Bagian 5

131 26 11
                                    


Lalu lalang ratusan murid meramaikan pagi itu di gerbang masuk Lexand high school, deretan mobil terparkir, terkadang keluar masuk mengantar seseorang yang akan menuntut ilmu disana, motor motor besar yang mendominasi di kendarai para murid lelaki, tak ada kata sederhana walau hanya sekilas dilihat dari luar gerbang hitam kokoh itu.

Ada 3 kalangan yang ada di sekolah ternama itu, yang pertama kalangan elit, kalangan berduit yang suka nya membuat circle satu jenis, jenis disini bukan di lihat dari gander, tapi dari seberapa elit nya keluarga mereka. Siswa kalangan elit ini yang biasa nya suka pamer barang barang branded yang kemudian akan di masukkan kedalam majalah sekolah, mulai dari siapa pemilik kendaraan terkece tahun ini, atau siapa pemilik barang terbranded bulan ini, jangan heran semua itu ada Lexand high school.

Yang kedua yaitu kalangan menengah, kalangan ini bukan berarti dari kalangan tak mampu, bukan juga dari kalangan berduit melimpah ruah, siswa yang masuk kalangan ini setidak nya harus memiliki mobil sekelas suv, jika tidak maka sudah pasti masuk kalangan menengah rendahan yang nasib nya setara dengan siswa beasiswa.

Dan yang ketiga, seperti yang di sebutkan tadi, yaitu kalangan beasiswa, siswa yang masuk dalam kalangan ini setidak nya harus mempunyai mental baja, jika tidak siap siap saja mereka menjadi korban bullying langganan para siswa kalangan elit atau menengah.

Karna pada dasar nya, pembullyan itu masih berlaku di high school ternama ini, setelah lengser nya Arsen dari jabatan nya sebagai ketua yayasan karna om om yang sering mendapat julukan jelmaan dewa itu memilih tinggal di Amerika, kini sekolah itu berada di bawah kaki tangan salah satu pebisnis terkenal yang nama nya sudah tak asing lagi terdengar.

Pembullyan yang sebelum nya di larang dan di tiadakan kini kembali menjadi makanan sehari hari para beberapa kalangan, waktu yang biasa nya di gunakan untuk belajar malah menjadi ajang penyiksaan yang membuat beberapa siswa merasa tercekik hanya untuk menghadiri sekolah, namun begitu mereka memilih bertahan, untuk mendapat gelar lulus dari salah satu high school ternama yang ada di ibu kota.

Seorang gadis dengan seragam yang sama menatap ke arah bangunan tiga lantai itu dengan tatap dingin andalan nya, sedikit banyak ia tau tentang sekolah ternama satu itu, sekolah nomor satu yang menjadi perbincangan sekaligus yang tak ingin Rana kunjungi, namun sayang nya kini ia harus menghabiskan tiga tahun terakhir nya di sana.

Tiga tahun? Kita lihat saja apa Rana akan benar benar tiga tahun di sana?

Kaki jenjang berbalut sepatu cets nya melangkah mendekati gerbang, tatap penasaran dari berbagai arah Rana terima, namun gadis itu sama sekali tak mengalihkan pandangan.

Di tengah luas nya sekolah itu Rana menghentikan langkah, ia buta arah, lebih tepat nya tak tau kemana ia akan melangkah selanjut nya, tatapan nya kini mengedar, menilik satu persatu siswa yang terlihat jelas sekali berbisik sembari menatap ke arah nya.

Jelas bukan karna seragam yang ia kenakan, atau karna wajah nya yang terlihat datar, Rana yakin mereka hanya penasaran, jelas saja ia memilih berangkat menggunakan bus dan turun di halte yang lumayan jauh dari sekolah.

Tak ada yang bisa menebak dari kalangan mana ia berasal.

Satu siswa berkaca mata yang fokus dengan buku di pangkuan nya menarik perhatian, Rana mendekat di rasa hanya itu satu satu nya orang yang menurut nya berpeluang dapat membantu nya.

Langkah nya berhenti tepat di hadapan lelaki itu, Rana bisa melihat jelas buku yang lelaki itu baca, tentang rumuh fisika, yang jujur saja bisa Rana kuasai dengan mudah, gadis itu tebak lelaki di hadapan nya itu murid beasiswa.

Rana berdehum pelan, ia jelas sadar jika hanya itu yang ia lakukan, namun entah kenapa Rana merasa jika seisi koridor menahan nafas karna ulah nya, gadis itu memilih masa bodo, kembali menatap lawan bicara nya yang kini mendongak masih dengan posisi terduduk.

Dunia Rana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang