Chapter 10

912 51 3
                                    

"Gema, sini duduk gem"

"Ogah"

"Gem" Gema keluar, Haikal menatapnya datar, sedangkan Ian panik.

"Lo khawatir banget? Cowo lo?"

"Iya kita baru jadian" Jawab Ian sembari menatap pintu.

Haikal menyeringai, dia mengangguk .

Polos banget sih jadi gemes sendiri

Haikal menatap Ian sambil menopang dagunya. Sampai di pelajaran terakhir, baru Gema masuk. Ia sama sekali tidak berbicara.

"Gema marah ya?" Ian menarik baju Gema. Ia hanya menatap tajam tanpa berkata satu kata pun.

Ian menghela nafas berat.

"Anak anak tugas kali ini kelompok lagi" Ucap guru Bahasa Indonesia. Anak anak menggerutu. Cukup mengesalkan, mengerjakan tugas kelompok dengan kelompok yang sudah di tentukan.

"Okey untuk kali ini Ian saya satuin sama Haikal, soalnya dia anak baru"

"Loh kok gitu?" Bantah Gema.

"Soalnya ini cuma berdua, kamu bisa sama Eric"

"Pak tapi"

"Shhhhhh saya ngga suka di bantah"

"Jancok" Umpat Gema. Di belakang Haikal hanya tersenyum.

"Tugasnya buat video animasi ya"

"Iya Pak"

"Silahkan di kumpulkan minggu depan"

Ian menatap cemas pada Gema. Daritadi Gema hanya terdiam tanpa menghiraukannya.

Waktu jam pulang tiba, baju Ian di tarik oleh Haikal, membuat laki laki di sampingnya semakin kesal.

"Oh iya, kita kerjain pas weekend aja gimana?"

"Boleh deh sabtu ya, soalnya gua kalo minggu buka toko"

"Toko apa kalau boleh tahu?"

"Toko bunga, lo bisa mampir kapan kapan" Jawab Ian dengan senyum. Gema menatap keduanya kesal.

"Okey, gua kabarin lagi nanti gimana gimananya" Ian memberikan jempol.

"Bacot"

Mereka berdua saling menatap tajam, Ian  menyadari itu dan menarik tangan Gema.

"Duluan ya Kal" Haikal melambai sambil tersenyum.

Ia mengambil ponsel dan menelepon nomor seseorang.

"Hallo"

"... "

"Cari tahu soal orang yang gua kirim fotonya. Malam ini gua tunggu"

"... "

Haikal keluar sambil memainkan kuncinya.

"I'm obsesed with you Ian Jalendra"





Gema melanju kencang, Ian menatapnya sedikit kesal.

"Gema!"

Tanpa menghiraukan bentakan dari Ian ia terus melaju. Ian sendiri juga takut, apalagi Gema mengendarai mobil dengan laju yang cepat. Ian tidak bisa berpikir jernih.

Sampai di gedung apartement Gema tidak berbicara apapun, ia juga tidak menoleh ke arah Ian membuat Ian cemas.

"Babe... "

"Turun udah sampe"

"Kamu marah ya?"

"Jangan bikin gua ngomong dua kali"

Ian menunduk dan langsung membuka sabuk pengaman. Ia keluar, lari masuk ke Apartement. Disana Gema meraup habis wajahnya.

"Gema goblok anjing. Haikal bangsat"
Umpat Gema sambil mengusuk kepalanya.

"Hallo mas I... " Sapa penjaga lobi. "Loh nangis?" Pikirnya.

Sampai di pintu, ia langsung membukanya dan menangis di kamar.

"Padahal baru kemarin, kenapa sikapnya cepet berubah gitu sih" Sambil terisak ia membenamkan wajahnya ke bantal.

Sedangkan Gema, ia pergi ke suatu tempat. Saat ini pikirannya sedang kacau, terlalu banyak hal yang membuatnya kesal hari ini. Sore itu ia sengaja tidak pulang ke rumah. Ia pergi ke cafe Ardan, bukan nongkrong, melainkan minum minum.

"Lo lagi sedih ya?" Tanya Ardan.

"Ngga tau gua pusing"

"Lo berenti aja deh kata gua, itu minuman udah abis 10 botol dan lo minta lagi"

"Bacot lo"

Ardan bukan Eric yang bisa menanggapi Gema. Ia meninggalkannya sendirian di ruang khusus.

"Ric? Lo dimana?" Tanya Ardan dalam panggilan telepon.

"Haa... Gua.. Aaa... Ada di rumah.. Nghh" Ardan mengernyitkan dahinya.

"Ngomong apa sih?"

"Gua di rumah Dion, kenapa?"

"Bisa kesini lo?" Tanyanya. "Gema mabok, gua takut"

"Jancok Gema Gema, lo biarin aja. Gua lagi main"

"Main apa?" Tanya Ardan bingung.

"Main bekel" Dengan cepat Eric mematikan telepon.

Ardan menghembuskan nafas berat. Ia melihat Gema beranjak.

"Ma... Mau kemana lo gem?"

Gema menatap pun tidak. Ia keluar dengan keadaan mabuk. Melaju menggunakan mobilnya melintasi jalanan malam itu. Ia malah pergi ke Apartement Ian. Nafsu menghantuinya.

Karena tidak punya kartu, ia menekan pin. Pintu terbuka, terlihat gelap di apartement Ian. Ia tahu saat ini pasti Ian berada di kamarnya. Namun, saat membuka kamar, ia tidak menemukan dimana Ian.

"Ian! Lo dimana"

Tidak mendapat jawaban, ia keluar kamar dan melihat pintu setengah terbuka di samping dapur. Lampunya hidup.

"Ian" Ia membuka pintu itu. Kemudian melihat Ian yang ketiduran di samping kanvasnya.
Namun, bukan itu yang membuatnya kaget. Lukisan lukisan indah yang ia buat sangat memukau. Bukan hanya satu, banyak lukisan tentang dirinya disana. Gema melihat sekeliling, matanya menyapu ruangan.

Setiap kejadian yang mereka alami, Ian lukis dengan imajinasi miliknya.
Sampailah saat Gema melihat lukisan telanjang miliknya. Terpampang jelas di samping beberapa lukisan lainnya.

Ia mengernyitkan kepalanya, perlahan ia sedikit sadar. Ia menyentuh lukisan itu, menatap Ian yang sedang tidur.

"Gua kira si bocah bunga polos anjir"

Ia mendekat dan jongkok di samping Ian. Ia mengelus kepalanya, melihat mata Ian sembab ia menjadi merasa bersalah. Ia mengambil selimut, dan menyelimuti tubuh Ian.

Ia tersenyum licik, dalam pikirannya sudah jelas.

"Buat apa gua cemburu, ni bocah obsesed banget sama gua"

Gema menggelengkan kepala dan tidur di sofa. Malam itu ia berusaha untuk menutup kejadian yang ia lihat. Ia ingin Ian dengan jujur memperlihatkan karyanya itu.

My lover florist Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang