Chapter 03 | Laboratorium

28 6 2
                                    

Austin sudah memikirkan rencana ini matang-matang. Pertama, ia akan berjalan terlebih dahulu, dan disusul oleh Kirey di belakangnya. Mereka berjalan dengan posisi saling membelakangi, melindungi satu sama lain.

Kedua, jika dalam lima belas menit pertama mereka turun tanpa hambatan ... mereka akan langsung ke ruang lab. Austin akan mengambil sampelnya, sementara Kirey akan berjaga-jaga di luar.

Ketiga, naluri bertahan hidup mereka cukup baik. Indra pendengaran dan penciuman mereka sangat tajam. Tapi tidak dengan penglihatan, mereka buta. Dan itu adalah sebuah keuntungan.

Keempat, Austin benci mengatakan ini. Namun mereka harus berpura-pura menjadi zombie.

****

"Hei, bangun." Austin menepuk bahu gadis itu, cukup pelan tapi tetap membuat sang empu terbangun dari tidurnya.

"Apa?" Kirey mengecilkan suara. Ia mengira mereka dalam bahaya sekarang.

"Kita akan keluar dari sini."

Perempuan itu membelalakkan mata, kemudian menggeleng tidak setuju. Kirey merasa Austin ini nekat sekali. Tidak ada senjata ataupun pengaman yang melekat di tubuh, tapi pria ini mau mengambil resiko.

"Kau saja, aku tidak berani melakukannya."

Austin menatap Kirey lekat, memegang bahu itu erat-erat. Ia meyakinkan kembali perempuan itu.

"Kau tau, tidak ada yang menolong kita disini-maksudku," Austin meralat kata-katanya. "—sudah, namun mereka tidak berhasil melakukannya."

"Maksudmu?"

"Mereka berubah, Kireya. Mereka berubah setelah diserang zombie-zombie itu." Matanya meredup seketika. "Tidak tau kapan mereka akan mengirimkan bantuan lagi," ia menjeda ucapannya, mengalihkan pandangan. "Tidak, jika kita yang menolong diri sendiri."

Kirey terdiam, menatap dirinya sendiri lalu menghela napasnya perlahan. Perutnya memang tidak sakit lagi, namun kepalanya amat pusing sekarang. Ekor matanya melirik Austin di seberang brankarnya.

Austin mengoyak sprei, melapisi beberapa kaca yang berada di dekat nakasnya. Kirey mengangkat alisnya, ia baru menyadari pria itu sudah menanggalkan jasnya—menyisakan kemeja yang hanya membalut tubuh pria itu.

"Itu semua?"

"Ya, seperti yang kau lihat." Austin menjawab tanpa mengalihkan pandangan.

"Oke, kalau begitu ... jelaskan rencanamu."

****

Kirey menahan mual ketika Austin mengoleskan darah zombie itu. Ia masih tahan bila baunya tidak selekat ini. Namun, ini di luar jangkauannya. Bau yang tercium bukan lagi anyir, melainkan bau darah yang membusuk—pekat sekali.

Sementara Austin, pria itu telah terbiasa dengan itu semua. Ia mengoleskan seluruh wajahnya suka rela.

Kirey membuka mata. Jika tadi ia menahan napasnya, maka sekarang ia mulai menghirup udara sedikit-sedikit.

"Bagaimana? Apa wajahku sudah terlihat seperti Chris Evans?" tanya Austin yang mulai bercanda.

Pria itu bahkan berpose dua jari dengan senyum yang menampakkan giginya. Gila memang, disaat yang seperti ini ... Austin masih sempat-sempatnya berguyon.

RUN OUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang