Our Home

317 21 0
                                    

"Apa maksudmu?! Dengar wanita jalang, kau tidak berhak mengatur kehidupanku!!"

Aku mengatur nafasku, berusaha merendam niatku untuk memaki dan berteriak pada wanita jalang satu ini. Ingat kau di rumah keluarga Alan, Kanaya!

"Oh, aku bisa, Kanaya. Kalau kau menolak perjodohan ini, aku akan menjodohkan kakakmu tersayang. Manakah yang kau pilih?" Aku mengeram marah, wanita benar-benar!

"Maaf, Nyonya Quiinella Derista Cross, batalkan perjodohanmu sekarang. Gadis ini sekarang milikku." Aku tersentak ketika Alan mengambil alih smartphoneku.

"Oh~ Putra tunggal keluarga Cross yah. Kanaya benar-benar wanita jalang seperti ibunya, Avara! Dengan apa dia memaksamu? Dia menjual tubuhnya? Hahaha."

Rahang Alan mengeras, tapi dia tetap tenang.

"Hm~ bukan ia yang memaksaku tapi aku yang memohon cintanya, ah! Pasti kau tidak pernah merasakan dicintai oleh pria karena kau benar-benar wanita jalang." Alan berbicara dengan nada santai sambil tertawa-tawa seolah pembicaraan ini ringan.

"Diam kau!!" Wanita itu mulai mendesis-desis seperti ular.

"Ah, kita hentikan saja adu mulut ini dan kembali ke topik utama. Batalkan perjodohan konyol mu sekarang atau keluarga Xerrafox akan mencabut saham kami di perusahaan Cross. Ah, saham kami di perusahaan kalian itu 50 persen kan?"

Detik itu juga, Alan memutuskan sambungan teleponnya.

Aku tersenyum sinis, pasti sekarang wanita jalang dan pria brengsek itu panik dan takut.

"Kau tidak apa-apa, Naya?" Tanyanya khawatir. Aku menggeleng, "Aku tidak apa-apa. Terimakasih, Alan."

Alan tertawa merdu, "Sudah menjadi kewajibanku untuk menjaga milikku." Ujarnya.

"Apa dia ibumu?" Tanya Alan penasaran.

"Tentu saja bukan! Aku dan Kak Ryan sudah yatim piatu sejak Mama meninggal." Jawabku mantap.

"Oh, Avara Savior Cross?" Tebak Alan tepat.

"Kau mengenal ibuku?" Tanyaku tak percaya. Ibuku sudah meninggal sekitar 5 tahun lalu!

"Yaa, aku pernah bertemu dengannya sekali. Saat pembentukan perusahaan Cross sekitar 6 tahun yang lalu. Aku masih mengingat rupanya, Ibu yang cantik sangat mirip denganmu." Ujarnya dengan senyum mengembang.

Aku mengangguk sambil tersenyum masam, mengingat kehidupanku dulu.

"Kamu gak mau cerita juga gak apa." Kata Alan lembut dielus nya rambutku.

Aku menggeleng pelan, "Enggak, aku mau cerita. Aku ingin kamu mengenal diriku, aku ingin kita bisa saling membuka diri."

"Terimakasih, kalau gitu kita masuk aja dulu. Nanti mama dan papa dengar loh." Peringat Alan mengingat kebiasaan kedua orang tuanya.

"Gak. Kalau Mama dan Papa mau dengar juga gak apa kok. Ini bukan suatu hal yang harus di rahasiakan."

------

"Sewaktu aku kecil dulu, aku memang udah tau kalau pernikahan kedua orang tuaku bukan berdasarkan cinta, tidak ada ketulusan disana. Setiap saat mereka selalu bertengkar, Pria- maksudku Ayahku selalu memukul Mamaku, dan mamaku terlalu lemah untuk melawan. Se-brengsek apapun Ayahku, Ibu ku tetap mencintainya dengan seluruh hatinya. Cintanya begitu tulus..."

Aku tersenyum kecut ketika mengingat semua itu, "Mamaku memang wanita bodoh, mencintai ayah, sejahat apapun dirinya itu. Atau Ayahku yang terlalu jahat dan buta yang tidak menyadari setulus apa cinta mama pada ayah."

Aku menggigit bibirku, berusaha menguatkan diriku sendiri. Aku menatap kedua orang tua Alan.

"Aku selalu berharap jika suatu hari nanti Ayah bisa membuka matanya melihat ada wanita yang selalu berada di sisinya dan mencintainya juga. Tapi...hiks.." Airmataku mulai turun.

"Naya..." Alan menghapus airmataku dan memelukku, berusaha menguatkanku.

"Tapi... Tapi... Impianku tak pernah terkabul... Bahkan saat Ibuku terbaring di ranjang rumah sakit, Ayahku tidak pernah menjenguknya. Dan pada hari pemakamannya Ayahku membawa seorang wanita ke rumah kami dan menyatakan secara gamblang bahwa itu ibu kami yang baru! Bahkan dia sama sekali tidak menunjukan kesedihan sedikitpun di wajahnya! Dia menganggap kematian ibu seperti kehilangan barang tidak penting. Aku membencinya! Pria brengsek itu!! Dia... Sampai akhir hidup ibuku pun, dia selalu menderita!!!!"

Aku menunduk, menyembunyikan wajahku yang pasti menyedihkan, penuh airmata.

Mama Alan menggenggam tanganku, "Kanaya... Boleh Mama dan Papa menjadi orangtuamu? Walau bukan orangtua kandung, tapi kamu sudah menjadi bagian dari keluarga kami."

Aku menatap Mama dan Papa Alan tak percaya, "Aku... Aku... Bolehlah aku? Apa aku berhak menerima kasih sayang?" Tanyaku.

Alan memelukku, "Tentu saja kau boleh, Naya. Aku akan menjadi tempatmu berpulang, saat kau sedih maupun senang, aku akan selalu di sisi mu. Aku ,tidak kami, akan menjadi rumahmu."

Aku menangis haru, "Terimakasih.. Terimakasih..."

--------

"Halo, Kak."

"Ah, Kanaya. Bagaimana kabarmu bersama Alan?" Tanya Kak Ryan dengan nada yang bisa kubilang terdengar bahagia. Aku mengangkat sebelah alisku, sepertinya aku melewatkan sesuatu.

"Tidak pernah sebaik ini. Oh, apa yang terjadi padamu dan Aisha,Kak?" Tanyaku dengan nada menggoda.

"Tidak banyak, aku dan Aisha akan bertunangan."

Aku melebarkan mataku kaget, "KAU DAN AISHA AKAN BERTUNANGAN?!" Ulangku keras.

"Kecilkan suaramu, Kanaya. Kau membuatku malu."

Aku melongo, Kakak yang minim ekspresi itu bisa merasa malu?! Ooh, apa yang Aisha lakukan padamu, Kak?!

"Selamat, Kak! Kapan?!" Tanyaku antusias.

Aku teringat satu hal, wanita jalang itu akan menunangkan kan aku, tapi jika aku menolak, Kak Ryan akan ditunangkan... Aku tidak ingin merusak kebahagiaannya.

"Bulan depan." Jawab Kak Ryan pendek.

Aku tertawa, akhirnya kakakku yang anti wanita bisa jatuh hati juga!

"Apa pria brengsek itu menyetujuinya?" Tanyaku pelan.

Kak Ryan tidak menjawab. "Tidak. Tapi aku dan Aisha akan bertunangan walaupun dia menentangnya."

"Aku mendukungmu, Kak."

"Kau harus mendukungku."

Kami berdua terdiam, merenungkan hidup kami akhir-akhir ini. Akhirnya kami dapat merasakan kebebasan dengan bersekolah di asrama dan bertemu teman dan cinta kami.

"Kak." Panggilku serak.

"Hm?"

"Hari ini aku menceritakan tentang Ibu kepada keluarga Alan. Dan aku menemukan rumahku. Rumahku yang sebenarnya."

"Baguslah."

Lagi-lagi kami terdiam, "Apa kakak sudah menemukan rumah kakak?"

"Ya."

Aku tersenyum, "Baguslah" mengulang ucapnnya.

---To Be Continued---

MD2: Cheerful Princess and Her PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang