Gadis itu menutup buku yang sedari dua jam lalu menguasai penglihatan bersama dengan hembusan nafas lega yang terdengar dari puluhan murid lain di sekitar nya, hal yang patut untuk gadis itu acungi jempol adalah ketenangan yang ada, selama 2 jam pelajaran berlangsung, jangankan bunyi obrolan, suara decitan kursi saja tak sedikitpun terdengar, mereka benar benar fokus dengan materi yang di terangkan.Mungkin ini yang membedakan high school ternama ini dengan sekolah lain, tak heran jika sekolah ini menyita minat masyarakat luar untuk menyekolahkan anak anak mereka disana.
Brak
Satu gebrakan terdengar dekat hingga terasa hampir menerpa wajah, Rana tak memperlihatkan wajah terkejut sama sekali selain mengangkat kepala dengan pandangan datar andalan nya.
"Gue heran, sejak kapan sekolah ini terima anak buangan." Seorang gadis dengan seragam pas body dan rambut curly kecoklatan mengatakan nya seakan bertanya heran.
Sudah pasti yang di maksud diri nya kan? Rana memasang wajah tenang, tak ingin perduli pada gertakan yang menurut nya tak ada apa apa nya itu.
"Anak buangan yang di pungut keluarga kaya, berharap bisa sepadan dengan kita--cih! Benar benar gak tau diri," timpal satu lain nya.
Jika kalian ingin tau, di depan nya itu ada empat perempuan cantik--Rana akui atau tidak--tengah menatap nya dengan pandangan tak terima, tangan nya bersedekap dengan wajah terangkat menantang.
Satu gadis berambut blonde berada tepat di hadapan nya, dari tatapan dan gaya nya, Rana tau jika dia adalah si ketua, Rana tak membalas apapun selain dengan tatapan malas nya, berharap mereka berempat tau jika Rana tak berniat menanggapi mereka.
"Pffftttt... hahahah, gue yakin sekarang, lo--budeg ya? Astaga, demi apa high school ini terima murid cacat macam lo!"
Aish.
Rana mendorong kursi nya menjauh, sedikitpun apa yang mereka ucapkan memang tak berpengaruh pada nya, namun ia hanya tak ingin mood nya bertambah rusak karna suara mereka yang menusuk gendang telinga.
Memang salah nya sekolah di tempat yang menurut Rana macam tempat perkumpulan orang orang kekurangan etika ini?
Jika ia bisa memilih, sudah pasti Rana akan memilih belajar di sekolah lama nya meskipun disana ia juga mendapat sindiran dan cacian, namun setidak nya guru guru disana masih bisa di katakan bermoral tinggi hingga pembullyan itu tak setiap hari terjadi.
"Ah, mulai takut kan sekarang? Bagus! Enyah lo dari sekolah ini! Murid buangan gak pantes sekolah disini."
Kali ini si rambut blonde yang bicara, Rana menyayangkan jika gadis secantik itu bisa bicara kasar seperti yang beberapa detik lalu ia dengar, nampak tak seimbang dengan suara lembut nya yang lebih pantas bicara anggun mendayu di telinga.
Sekali lagi Rana tak merespon, bagi nya meladeni orang semacam mereka sama saja dengan buang buang waktu, toh sekali ia melawan mereka pasti akan semakin menjadi.
Krek
Satu tarikan kuat pada rambut nya membuat Rana mendongak, ingat gadis yang pertama kali bicara, dia yang melakukan nya, namun alih alih meringis kesakitan, Rana tetap memberikan ekspresi datar dengar senyum dingin yang tak terlihat.
Ah, ini sensasi yang begitu Rana rindukan, tak sama rasa nya jika orang lain yang melakukan nya dengan saat ia yang membuat maha karya tersendiri pada tubuh nya.
"Anjing! Lo jangan main main sama kita, semua orang tau kalau lo gak budeg! Tapi dengan berani nya lo ngacangin kita! Lo cari mati hah?!"
Hambar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Rana
Short StoryTidak semua cerita berakhir happy ending, terkadang sad ending juga perlu untuk sebuah kata sadar, jika tuhan tidak hanya menciptakan senyuman tapi juga air mata untuk pengingat, dia yang mengatur semua nya, bukan kita. Ini cerita ku, tentang luka...