12. Bagaimana mungkin?

876 80 3
                                    

Sudah lebih dari sepuluh menit, lima orang yang berada di ruang tamu kediaman Freya itu enggan membuka suara. Kelimanya hanya diam, sesekali saling melirik satu sama lain. Terutama, Vandra dan Freya. Sementara tiga lainnya yang tak lain adalah Nyonya Argantara, Ludra dan tentu saja si bongsor Lingga yang memaksa ikut karena penasaran, malah ikut-ikutan diam.

Namun, Nyonya Argantara kemudian membuka suara, memecah keheningan yang terjadi saat ini. "Kalian berdua, enggak ada yang mau dijelaskan?" tanyanya sambil menatap lurus dua orang yang duduk di hadapannya dengan kepala menunduk.

Omong-omong soal Ludra dan Lingga, keduanya berdiri tepat di samping kanan dan kiri Nyonya Argantara yang sekarang tengah duduk di single sofa. Tanpa harus diteliti lebih dalam lagi, pun, ketiganya sudah mengerti jika sofa yang berada di ruangan ini adalah produk dari Rads-fur. Hal itu malah membuat isi kepala mereka berpikir jauh lebih dalam lagi perihal ada hubungan apakah antara Vandra dan Freya sebenarnya?

Vandra yang lebih dulu mengangkat kepalanya, kemudian menjawab pertanyaan sang ibu dengan raut khawatir. "Um ... seperti yang Mama tahu. Vandra udah---"

"Udah apa?" Nyonya Argantara memotong kalimat sang putra dengan wajah galak. Wanita itu melipat kedua tangan di depan dada. "Mama nggak nyangka ternyata kamu selama ini main kotor di belakang Mama."

Lingga yang berada di samping kanan sang ibu, ikut geleng-geleng sok prihatin. "Lingga juga nggak nyangka lho, Bang," ujarnya yang langsung dihadiahi lirikan tajam dari Nyonya Argantara.

"Nggak begitu, Ma. Vandra cuma---"

"Sebelumnya mohon maaf, ini, Nyonya---um, maksud s-saya Tante." Kali ini, Freya yang memotong kalimat Vandra karena terlalu malas berada di dalam situasi tidak nyaman seperti ini. "Untuk ... kejadian waktu itu, nggak sepenuhnya kesalahan Vandra. Saya juga salah di sini, soalnya malam itu, saya yang ajak Vandra buat minum-minum."

Freya akhirnya menceritakan apa saja yang ia dan Vandra alami di malam panjang beberapa bulan lalu. Itu pun, hanya sebagian yang bisa ia ingat. Tidak banyak memang yang melekat di ingatannya tentang kejadian yang terjadi. Namun, setidaknya Freya berpikir jika penjelasannya dapat dimengerti oleh ibu dari Vandra itu.

".... Jadi begitu, Tante. Kalau saja saya nggak ajak Vandra minum, bahkan sampai saya mabuk, mungkin kejadiannya nggak akan seperti ini." Freya menghela napas panjang, sambil sesekali menggigit bibir bawahnya karena gugup. "Tapi, Tante tenang aja. Saya sudah berjanji sama Vandra, buat enggak minta pertanggungjawaban dalam bentuk apa pun sama dia. Saya---"

"Frey!" Vandra menatap Freya yang duduk di sampingnya dengan tatapan tajam. Suaranya terdengar tegas.

Namun, Freya tentunya tidak mau diam begitu saja. Ia balas menatap Vandra dengan tatapan yang tak kalah tajam. "Untuk semua yang terjadi, saya bisa mengurusnya sendiri. Jadi---"

"Maksudmu, kamu ingin merawat calon cucu saya yang ada di perut kamu sendirian?" tanya Nyonya Argantara dengan dahi berkerut.

Dengan ragu, Freya mengangguk. "I-iya," jawabnya. "Saya nggak akan ambil keuntungan apa pun dari anak Tante. Saya---"

"Saya nggak menyangka kalau ternyata anak saya menghamili perempuan yang begitu egois sepertimu."

Bukan hanya Freya yang terkejut dengan perkataan Nyonya Argantara, tetapi juga Vandra, Lingga dan Ludra yang kini hanya bisa diam dengan kedua mata membulat sempurna. Suasana mendadak hening, beberapa saat setelah ibu dari Vandra dan Lingga itu bersuara. Tidak ada yang berani membuka mulut untuk sekadar menanggapi apa yang wanita itu katakan.

Tanpa empat orang di sana sadari, Freya sebenarnya tengah berusaha keras menahan debar jantungnya yang berdetak tak keruan. Rasanya sangat tidak nyaman hingga rasa takut yang seharusnya tidak perlu datang tiba-tiba saja menguasai dirinya.

Terjebak Rayuan Cinta Ayahnya Anakku✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang