Kirey membelalakkan mata. Setelah menyerang Amber habis-habisan, makhluk itu seperti mengeluarkan ringikan; suaranya mengundang teman-temannya yang lain untuk datang. Makhluk itu menatap Kirey seperti santapannya.
"Oh, shit!" Kirey mengumpat lalu mulai berlari mengitari lantai dua. Ia tidak mungkin turun ke bawah, karena mereka sudah pasti memenuhi lantai bawah.
Ujung koridor mulai tampak, seiring dengan kakinya yang melemas. Mereka semakin mendekat, di tengah-tengah keputusasaannya—sepasang tangan menariknya masuk ke dalam ruangan. Kirey membelalakkan matanya, ia hampir berteriak. Namun orang itu langsung membekap mulutnya.
Pria itu langsung mengganjal pintu dengan tongkat besi. Kirey yang masih syok hanya bisa terdiam di tempatnya. Ia melihat makhluk itu meraung-raung di depan pintu.
"Kemarilah," kata pria bermasker hijau itu.
Kirey mendekat secara perlahan. "A-apa yang terjadi sebenarnya? Me-mengapa mereka sem—"
Kirey mengeluarkan segerombolan pertanyaan pada pria itu. Ia masih tidak percaya apa yang baru saja ia lihat sebelumnya—sahabatnya mati di depan matanya sendiri. Dan Kirey, baru saja memperjuangkan hidup dan matinya tadi.
Perkataan Kirey langsung terhenti ketika lelaki itu mengisyaratkan jari telunjuknya di bibir.
"Syuut ...." Pria itu menyerahkan segelas air putih padanya. "Minum," katanya.
Dengan tangan yang masih gemetar, Kirey mengambil air itu. Kirey langsung menenggak air itu cepat dan menyerahkan kembali gelasnya pada lelaki itu. Lega, tentu saja—tapi tidak dengan pertanyaannya yang belum terjawab.
Kirey melihat card holder yang menggantung di leher pria itu.
dr. Austin Benedict Sp.P
Pria itu membuka maskernya. Ia duduk di brankar dan menyilangkan tangannya.
"Apa yang terjadi di luar barusan di luar perkiraan kami." Austin menggelengkan kepalanya, merasa gagal dengan dirinya sendiri.
"Maksudnya, dok?"
"Kau percaya zombie?" Kirey hampir tertawa mendengarnya, tidak masuk akal sama sekali. "Kau baru saja melihatnya," lanjut Austin yang membuat Kirey terdiam.
"Sejak awal ... mereka bukan terjangkit flu. Gejala yang mereka tunjukkan itu hanya kamuflase, sebelum menjadi lebih kuat. Mereka baru saja menghabisi asisten pribadiku dan dua perawat itu kemarin.
Kami sedang mengambil beberapa sampel dari pasien-pasien itu. Dan ya, semua terjadi begitu saja. Satu sampelnya sempat kuselamatkan dan sekarang tersimpan di ruang lab, sisanya dihancurkan oleh makhluk itu."
"Sebenarnya ... mereka itu apa?"
"Zombie, mutan atau semacamnya." Austin mengendikkan bahunya, tidak tau harus menyebut nama apa pada makhluk itu. "Mereka sudah mati sebenarnya. Virus menguasai otak mereka agar terus mencari makanan baru untuk membuat inangnya tetap hidup."
"Maksudmu, dengan memakan manusia begitu?" Tebak Kirey.
"Seperti yang kau lihat," kata Austin.
Kirey terdiam. Kepalanya terlalu pusing memikirkan banyak hal sekarang.
"Sampai kapan?"
Austin menaikkan alisnya. Ia mengerti ke arah mana pertanyaan Kirey itu. Pria itu menghela napas, menyelipkan kedua tangannya ke kantong baju.
"Sampai vaksin telah dibuat."
****
Untuk beberapa saat mereka hanya diam. Baik Kirey maupun Austin tidak ada yang memulai percakapan sedikitpun. Keduanya betah tenggelam dalam lamunan masing-masing. Kirey yang mulai mengkhawatirkan keluarganya dan Austin yang cemas dengan keadaan satu atau dua jam ke depan.

KAMU SEDANG MEMBACA
RUN OUT
Ciencia FicciónPenyakit flu burung mulai menjangkiti masyarakat satu persatu. Banyaknya unggas yang mati secara bersamaan seperti membuktikan kekhawatiran para dokter. Mereka memperkirakan para pasien akan merasakan dampak yang lebih parah dari sebelumnya. Beberap...