"James?"
Austin terperangah melihatnya. Bagaimana bisa James berada disini? James, teman lamanya itu sudah menetap di Bangkok setelah tamat dari bangku menengah.
"Kalian saling mengenal?" tanya lelaki bersenapan itu. Ia mengangguk paham setelah menyadarinya. Pria itu menepuk pundak Austin dan James secara bersamaan. "Reuni teman lama," ucapnya dengan sebuah senyuman di wajah.
"Mari, Nona ... kita biarkan pria-pria ini melepas rindu." Goda lelaki itu dengan kedipan di matanya.
"Kau lihat nanti, Noah! Akan kucincang tubuhmu setelah ini," balas James pada Noah.
Kirey menganggukkan kepalanya pada Austin—memastikan dirinya baik-baik saja bersama Noah. Austin membalas anggukannya, membiarkan perempuan itu bersama Noah. Matanya terus menatap Kirey hingga akhirnya menghilang dibalik pintu.
"Pacarmu, heh?" James menarik sudut bibirnya. Sedari tadi, ia melihat temannya ini terus menatap gadis itu.
"Bukan, rekan kerjaku."
"Kau terlihat khawatir padanya."
Austin menatap James sekilas, lalu mengalihkan pandangannya. "Tentu saja, kami sudah bersama dua hari ini." Austin terdiam, ia tersadar perkataannya sedikit ambigu. Buru-buru ia meralatnya. "Maksudku, sejak zombie-zombie itu menyerang di rumah sakit ... kami saling melindungi. Aku hanya memastikan bahwa dia baik-baik saja disini."
"Begitu, ya?" Ia menahan tawa saat melihat wajah Austin semakin merah di hadapannya. James menepuk pundak itu. "Aku hanya bercanda, ayo masuk."
****
"Namaku Kirey." Kirey tersenyum ramah. Ia memperkenalkan dirinya pada beberapa orang disana. Beberapa di antaranya membalas senyuman itu.
"Jillian." Seorang wanita dengan rambut bob memperkenalkan dirinya. Matanya yang tajam serta rahangnya yang tegas memberi kesan menyeramkan pada wanita itu untuk pertama kalinya.
Jill mendekat ke arah Kirey. Kedua tangannya menyilang di dadanya. Alis cokelatnya terangkat. "Kau seorang dokter?" tanya Jill.
"Bukan. Aku hanya relawan medis di rumah sakit itu," jawab Kirey cepat.
"Kau bisa mengobati?" Jill bertanya lagi.
Kirey merasa aneh dengan pertanyaan Jill. "Tentu, mengapa?" tanya Kirey heran.
Jill dengan cepat membuka celana kargo hitamnya, menyisakan hotpans yang melekat di bagian bawahnya. Kirey terkejut melihat darah yang menembus balutan perban di paha wanita itu.
"Bagaimana dengan ini, kau bisa mengobatinya, 'kan?" Jill membuka perbannya, ia memperlihatkan luka sayatan cukup dalam disana.
Kirey terkejut. "Mengapa bisa seperti itu?"
"Kau jangan banyak bertanya! Bisa atau tidak?" Jill hendak menutup lukanya kembali menggunakan perban yang sama.
"Bisa! Tapi kurasa, aku tidak bisa bekerja sendiri. Ada yang lebih profesional dalam bidang ini. Dia bersamaku disini. Kalau kau mau, aku akan memanggilkannya dan kita akan melakukan operasi disini."
"Lakukan."
****
"Sejak kapan kau disini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RUN OUT
Science FictionPenyakit flu burung mulai menjangkiti masyarakat satu persatu. Banyaknya unggas yang mati secara bersamaan seperti membuktikan kekhawatiran para dokter. Mereka memperkirakan para pasien akan merasakan dampak yang lebih parah dari sebelumnya. Beberap...