Bagian 11

114 21 7
                                    


"DI MANA ANAK SIALAN ITU??!!"

Suara menggelegar dari seorang lelaki paruh baya yang baru saja memasuki pintu utama mansion dengan wajah di liput amarah itu membuat para pekerja di sana refleks mendekat, berdiri membuat barisan sejajar dengan kepala menunduk takut saat sadar jika sang tuan rumah berada dalam puncak emosinya.

Terhitung sudah seminggu si tuan tak menyambangi mansion megah yang hanya di huni puluhan pekerja juga anak angkat barunya itu, entah ada masalah apa dan apa yang terjadi, lelaki itu di ikuti oleh istrinya di belakang datang dengan wajah murka yang tak di sembunyikan.

"CEPAT PANGGIL ANAK TIDAK TAU DIRI ITU SEKARANG!"

Mereka tentu tau siapa yang lelaki itu maksud, penghuni baru rumah itu yang baru seminggu berada di sana, entah apa yang gadis itu lakukan, namun melihat dari ekspresi lelaki itu yang memerah dengan urat urat leher yang terlihat jelas menandakan jika orang yang di maksud telah melakukan kesalahan fatal.

Dan hal itu tentu bukan hal baik bagi mereka, mereka turut andil mendapat pesan dari sang tuan, bukan untuk menjaga keselamatan--melainkan menjaga agar gadis itu tak melakukan hal yang nantinya akan membuat masalah bagi keluarga besar Fernandez.

Pyar!

"SIALAN! APA MULUT KALIAN SEMUA BISU SAMPAI TIDAK ADA YANG BERANI MENJAWAB HAH?!!"

Aura mencekam semakin menguar, selain karna pertengkaran antara tuan dan nyonya mereka yang sering terjadi karna belum juga mendapat keturunan setelah puluhan tahun menikah, ini masalah pertama yang membuat lelaki paruh baya itu sampai sedemikian murka.

Dari awal mereka memang tak berniat sama sekali menghormati nona angkat keluarga itu, tak ada perintah tegas dari tuan nya, karna dia memang bukan keturunan asli keluarga itu, mereka tentu tak sudi menghormati orang yang bahkan tak di inginkan oleh orang tua kandungnya, bagi mereka bisa makan dengan gratis dan mendapat fasilitas mewah di mansion megah milik keluarga Fernandez itu harusnya sudah bisa membuat gadis itu sangat bersyukur, tak ada alasan gadis itu tak betah di sana.

Namun, hari ini jauh dari apa yang mereka pikirkan, mereka tak pernah mengira gadis yang terlihat polos dengan tatapan tajam nan dingin itu mampu membuat tuan nya semarah ini.

Sebenarnya apa yang gadis itu lakukan?

Rana yang baru saja menginjakkan kakinya pada ubin putih mengkilat mansion itu di buat terhenti saat mendengar suara menyentak yang teramat jelas dari dalam, tak di pungkiri ada rasa tak nyaman yang ia rasakan, seminggu ini ia berusaha tak berbuat ulah apapun, bahkan meminta uang untuk sekolah pun tidak, karna Rana cukup tau diri untuk tak meminta hal lebih lagi setelah apa yang mereka berikan--kebebasan dari panti itu.

Dengan menggenggam kedua tali tasnya Rana kembali melangkah perlahan, untuk kali ini rasa takut itu datang tanpa alasan, hal pertama yang ia lihat saat kakinya melewati pintu utama mansion itu adalah para maid yang berjajar denga kepala menunduk takut pada seseorang yang jelas tak menunjukkan mimik wajah baik baik saja.

"Bagus! Kalian sudah bosan bekerja di sini?Saya memang tidak mememinta kalian menganggap dia sebagai nona di rumah ini, tapi saya sudah berpesan untuk jangan membiarkan dia membuat ulah! Apa otak kalian sudah tidak bisa di gunakan!"

Suara sentakan itu membuat Rana memundurkan langkah sekilas, ada apa dengan dirinya? Ia bahkan tak tau ulah apa yang ia lakukan, namun kenapa rasa takut itu datang hanya karna mendengar sentakan dari Herman yang tak seberapa?

"Nona datang Tuan."

Suara menyicit namun masih mampu terdengar jelas membuat lelaki dengan kedua tangan yang bertolak pinggang itu memutar badan, wajah mengeras dengan urat leher yang menegang dapat Rana lihat dengan jelas, tanpa sadar kakinya memberi langkah mundur perlahan saar Herman mulai bergerak dengan langkah lebar ke arahnya.

Dunia Rana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang