Aomine tengah menguap, jalanan yang ia pantau sejak 4 jam yang lalu sudah mulai ramai dengan kendaraan yang berlalu-lalang. Imayoshi menyuruhnya untuk memantau jalanan karena Takeda sakit.
"Sumimasen"
Pria itu menoleh ke arah suara. Melihat Sakurai datang dengan menenteng sesuatu.
"Sakurai? Ada apa?" Tanya Aomine.
"Aku membawakan makan siang untukmu, Aomine san. Maaf aku turut berduka atas Kise san. Sumimasen" Jawab Sakurai. Ia duduk di sebelah Aomine dan membuka kotak berisi onigirinya.
Sedangkan Aomine hanya berdehem dan mengambil onigiri buatan Sakurai. Matanya tetap fokus ke arah jalanan walau di sampingnya Sakurai hanya menatapnya kasihan.
BRUAKKHH
Tubuh mereka tersentak kaget. Terjadi tabrakan tepat di sebrang tempat mereka berada. Lebih tepatnya sebuah mobil menabrak seseorang yang saat itu tengah menggunakan sepeda.
Alhasil sepeda itu rusak parah sedangkan mobilnya hanya lecet dibagian depan.
Ah tunggu.
Sepertinya Aomine kenal dengan mobil itu. Buru-buru ia menaruh onigiri dan menghampiri mereka.
Si pemilik mobil dengan kesal keluar sambil mencaci-maki siapa yang sudah ia tabrak. Padahal ia yang menabrak tapi kenapa ia yang marah??
"Bodoh!! Bangsat!! Bajingan!! Kalau mengendarai sepeda hati-hati, sialan!!!" Teriak pria itu marah.
Aomine yang sudah datang pun menghampiri mereka dan menahan tubuh yang sebelas duabelas dengannya ini.
"Chotto!! Nash san!! Hentikan!!" Lerainya.
"Lepaskan aku, burik!! Aku harus menghajar orang ini!!! Apa ia tidak tau berapa yang harus aku keluarkan untuk mobil ini, hah?!"
"Ma-Maafkan aku hiks"
"Are? Kau bukannya si hawk eye dari Shuutoku?" Tanya Aomine.
Sakurai pun datang dan membantu si pesepeda untuk bangun. Namun pria itu meringis merasakan kakinya sakit.
"Aomine san. Sepertinya ia terluka. Lebih baik kita membawanya ke rumah sakit" Kata Sakurai.
"Kau duluan saja, nanti aku menyusul"
Sakurai pun mengangguk dan membawa pria itu. Aomine kini melepas Nash yang sudah tidak memberontak.
"Kau bisa masuk penjara kalau kelakuanmu seperti ini terus, Nash san" Tegur pria berkulit gelap itu.
"Salahnya menyebrang tiba-tiba! Padahal lampunya merah!!" Pria itu terlihat tidak terima.
Lampu merah di sana dengan logo orang sedang berjalan berarti berhenti untuk pejalan kaki dan mempersilahkan kendaraan untuk melaju.
"Kau berubah, Aomine"
Saat ini Nash sedang diinterogasi olehnya. Imayoshi dan Hayase mengamankan dua kendaraan itu.
"Hm?"
"Semenjak Ryota tiada.. Kau bersikap seakan-akan sudah dewasa"
Aomine tidak mempedulikan ucapan sepupu kekasihnya. Ia menulis laporan keterangan pada kertas di hadapannya.
"Hmm"
"Haaaahh aku seperti tidak punya siapa-siapa lagi"
Bukankah memang benar?
Nash memandangi wajah serius Aomine dengan bosan.
"Nee"
"Hmm"
"Aku kangen Ryota"
"..."
BRAKK
"Kau kenapa sih? Aku seperti orang gila berbicara sendiri!" Nash menggebrak meja sampai Imayoshi pun kaget.
"Hei kalau mengganggu lebih baik pergi!" Protes pria berkacamata itu.
"Tch!"
"Selesai. Kau bisa kembali" Ucap Aomine.
"Ap--?! Bagaimana dengan mobilku?!"
"Kau bisa perbaiki sendiri ke bengkel dekat sini. Dan ngomong-ngomong, mobil ini buatan Jepang jadi tidak terlalu mahal untuk diperbaiki" Jelas Aomine.
Nash pun akhirnya bangkit dan ingin pergi.
"Aku menyesal sudah mempercayakan Ryota padamu" Geramnya sebelum pergi.
Ketika Nash sudah menghilang, Aomine menyenderkan tubuhnya sembari menghela nafas.
"Pasti lelah dicaci oleh calon sepupu ipar" Sahut Imayoshi.
"Calon... kah" Gumam Aomine pelan. Ia pun beranjak lalu mengambil jaketnya.
Ah perlu diketahui sekarang musim dingin dan salju sudah mulai turun. Ia jadi teringat kenangan saat ia berkencang dengan Kise sebelum Winter Cup.
"Aku mau merokok dulu sebentar"
✨✨AoKise✨✨
Aomine menghembuskan asap nikotin itu. Semenjak kepergian Kise, ia jadi sering melamun dan sekarang malah jadi perokok aktif.
Ia menatap langit malam yang menurunkan butiran-butiran salju sejak tadi.
Seandainya Kise masih ada, ia pasti sudah dimarahi habis-habisan karena benda beracun ini. Bisa-bisa Kise tewas duluan karena Aomine yang belakangan ini suka merokok.
Ingat, merokok membunuhmu. Tapi kalo yang merokok mafia mah gapapa deh dibunuh juga hehe
"Aomine san!" Panggil Sakurai dari kejauhan.
"Sakurai. Bagaimana dengan Hawk Eye dari Shuutoku itu?" Tanya Aomine.
"Sudah baik-baik saja. Ternyata dia hanya ngeles agar bisa bersama Midorima san, mentang-mentang Midorima san itu dokter" Gerutu Sakurai kesal.
Ternyata Takao hanya mengalami luka lecet dan ia tidak mau pulang dengan alasan ingin menginap dengan "Shin chan" nya itu.
"Menyebalkan. Tak kusangka wortel itu akan bucin juga pada akhirnya" Aomine kembali menghembuskan asap rokoknya.
"Kalau begitu aku kembali ke toko dulu ya" Pamit Sakurai. Kini pegawai tokonya sudah banyak jadi tidak perlu khawatir lagi.
Aomine mengisap rokoknya lagi sebelum ia buang ke tong sampah. Kemudian ia berjalan pelan entah kemana.
Jalanan kota sepi karena salju agak lebat dan juga orang-orang lebih memilih untuk berdiam diri di rumah mereka.
Dukk
Bahunya tak sengaja ditabrak oleh pemuda yang sedang berlari, pemuda itu bahkan sampai terjatuh.
"Aduh!" Ringisnya.
"Kau baik-baik saja?" Aomine mengulurkan tangannya dan membantu pemuda itu berdiri. Pemuda itu langsung berlari lagi sambil berteriak.
"Terima kasih!!"
Suara yang tak asing terdengar di telinga Aomine. Ia bahkan reflek menoleh dan melihat wajah pemuda itu.
"Kise?"
Pemuda itu menghentikan larinya dan menoleh dengan wajah bingungnya.
"Iya?"
✨✨AoKise✨✨
THE END
✨✨AoKise✨✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Time (AoKise)
FanfictionKise Ryouta masih terus berusaha mendapatkan cinta dari Aomine. Hal itu diketahui oleh teman-temannya yang lain, kecuali Aomine tentunya. "Ne, Aominecchi. Mau coba pacaran ssu?" "HAH?! Kau gila?!" "Kumohon ssu. Seminggu saja tidak apa-apa ssu!!"