apa yang akan kamu lakukan jika kenangan cinta pertama yang menjijikkan, dan pria idaman semasa SMA yang susah payah ingin kamu lupakan itu ternyata adalah orang yang dalam semalam menjadi suamimu??
Jeviano Gabriel Radjasa, membuat Keziana Lucia gil...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Entah sudah berapa kali Rega menghela nafas panjang hari ini. Bukan karena ia memiliki tanggung jawab baru yaitu mengurus segala keperluan Milo beberapa hari terakhir, melainkan kondisi Jeviano yang berantakan itu membuatnya jengah sendiri.
Kamarnya porak poranda, persis seperti kapal pecah. Bukan hanya itu saja, perawakannya juga kacau. Jeviano benar-benar hancur walaupun baru enam hari semenjak Keziana meninggalkan rumah malam itu.
Hubungannya dengan Hendra pun lagi-lagi merenggang. Saat rapat perusahaan kemarin, pria itu masih enggan menatap wajah si bungsu. Rasa kecewa jelas masih membekas di dalam hatinya.
Kelopak mata yang menghitam karena kerap kali mengalami insomnia di malam hari, wajah dingin tanpa ekspresi, tubuh lesu karena jam makan tak teratur, jika Keziana tahu bagaimana kondisinya sekarang, apakah ia akan kembali pulang?
Keziana bahkan tak membalas satupun pesannya semenjak ia keluar dari rumah.
"Lo gak bisa gini terus Jev," Rega memasuki kamar dengan semangkuk bubur ayam di tangannya. "Lo ada niat mau bunuh diri? Seenggaknya habisin makanan lo."
Jeviano tak bergeming. Ia tetap fokus pada beberapa lembar kertas di tangannya, menyibukkan diri dengan pekerjaan yang tersisa.
"Javier bilang bakal ngasi gue susulin Kezia kalo semua kerjaan gue udah selesai," ucapnya kemudian. "TIket ke Lombok buat besok gimana? Udah lo urus kan?"
Dua hari setelah Keziana pulang ke kampung halamannya, Jeviano terbang ke Lombok untuk mengurus rencana pembangunan Villa miliknya. Ia kembali ke Jakarta untuk menghadiri rapat perusahaan, dan besok, ia harus terbang lagi. Jadwalnya begitu padat hingga ia harus membatalkan beberapa photoshoot dan segala kegiatan modellingnya untuk beberapa waktu.
Ia begitu fokus dan profesional di lapangan, namun ketika menyendiri seperti ini, Jeviano terlihat hancur.
"Gue tau lo pengen semua urusan cepet selesai, tapi gak gini caranya," perkataan Rega terdengar penuh penekanan. "Lo gak bisa maksa diri lo kerja terus tanpa istirahat, tanpa makan, lo bisa collapse Jev."
"Tapi kalo gak gini, gue gak bisa ketemu Keziana—"
"Dan biarin Keziana liat lo kayak mayat hidup gini??"
"Biarin," intonasi Jeviano merendah. "Biar dia tau, gimana kacaunya gue gak ada dia. Biar dia tau seberapa pentingnya dia di hidup gue."
"Ah bangsat," Rega melayangkan tinjunya ke udara. Pria itu berkacak pinggang, kemudian mendesah malas ketika melihat Jeviano yang lagi-lagi memegangi kepalanya sendiri.
"Tolonglah, lo harus makan dulu biar bisa minum obat," ah, ini bukan kali pertama Rega memohon. Jeviano benar-benar keras kepala. "Obat vertigo lo masih ada gak?"