Kejadian tadi tak akan pernah Rana lupakan, hal yang membuatnya harus menetap di ruang BK karna salah satu guru memergokinya baru saja turun dari tangga rooftop, guru perempuan dengan tahilalat di bagian atas bibir itu menuding dirinya bolos tanpa ada bantahan."Kamu, murid baru sudah bisa berani bolos."
..
Hening, Rana tak memberi pembelaan, bagaimanapun ia bicara, guru di depannya tetap tak akan membenarkannya, Rana sudah cukup tahu watak orang seperti itu, apalagi tatapan tak terbantahkan yang sejari tadi menghunusnya tajam, dan Rana tak peduli dengan itu.
"Jawab! Kamu tau fungsi mulut buat apa! Jangan hanya diam!"
Jika ia bicara pasti guru itu akan mengatakan 'berani menjawab kamu?!' Atau 'siapa yang menyuruh kamu bicara?!' Lebih terkesan mencari kesalahan, kata kata mutlak yang di ucapkan saat seseorang merasa tertantang.
Guru itu mengoceh panjang lebar, bahkan mengancam akan memanggil orang tuanya datang jika kejadian itu sekali lagi terulang, Rana takut? Tidak. Setelah ia menempati mansion Fernandez hingga sekarang ia saja baru sekali kembali bertemu dengan orang tua angkatnya, mereka orang super sibuk yang tak pernah menjadikan rumah sebagai tempat istirahat, melainkan tempat untuk singgah sementara jika itu sempat, lagi pula memang di pikir Rana akan mau membolos lagi? Jika bukan karna kejadian tadi, ia pasti juga berada di kelas, belajar dengan puluhan rumus rumit akan tampak lebih baik dari pada ia sibuk mencari tempat untuk menenangkan diri seperti tadi.
"Saya jadi heran kenapa keluarga Fernandez memutuskan untuk mengadopsi anak seperti kamu."
Kan. Itu sudah Rana tebak dari awal, jika harusnya guru itu tahu tentang identitasnya di sana, Rana menahan dengusan yang terasa sudah berada di ujung hidung, untung ia sudah terbiasa dengan hinaan semacam itu.
"Jadi hukuman saya?" Rana bertanya tampak tak sabar, ini sudah lebih dari tiga puluh menit ia berada di ruang guru.
Guru itu jelas sekali terlihat geram, seperti menyadari jika Rana tak mendengarkan ocehannya dengan serius dari awal.
"Bersihkan seluruh toilet dari lantai atas sampai bawah, ingat sebelum bel istirahat pertama terdengar, harus selesai!"
Dan itu dua puluh menit lagi. Gila! Apa apaan, jelas guru itu memang sengaja melakukannya, namun bukan Rana namanya jika lebih memilih menimpali dengan mengoceh panjang lebar memprotes apa yang guru itu katakan, gadis itu tanpa menjawab apapun langsung pergi dari sana, meninggalkan guru perempuan dengan tangan terkepal itu bersama pintu yang tertutup tanpa rasa sopan.
Orang sepertinya di ajak beradu sikap, Rana tentu punya cara yang lebih menyenangkan.
Gadis itu tanpa beban mengambil langkah menuju toilet terdekat, ada satu toilet di masing masing lantai sekolah ini, satu toilet berukuran cukup luas dengan berisi 5 bilik, Rana tentu tak akan bodoh dengan menyikat toilet itu satu persatu, toh staf kebersihan sekolah tampak menjalankan tugasnya dengan baik, buktinya toilet itu sudah bersih bahkan tanpa ia menyentuhnya sama sekali. Rana hanya butuh masuk, diam sebentar, dan keluar dalam beberapa menit kemudian, setidaknya itu lebih baik dari pada Rana harus diam mendengarkan ocehan panjang lebar guru tadi.
Bel istirahat pertama berbunyi tepat setelah Rana keluar dari toilet lantai dasar, gadis itu berlalu menuju tangga terdekat, tahu pasti jika para anak orang kaya itu tak akan turun melewati tangga saat ada lift yang akan membawa mereka ke bawah tanpa rasa lelah. Rana berjalan dengan wajah datar, seperti yang ia tebak tak akan ada seseorang yang lewat di sana, kecuali segerombolan murid lelaki yang tampak duduk menghadang tangga dengan tawa cekikikan.
Rana menghentikan langkah, jika di lihat dari posisinya yang masih berada tepat di tikungan, Rana bisa saja berbalik dan memilih ke atas menggunakan lift, namun saat sadar jika mereka mulai mengetahui keberadaannya, pantang bagi Rana untuk berbalik, gadis itu memilih meneruskan langkah, kembali berhenti saat berjarak dua anak tangga dari mereka yang tampak menatapnya dengan seringai menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Rana
Short StoryTidak semua cerita berakhir happy ending, terkadang sad ending juga perlu untuk sebuah kata sadar, jika tuhan tidak hanya menciptakan senyuman tapi juga air mata untuk pengingat, dia yang mengatur semua nya, bukan kita. Ini cerita ku, tentang luka...