15. Belum terlambat untuk berubah pikiran

845 81 2
                                    

Lima belas menit berlalu dan yang Freya lakukan hanyalah diam sambil menatap baju pernikahan yang tergantung apik di lemari pakaian miliknya. Baju pernikahan itu sendiri dikirimkan oleh orang tua Vandra beberapa jam lalu karena pernikahan akan dilaksanakan besok. Tidak ada yang dilakukan oleh perempuan yang kini sedang mengandung tiga bulan itu kecuali bernapas dan berkedip.

Bahkan Hana yang baru saja memasuki kamar sang sahabat, dibuat menghela napas panjang dan berjalan menghampiri Freya dan menepuk bahu perempuan itu lembut. "Frey," panggilnya hingga membuat yang dipanggil, tersadar dari lamunannya.

"Oh, Han." Freya menutup kembali lemari miliknya, kemudian berdiri menghadap sang sahabat. "Dezka udah tidur?"

Bukannya menjawab pertanyaan dari Freya, Hana malah balik bertanya kepada sahabatnya itu. "Lo kenapa lagi sih, Frey?"

Dahi Freya berkerut samar karena pertanyaan yang diajukan oleh Hana. "Gue? Emangnya gue kenapa?"

Hana mendengkus, kesal karena tingkah Freya. Ia membimbing sahabatnya itu untuk duduk di atas tempat tidur. Berniat mengajaknya untuk berbicara empat mata. "Frey," panggil istri dari Juna itu seraya memegang kedua bahu Freya. "Lo nggak lupa, kan, udah berapa kali gue bilang buat jangan ingat-ingat masa lalu lagi?"

Pertanyaan yang diajukan oleh Hana, membuat Freya mengerjap cepat seraya mengigit bibir bawahnya. Matanya ia gerakkan ke sembarang arah, menghindari tatapan serius yang Hana layangkan. Hal itu membuat Hana lagi-lagi mendengkus sambil memejamkan matanya rapat-rapat. Ibu satu anak itu terlihat mengatur napas agar jauh lebih tenang.

"Frey," panggilnya. "Kejadian itu udah lama, Frey. Bukan setahun dua tahun lagi. Udah jadi masa lalu."

Melihat reaksi yang diberikan Freya hanyalah diam tanpa suara, Hana kembali melanjutkan. "Sekarang, tugas lo cuma satu. Lupain. Kalo nggak bisa lupa, seenggaknya tetap terus belajar buat nggak usah ingat-ingat lagi semuanya."

"Nggak bisa, Han." Freya meringis. Perempuan hamil itu menunduk, menghindari tatapan Hana yang kini kedua tangannya masih memegangi bahu Freya. "Mau sekuat apa pun gue coba, lo selalu tahu gimana akhirnya."

Kalau dipikir, Freya akan menangis di hadapan Hana, jawabannya adalah tidak. Setelah Freya tadi, belum ada yang membuka suara kembali. Keduanya sama-sama diam. Larut dalam pikiran masing-masing, sampai Freya kembali bersuara. "Gue nggak mau pake," ujarnya.

Dahi Hana berkerut samar kala mendengarnya. "Apa?" tanya ibu satu anak itu. "Nggak mau pake apa, Frey?"

Freya menatap lemari yang tertutup. Di dalamnya tergantung sebuah gaun pernikahan yang tadi ia pandangi dalam diam sebelum Hana datang memasuki kamar, kemudian berujar, "Gaun. Gue nggak mau pakai gaun itu."

+¿×?+

"Jangan gugup, Bang. Tenang, santai, bentar lagi sah!"

Vandra mendelik kala mendengar perkataan sang adik. Sementara Lingga sendiri, hanya memberikan cengiran bodoh yang membuat lelaki itu tampak seperti anak kecil di mata Vandra.

Keduanya kini berdiri berdampingan, bersama dengan Kandera Bayu Jevinka yang merupakan adik dari Juna dan juga sepupu Vandra. Ketiganya sama-sama mengenakan jas hitam dengan kemeja putih di bagian dalam, juga tak lupa dasi hitam yang serasi dengan sepatu pantofel mengkilap yang mereka kenakan.

Omong-omong, ini adalah hari pernikahan yang dinanti-nantikan oleh Vandra. Dari posisinya berdiri sekarang, Vandra dapat menangkap kehadiran kakek dan neneknya yang terlihat duduk di salah satu meja di antara para tamu yang hadir dengan raut datar. Ia menyunggingkan senyum tipis yang lebih mirip seperti smirk, kala melihat kedua orang tua dari sebelah sang ayah itu.

Terjebak Rayuan Cinta Ayahnya Anakku✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang