“Ya ampun, Mama kangen banget sama kamu!" Arelia tertawa kaku begitu Cahaya memeluknya sembari melompat-lompat kecil. Wanita yang masih terlihat cantik diusianya yang sudah menginjak lima puluh tahun itu masih aktif seperti biasanya. "Alexa udah cerita sama Mama, kok kamu enggak bilang-bilang sih kalau kalian pacaran. Padahal 'kan kalau Mama tau, Mama pasti langsung tumpengan. Duh Mama seneng banget kamu jadi pacar El!"
Hari ini adalah hari minggu dan sesuai rencananya beberapa hari lalu Arelia pergi bertandang ke rumah Axelle. Pada awalnya Arelia sedikit khawatir dengan reaksi Cahaya namun sepertinya apa yang telah dia bayangkan tidak terjadi satu pun. Cahaya masih bersikap sama seperti sebelumnya. Bahkan cenderung lebih heboh. Perempuan itu lalu menggiringnya menuju sofa, membiarkannya duduk bersisian dengan Alexa yang tengah bermain catur bersama sang Papa, Danesh. Axelle mengikuti tepat setelahnya.
"Tapi Axelle enggak ngapa-ngapain kamu 'kan? El enggak maksa kamu?" Berondong Cahaya.
"Ma," sela Axelle yang tak terima dengan pertanyaan Cahaya yang seolah menyudutkannya.
"Kenapa sih, Bang? Mama cuma mau tahu apakah Arelia jadi pacar kamu itu karena sukarela atau paksaan. Lagian Mama tuh curiga kok Arelia mau sama kamu ya, udah nyebelin, dekil, sukanya jawab pertanyaan orang pendek-pendek. Kamu juga delapan tahun lebih tua dari Are. Padahal Arelia itu cantik, baik. Iya 'kan sayang?"
Bukannya kepedean tapi Arelia mengangguk.
"Fuahahaha..." Alexa terbahak keras mendengar perkataan Cahaya yang cenderung menghina putra sulungnya itu. Arelia juga ingin tertawa namun dia masih tahu diri, dia tidak mungkin menertawakan penderitaan orang lain.
Tapi Cahaya hebat juga ya, bagaimana mungkin lelaki setampan itu bisa dikatai dekil? Yah, walau selama ini Axelle memang tidak terlalu suka memakai pakaian yang formal. Laki-laki itu sering kali hanya memakai kaus oblong dengan celana jeans saja. Paling better laki-laki itu akan menambahkan jaket yang kebanyakan berwarna hitam. Tapi tetap saja, Axelle terlalu baik untuk dikatai dekil begitu.
"Jadi Are, gimana kamu bisa menerima Axelle lahir dan batin? Dengan kondisi Axelle yang seperti itu?" Cahaya menunjuk putranya dengan raut tak sudi.
Berdeham untuk menetralkan keinginannya untuk terbahak, Arelia menjawab pertanyaan Cahaya dengan senyuman. "Enggak kok, Ma. Aku jadi pacar Bang El karena mau. Enggak ada paksaan sama sekali."
Bohong.
Padahal jika saja Alexa tidak melakukan siasat kotor di hari ulangtahunnya, di tambah dengan sedikit tekanan dari Axelle, Arelia mana mungkin akan berakhir menjadi kekasih laki-laki itu. Tapi ya sudah lah, Arelia masih memiliki hati nurani untuk tidak membeberkan keburukan anak-anaknya.
Seakan puas mendengar jawabannya, Cahaya langsung terkekeh girang. "Kalau gitu kalian kapan mau rencana nikah?"
"HAH?!" Arelia melotot, hampir melompat mundur saking terkejut. Demi apapun, siapa yang tidak terkejut jika langsung ditanya menikah oleh ibu dari kekasihnya?
Berbeda dengan Arelia yang seolah baru saja melihat penampakan, Axelle malah menegakkan tubuh penuh antusias. "Secepatnya lebih baik, Ma," tegasnya. Dari sorot matanya saja siapa pun bisa melihat seberapa besar kesungguhan laki-laki itu.
"Tau enggak, Bang? Kemarin 'kan Mama datang ke nikahan anak teman Papa dan tema yang mereka ambil itu bagus banget, Mama suka. Vintage gitu, Bang. Gimana kalau pernikahan kalian juga begitu?"
"Ihh, lebih bagus gaya rustic aja, Ma. Lebih simple, cocok buat image-nya Are sama Abang," sahut Alexa menimpali.
"Lebih bagus di hotel aja, Bang. Biar langsung resepsi," timpal Danesh yang membuat Arelia makin terkejut. Bagaimana tidak, selama Arelia berkunjung Danesh itu sangat jarang ikut nimbrung dalam obrolan. Meski keramahan laki-laki itu sama halnya dengan istrinya, tapi tetap saja Arelia 'kan kaget.
"Lebih bagus, nikahan adat tradisional, Nyah. Tetangga saya pake adat." Tiba-tiba Bi Sukmi, sang asisten rumah tangga yang baru selesai menata minuman mencetus begitu saja. Hal yang membuat Arelia semakin ternganga tak percaya. Kenapa rasanya seluruh orang di rumah ini seakan berkolusi padanya ya?
Sebenarnya Arelia sangat-sangat bersyukur kalau keluarga kekasihnya mau menerimanya sebaik itu. Arelia tidak menampik salah satu masalah yang kerap kali menimpa para pasangan adalah dari sisi keluarga. Baik itu ketidaksetujuan ataupun sulitnya menyatukan perbedaan. Dan oleh karena itu, Arelia benar-benar bahagia bisa dihadapkan dengan kehangatan yang begitu mudah dia dapatkan.
Tapi tidak seperti ini juga dong. Arelia bahkan belum memiliki keyakinan yang pasti pada hubungannya bersama Axelle. Dan sekarang dia malah sudah disodorkan perihal pernikahan.
"Hmm, Mama.." sanggah Arelia ragu-ragu.
Cahaya menoleh padanya. "Kenapa? Kamu lebih suka pilihan Mama 'kan? Tuh 'kan Bang, Are juga suka." Dan seluruh keluarga itu kembali mendiskusikan tema pernikahan apa yang nantinya akan mereka usung. Sama sekali menghiraukan Arelia yang hanya bisa duduk terpaku penuh kepasrahan. Sungguh Arelia sudah pusing menghadapi keantusiasan mereka.
"Oh iya, Are besok lusa akan ada acara pertunangan sepupu Alexa. Kamu mau ikut?" Tawar Cahaya setelah mereka memutuskan di hotel mana pernikahan Arelia dan Axelle akan digelar.
Arelia menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Enggak deh Ma..."
"Udah ikut aja, Mama udah pesen kebaya buat kamu biar kita couple-an gitu. Iya kan Al?"
"Iya, Ma," timpal Alexa sembari mengacung tangannya.
Dan seperti sebelumnya Arelia hanya mampu menerbitkan secercah senyuman tanpa bisa bersuara. Pasrah saja deh, yang penting hidupnya terjauh dari drama mertua jahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strawberry Mojito (Open Pre-order)
RomanceApa yang kamu rasakan setelah terbangun di samping seorang laki-laki dengan keadaan hampir tidak memakai apapun? Terlebih saat laki-laki itu adalah kakak dari sahabat mu sendiri! Jelas Arelia hampir gila karenanya. Apalagi semua bermula dari segelas...