Akhir Cerita Halida

760 46 4
                                    

Semuanya dibuat geger dengan penangkapan influencer dengan jargon "Makanya jangan miskin" itu. Wanita cantik itu tampil dengan tangan diborgol dan kepala ditutup kantong hitam.

Hanya sebentar mukanya diperlihatkan ke publik sebelum ditutup kantong hitam itu lagi. Tak main-main ia dituduh terlibat dalam upaya terorisme dan pencucian uang serta penghilangan akun crypto senilai ratusan triliun rupiah itu.

Beberapa polisi berseragam dengan wajah serba tertutup juga disiagakan di sebelahnya. Ini adalah konferensi pres paling menegangkan yang pernah ada.

Beberapa orang dengan topeng tengkorak itu tampak siaga seolah siap menarik pelatuk senapannya kapan saja.

"Tersangka akan dijerat pasal berlapis terorisme, pembunuhan dan pencucian uang. Ancamannya adalah hukuman mati" Ujar kepala polisi yang memimpin konferensi pers itu.

Wajah Halida memang tak kelihatan ditutup karung berwarna hitam itu. Namun tangannya yang diborgol itu tampak gemetar mendengar tuntutan yang akan ia hadapi.

"Apakah dana yang hilang suah ditemukan?"

"Kita tidak berhasil menemukannya, tersangka sudah meletakkan barang bukti. Kita akan memeriksa lebih lanjut di mana barang itu disimpan"

Publik dibuat lebih ribut lagi, saat seorang pria gendut dengan kepala ditutup kantong hitam mengenakan baju oranye itu dibawa ke hadapan publik. Tangannya diborgol dan beberapa polisi bersenjata lengkap tampak mengawalnya ke sana.

"B, Bapak Sukarto?"

Para wartawan yang meliput dibuat tertegun saat seorang polisi membuka kantong hitam itu memperlihatkan muka yang sudah biasa muncul di televisi.

"Kedua orang ini ditangkap pada sebuah vila saat tengah bersetubuh dalam keadaan telanjang bulat"

Dia adalah Sukarto yang menjadi pejabat paling vokal melawan pemerintah. Dia adalah orang dengan pendukung tak sedikit dan sering kali terlibat dalam upaya pembebasan rakyat-rakyat kecil dari tuduhan pidana.

Itu yang publik tahu. Mereka tak tahu kalau Sukarto juga lah yang menjadi dalang dalam penangkapan sewenang-wenang itu dan dia yang turun sebagai pahlawan untuk menaikkan popularitasnya. Dia adalah politisi senior yang tak boleh dianggap remeh dengan Langkah-langkah catur yang mengerikan darinya.

Orang yang memiliki akses pada penegak hukum level bawah, orang yang dikenal kalangan mafia itu sebagai "Bapak Aparat". Dia adalah orang yang membesarkan para aparat itu, memberikan bantuan keuangan dan kemudahan karier dengan bantu melobi para atasan dengan laporan-laporan palsu dari Sukarto.

Dia adalah orang yang biasa mengambil prestasi suatu aparat dan memberikannya pada oknum yang ia suka agar mendapatkan kenaikan pangkat. Dengan kata lain, dia adalah dalang rusaknya penegakan hukum republik ini.

"Bapak, Apakah ada tersangka lain?" tanya salah seorang wartawan.

"Kemungkinan itu selalu ada, tapi kita butuh bukti. Untuk saat ini hanya dua orang ini yang terlibat"

Tampaknya polisi juga sedikit menghindari membeberkan fakta bahwa beberapa anggota mereka menjadi pengawal kedua bajingan ini dan tidak melaksanakan tugas yang diperintah oleh negara. Lagi pula keributan lebih besar bisa saja terjadi dan perang sipil bisa saja pecah jika informasi ini diberikan secara serampangan.

"Lalu apa saja hukumannya, Bapak?"

"Kita menjerat dengan hukuman maksimal yaitu hukuman mati. Serta penyitaan semua aset yang dimiliki oleh tersangka"

"Bagaimana tanggapan partai tersangka?" tanya wartawan yang lain.

"Untuk urusan partai, tanyakan langsung pada partainya ya"

Pertanyaan datang bertubi-tubi dan informasi ini menjadi trending selama beberapa bulan lamanya. Sebuah kisah tentang pejabat yang menjadi orkestra serangan teror yang menewaskan banyak aparat yang sedang bertugas untuk negara.

Gejolak amarah para wartawan tampaknya tak terbendung, mereka meneriaki pasangan hipokrit itu. Seseorang bertopeng pahlawan yang ternyata adalah penjahat yang keji.

"Makanya jangan miskin" teriak beberapa wartawan berulang-ulang seolah tengah menghina influencer itu dengan jargonnya sendiri.

"Makanya apaaaa?" teriak seorang wartawan.

"Makanya jangan miskin" jawab yang lain sambil berteriak menghina.

Tampaknya mereka yang hadir di tempat itu mewakilkan kekesalan rakyat datu republik ini. Halida ini adalah orang yang mulutnya snagat berbisa, sering menghina namun tak tersentuh hukum.

"Ohh, pantas backing nya ternyata pejabat gendut bertitid kecil" olok salah seorang wartawan lagi.

Tak ada yang lebih memalukan dibandingkan di roasting sekelompok wartawan itu. Berita mereka pasti akan menyebar, dengan headline mengerikan tentunya. Hidup dan harga diri orang ini berada di ujung jari para jurnalis itu.

"Diaaammm!" Halida tampak tak bisa mengontrol emosinya dan berteriak. Beberapa polisi langsung menekan leher Halida ke bawah dan menyumpal mulutnya itu. Tampak mengerikan dan tak ada belas kasihan. Inis eakan mempertontonkan trailer bagaimana kehidupan Halida dalam pemeriksaan lebih lanjut nantinya.

Jika dia tahanan pencucian uang mungkin dia akan diperlakukan secara bisa. Beda cerita dengan tahanan terorisme, tentu nerakalah yang akan dia lihat di sana.

"Halida bertanggungjawab dalam ledakan yang terjadi di rumah tua Kalimantan. Dia menggunakan sebuah perusahaan untuk mengambil izin restorasi bangunan tua dan menanamkan bahan peledak di sana"

Mata Halida terbelalak dibalik kantong hitam itu. Dia mau bicara namun mulutnya sudah disumpal. Dia tak menyangka kalau semua perkara di rumah tua itu malah di arahkan padanya. Dia hanya peminjam alias secara legalitas saja. Orang yang meledakkan jelas orang yang berbeda dan dia tak tahu menahu tentang rencana itu.

"Hmpph. Humphmm" dia berusaha berontak dengan tenaga terakhirnya namun aparat bertopeng itu langsung membawanya ke belakang karena akan mengganggu jalannya konferensi pers itu.


Detektif Kode #1: Kriptografer KematianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang