pada kedua orang tuaku. Adik laki-lakiku sedang berobat," ujarku.
"Kenapa memilihku?" tanya Elaine, penasaran.
"Cinta," jawabku singkat.
Aku mulai makan hidangan yang ada di dalam kotak bekalnya, sementara Elaine hanya memperhatikanku dengan senyuman. Elaine adalah murid pindahan, dan entah kenapa, aku bisa jatuh cinta padanya.
"Papa tidak masalah kalau aku berpacaran denganmu, tapi aku ragu," kata Elaine.
"Ragu tentang apa?" tanyaku.
"Pertama kali kamu mengungkapkan perasaanmu, aku kira itu hanya candaan. Pria sempurna sepertimu kok bisa menyukai gadis cacat sepertiku," ucap Elaine dengan nada sedih.
"Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Kekuranganmu akan kututupi, dan kamu juga menutup kekuranganku yang kurang bisa berinteraksi," jawabku santai.
Elaine memang memiliki kekurangan, yaitu tidak bisa membedakan beberapa warna. Tapi itu tidak masalah bagiku, karena yang terpenting adalah dia baik hati dan tulus padaku.
"Bunda bilang dia tidak sabar ingin bertemu dengan calon menantunya," ujarku.
Ucapan itu membuat wajah Elaine memerah hingga ke telinga. Aku tertawa keras dan Elaine memukul perutku. Makan siang bersama kekasihku memang selalu menyenangkan.
Pada malam harinya, aku bertemu dengan Arya di restoran. Sepertinya Arya akan menjadi sekutu dalam rencanaku. Arya menyerahkan sesuatu dalam sebuah kertas kepadaku.
"Tolong bantu aku mencari informasi tentang keberadaan ibuku," kata Arya dengan penuh harapan.
"Ibumu tiada setelah melahirkanmu," jawabku.
"Aku mendengar percakapan papa dan mama. Mereka bilang ibuku masih hidup dan berada di suatu tempat. Tolong selamatkan ibuku, aku akan memberikan apapun asal kakak menolongku," pinta Arya.
"Apapun?" tanyaku, menyeringai.
"Ya!" tegas Arya tanpa ragu.
"Aku hanya memintamu mengawasi seseorang," ujarku.
"Siapa kak?" tanya Arya.
"Bodyguard kepercayaan Aprian Pratama. Dia adalah dalang di balik penderitaan adikku, Aditya," jawabku.
"Om Dodi?" tanya Arya dengan ragu.
"Ya, tepat. Dia seperti serigala berbulu domba. Kau pasti tidak akan percaya ini, tapi itulah syarat yang perlu kau penuhi untuk menjalankan kesepakatan kita," jawabku.
"Kakak tahu keberadaan Bang Aditya?" tanya Arya lagi.
"Dia ada di tempat yang aman," jawabku.
"Arya ingin bertemu dan meminta maaf padanya," ucap Arya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Ello (END)
General FictionOthello Pranaja Zayan, atau yang lebih akrab dipanggil Ello, adalah seorang pemuda berwajah tegas dengan sifat dingin, minim ekspresi, dan benci terhadap pengkhianatan. Meskipun tumbuh di tengah keluarga yang harmonis, sifat dingin Ello tak pernah b...