Setelah menghabisi zombie itu, Austin memeriksa ke luar. Ia meringis ketika melihat pecahan kaca berserakan dimana-mana. Lelaki itu sedikit melongo keluar, mencoba membaca situasi mereka saat ini. Matanya sedikit menyipit, ada beberapa zombie yang berjalan pelan di seberang.
Bisa dibilang, posisi mereka bagus dan tidak bagus secara bersamaan. Ruangan yang mereka tempati berada di tengah-tengah. Mereka harus berjalan ke kanan, melewati tangga darurat lalu menuju ke atap rumah sakit dan membuat SOS. Atau mereka turun ke bawah, menghadapi zombie-zombie itu.
Austin kembali ke dalam, melepas tirai di brankar kedua. Tentu saja hal itu membuat Kirey bertanya-tanya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Menutup pintu itu," kata Austin.
Walaupun rasanya tidak mungkin, namun ia berharap tindakannya ini meminimalisir zombie-zombie itu masuk kembali ke dalam.
Perkataannya membuat Kirey bangkit dari brankar, ia mengekori Austin ke depan. Langkahnya terhenti ketika melihat kaca pintu itu sudah pecah.
"Tolak pintu ini sedikit lalu selipkan kain di atasnya. Hati-hati, aku akan membantu menariknya dari luar," kata Austin sambil menyerahkan kain itu.
Kirey mempraktekkan perkataan Austin. Tirai sepanjang satu meter setengah itu kini sudah menutupi pintu. Mereka sudah selesai, 'kan? Mengapa Austin belum juga masuk ke dalam?
"Austin?"
Kirey memanggil pria itu. Namun tidak ada sahutan yang terdengar.
"Dok?" Panggilnya sekali lagi.
Tidak ada jawaban.
Kirey menyibak tirai itu perlahan. Ia menoleh ke kiri dan kanan sebelum keluar. Perempuan itu menelan salivanya berat setelah mengetahui Austin tidak ada di luar sini.
Di luar benar-benar gelap dan suasana terasa semakin mencekam seiring waktu berjalan. Kirey berjalan sembari meraba dinding. Jantungnya semakin berdebar ketika mendengar suara langkah kaki.
"Kirey ...."
Sayup-sayup ia mendengar seseorang memanggil namanya. Orang itu lalu menepuk bahunya.
"Hei, ini aku."
Kirey menoleh dan menemukan Austin yang menatapnya dengan seringai. Seragam dokter lelaki itu penuh darah. Geraman Austin membuat perempuan itu berteriak dan—
—terbangun di tempatnya.
Keringat mengucur di dahinya. Ia gelisah dalam tidurnya. Kirey tersentak dari tidurnya, ia melihat Austin di sampingnya. Sontak, perempuan itu langsung merapatkan tubuhnya ke dinding.
Austin mendekat, membuat Kirey menghalangi lelaki itu dengan tangannya.
"Berhenti."
"Hei, kau tak apa?" tanya Austin setelah memberi sedikit jarak di antara mereka.
"K-kau ... tergigit."
Austin mengernyit bingung, kemudian tersadar bahwa gadis itu membicarakan tentang mimpinya.
"Kau tergigit dan hampir menggigitku."
"Tenanglah, kau hanya bermimpi, Kirey. Aku tidak apa-apa disini." Austin menunjukkan tubuhnya yang baik-baik saja.
Kirey baru ingat, bahwa setelah membantu Austin memasang tirai itu, ia langsung pamit untuk tidur lebih dulu. Austin baik-baik saja, namun di dalam mimpinya ... lelaki itu berubah menjadi zombie dan menyerangnya.
"Tidurlah, malam masih panjang."
Dengan muka bantal, Austin kembali ke brankarnya yang berada di seberang. Pria itu merebahkan tubuhnya, mengganjal kepalanya menggunakan lengan.
"Jam berapa ini?"
Austin mulai memejamkan matanya. Kepalanya mulai terasa pening. Kirey yang tiba-tiba mengigau membuat ia terbangun.
"Sebelas malam dan kau mengejutkanku." Gumam Austin sedikit kesal.
"Ma-af." Sesal Kirey.
Austin hanya diam, punggung tegap itu membelakanginya. Mungkin lelaki itu marah padanya. Kirey mendesis kecewa. Ia menatap langit-langit, matanya menerawang jauh—berandai-andai jika ia tidak bekerja hari ini.
Setidaknya, untuk sementara—Kirey tidak perlu merasa was-was setiap waktu. Ia tidak perlu mengkhawatirkan dirinya esok masih hidup atau bahkan sudah menjadi salah satu dari mereka. Kirey memejamkan matanya, bulir bening itu menetes, mengalir di pipinya.
Sejak kapan ia jadi se-mellow ini?
Kirey mengusap air matanya. Dia lelah, dia ingin pulang ke rumah, beristirahat tanpa perlu merasa khawatir seperti ini. Kirey meremas perutnya yang mulai terasa sakit. Bagaimana tidak, terakhir ia hanya memakan roti untuk mengganjal laparnya.
Kau akan makan enak besok, Kirey. Kau harus bersabar perut, hanya sampai besok pagi.
****
Sebenarnya, Austin tidak bisa tidur dari tadi. Ia sedikit kesal dengan Kirey, meskipun mengigau bukan sepenuhnya salah gadis itu. Austin mendengar Kirey terisak di belakangnya. Cengeng, pikirnya.
Austin membalikkan tubuhnya, telentang. Ia menoleh sekilas ke arah Kirey yang sedang terlelap. Austin menahan rasa laparnya dengan mencoba tidur, semuanya sia-sia. Ia tetap terjaga hingga pukul dua.
Baterai handphone-nya tinggal sepuluh persen. Berita para pasien kabur sudah menyebar dimana-mana. Austin sudah meminta pertolongan, namun hingga kini belum ada bantuan yang datang.
Atau mungkin sudah.
Austin bergumam membaca headline berita itu. Terlihat jelas bahwa rumah sakit yang disebutkan adalah tempatnya bekerja.
SEORANG PASIEN DI DUGA MENYERANG PETUGAS KEAMANAN SAAT SEDANG MELAKUKAN PROSES EVAKUASI
Teman korban melihat korban telah tergigit saat berusaha mengeluarkan petugas yang masih disana. Korban juga sempat mengeluh sakit hingga mengalami kejang-kejang beberapa saat.
“Kan selesai kejang-kejang tuh. Lah kok terus tiba-tiba meringik,” kata petugas damkar itu.
“Meringik seperti kikikan atau bagaimana?”
“Ngiikk ... ngiikk. Kurang lebih dia begitu beberapa kali,” ujarnya memberikan saksi. “Temen saya yang lain digigit pas mau nolongin dia. Langsunglah, saya takut. Saya pikir 'ini udah gak beres' ... saya ajak temen saya balik,
Rumah sakit terpaksa kami tinggalkan. Tim saya sepuluh orang, yang tersisa cuma saya dan teman saya ...,
Teman-teman saya yang lain ... tidak bisa kami selamatkan.” Pungkasnya.
Austin menutup berita itu. Sepertinya tidak ada harapan untuknya dan Kirey keluar dengan selamat dari sini. Melihat bagaimana petugas itu memberikan pengakuan di berita, ia jadi sangat yakin bahwa zombie-zombie itu sangat berbahaya.
Ia berusaha optimis, namun semuanya terasa sulit. Virus zombie itu pasti sudah menyerang masyarakat. Mereka mungkin menolong yang terinfeksi dan ya ... mereka juga terkena gigitannya.
Austin harus ambil resiko. Satu-satunya cara mereka keluar dari sini adalah turun ke bawah. Gila memang, namun bagaimana lagi ... Austin harus mengambil sampel itu terlebih dahulu di laboratorium.
Lagipula, mustahil ia keluar tanpa terluka disini.
Besok ... pukul empat pagi, ia akan membangunkan Kirey dan menjelaskan rencananya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUN OUT
Fiksi IlmiahPenyakit flu burung mulai menjangkiti masyarakat satu persatu. Banyaknya unggas yang mati secara bersamaan seperti membuktikan kekhawatiran para dokter. Mereka memperkirakan para pasien akan merasakan dampak yang lebih parah dari sebelumnya. Beberap...