23. Suara yang tak ingin didengar

931 75 0
                                    

"Katanya, toko kue di depan, bakal ngadain grand opening besok malam, Mbak. Makanya ramai begitu. Banyak yang wara-wiri dari tadi."

Dari segala macam usaha yang bisa didirikan, entah kenapa bisa ada orang yang terpikir untuk membuat toko kue tepat di seberang toko yang juga menjual kue seperti miliknya. Freya sampai tidak bisa berpikir lagi, entah karena memang menjual kue di daerah ini lebih strategis atau bagaimana, ia juga tak tahu. Jelasnya, jujur saja Freya merasa terganggu.

Terlebih lagi saat ada plang nama super besar dan terlihat mewah yang berdiri di depan toko itu, tertulis nama toko dan slogan khasnya. Namun, bukan itu yang menjadi bahan cibiran hati kecil Freya, melainkan label yang seolah-olah sedang memancing satu dan lain pihak, ikut tercetak tebal di sana.

"Delicious Cake and Bakery." Yuna membaca nama toko kue baru yang berada di seberang toko tempatnya bekerja, dengan suara cukup besar di depan rekan-rekannya yang lain. Freya juga ada di sana, omong-omong. "Dibuat sepenuh hati oleh pastry chef terkemuka, Rainy Sutedja. Idih, gimana sih, nih orang?"

Gerutuan dari Yuna, berhasil membuat beberapa karyawan toko kue milik Freya, ikut mencibir. Salah satunya ada Kiara yang ikut-ikutan menggerutu. "Nyata banget, ya, kayak menunjukkan seolah-olah 'ini, lho, yang punya tokonya pastry chef terkenal'. Aduh, apaan, sih?"

"Tapi asli, deh. Gue, kok, nggak merasa familiar dengan namanya? Nggak pernah dengar, kok, gue." Salah satu karyawan membuka suara. Perkataannya langsung diangguki oleh yang lain, sementara Freya yang sejak tadi berada dalam perkumpulan julid yang terbentuk tiba-tiba ini, hanya diam saja.

Omong-omong, toko memang sengaja tidak buka hari ini. Hanya kafe saja yang dibuka. Hal itu dikarenakan, Frey's Cake and Bakery sedang menerima banyak pesanan untuk pesta pernikahan seorang anak pejabat yang cukup terpandang sepenjuru kota ini.

Pesanan dikerjakan sejak dini hari tadi, sekitar pukul empat. Untuk progress-nya, sudah berjalan 70 persen. Tinggal menghias, menata dan mengantarkan pesanan saja. Untuk acaranya sendiri akan digelar malam nanti di sebuah ballroom hotel mewah.

"Tapi ya udahlah, ya. Namanya juga orang mau cari pasar." Yuna lagi-lagi berujar. "Iya nggak, Mbak Frey?"

Freya yang sejak tadi diam, hanya memberikan anggukan kecil. "Kita lanjut ngerjain pesanan saja, ya. Pihak katering sudah menghubungi beberapa waktu lalu. Katanya, tiga jam dari sekarang harus sudah diantar."

Hari itu cukup terik di pukul dua belas siang. Freya merasakan jika udara di sekitarnya terasa panas dan membuatnya merasa gerah. Padahal, AC di toko sudah menyala. Mungkin karena sejak pagi menghadap oven, makanya jadi terasa panas begini. Walaupun ia baru datang saat pukul enam pagi tadi, tetapi perempuan hamil itu tetap menjadi yang paling sibuk mengurus ini dan itu. Dia tidak asal ongkang-ongkang kaki saja dan membiarkan karyawannya menyelesaikan semua pesanan.

"Mbak Frey mending istirahat aja dulu, Mbak." Kiara yang tengah menghias cupcake dengan icing sugar, mencoba mengingatkan sang atasan yang sejak pagi tadi sibuk. Padahal, ia sedang mengandung sekarang. "Nanti baby-nya ikutan capek, lho, Mbak. Mana berdiri terus dari tadi."

Freya menoleh. Ia yang semula fokus memberi isian pada macaroon warna-warni buatannya kini mengalihkan tatapannya kepada Kiara. "Tanggung. Tinggal dua loyang lagi, Ki. Dikit, itu."

"Tapi, Mbak---"

"Habis ini istirahat, kok. Tenang aja, kamu." Freya menghela napas pendek. Ia menghargai perhatian yang diberikan oleh sang karyawan, tetapi tidak sekarang ia menurutinya. Toh, pekerjaannya pun tinggal sedikit. Lagi pula, menghias kue bukanlah pekerjaan yang berat, bukan?

Sebenarnya, ia sudah merasa lelah sejak berjam-jam lalu, tetapi sengaja ia tahan. Pikirannya terasa penuh sekarang, terutama perihal adanya toko kue yang berdiri tepat di seberang toko kue miliknya.

Rezeki memang sudah diatur oleh Tuhan, tetapi tidak ada salahnya untuk merasa khawatir, bukan? Ditambah lagi, label 'pastry chef' yang sengaja ditulis besar-besar di plang nama toko, membuat perasaan Freya menjadi tidak menentu begini.

Apakah semua pemilik toko kue harus memiliki gelar pastry chef terlebih dahulu, makanya si pemilik toko harus menekankan hal itu? Jika iya, lalu bagaimana dengan dirinya? Bagaimana jika suatu saat nanti ada oknum-oknum yang mempermasalahkan hal sepele ini?

Selain itu ada hal lain yang cukup mengganggu pikirannya. Nama si pemilik toko kue di seberang pun seolah-olah pernah ia dengar sebelumnya. Seperti sesuatu yang familiar, tetapi terlupakan begitu saja entah karena alasan apa. Apakah seorang Rainy Sutedja memang seterkenal itu?

Memikirkan semuanya membuat kepala Freya terasa hampir meledak. Memang terkesan berlebihan, tetapi bagi Freya yang mudah terpikir oleh sesuatu yang tidak penting, tentunya hal seperti ini tak bisa dianggap sepele. Ia butuh refreshing, dalam bentuk apa pun itu. Maka, setelah menyelesaikan macaroon-nya yang terakhir, Freya langsung pamit ke ruangannya karena lelah.

Pinggangnya terasa sakit dan hampir patah rasanya. Ia memilih merebahkan tubuh di atas sofa, tempatnya biasa menerima tamu yang---mana tahu---berkunjung ke toko kue miliknya. Dihirupnya napas sedalam yang ia bisa, lalu diembuskan perlahan. Freya mengulangnya beberapa kali sampai merasa jika perasaanya menjadi lebih baik.

Tanpa sadar, Freya tertidur dan baru terbangun beberapa menit sebelum pesanan kue-kuenya akan diantar ke lokasi pemesanan. Tubuhnya yang lelah, dipaksa bangkit. Menyapa para karyawan dan bertanya apakah semua pekerjaan sudah beres atau belum? Setelah para karyawannya mengatakan semua pekerjaan telah selesai, barulah mereka bersiap untuk mengirim pesanan.

Sebuah wedding cake tiga susun, sepuluh kotak berukuran besar yang berisi macaroon warna-warni dan lima box besar cupcakes siap diantar. Untuk pengantaran kali ini, Freya memilih menyewa mobil box, sebab tokonya hanya memiliki mobil sedan biasa yang tentunya tidak akan muat digunakan untuk mengantarkan pesanan hari ini.

Freya mengamanatkan Yuna, Kiara dan dua karyawannya yang lain untuk mengantarkan pesanan, sementara ia berencana menyusul menggunakan motor matic miliknya nanti, setelah berkemas-kemas.

"Tolong hati-hati bawa mobilnya ya, Mas. Pastikan wedding cake-nya aman sampai tujuan. Saya nggak mau ada kesalahan apa pun." Freya berpesan kepada sopir yang bertugas mengantarkan pesanan. Ia agak was-was sebenarnya, soal kue tiga tingkat yang sudah dikerjakan dengan kehati-hatian ekstra itu. Takut-takut jika di jalan nanti, kue itu tumbang atau bagaimana. Makanya Freya lumayan cerewet untuk ini.

"Tenang aja, Mbak." Yuna menyahut, saat sang sopir hanya mengangguk dan berkata 'siap'. "Aku sama Kak Kia bakal pastiin kalau semua kue-kue kita aman."

"Kalau nggak aman, gajimu saya potong, ya, Yun?" canda Freya, membuat Yuna cengar-cengir tak nyaman.

Sebelum gadis itu kembali berceloteh macam-macam, Freya memilih kembali memberikan pesan kepada para karyawannya itu. "Kalau pihak pemesan suka sama kue-kue kita, nanti saya kasih bonus buat kalian."

Ucapan Freya tadi, membuat para karyawannya bersorak kegirangan. Kalau untuk urusan bonus, Freya memang tak pernah main-main. Walaupun ia lebih sering mengancam 'potong gaji' kepada para karyawannya, tetapi tentu saja 'bonus' yang dijanjikan oleh sang atasan patut ditunggu-tunggu.

Intinya, Freya itu tipe atasan yang tak segan memberi hadiah untuk sebuah pencapaian dan juga memberikan hukuman berupa pemotongan gaji, ketika karyawannya membuat kesalahan.

Setelah mobil box khusus yang membawa pesanan berangkat, beserta empat orang karyawannya, Freya memilih untuk kembali ke dalam toko. Dia dan beberapa karyawan yang ditinggal, berniat membereskan semua kekacauan sisa membuat pesanan tadi.

Namun, baru saja Freya hendak membuka pintu toko, sebuah suara yang seharusnya tak lagi pernah ia dengar lagi, kini memasuki gendang telinganya.

"Rissa? Ini benar-benar kamu, ya?"

Tubuhnya mendadak kaku dan keringat dingin tiba-tiba saja muncul di sekitar dahinya. Boleh tidak, kalau Freya berharap panggilan itu bukan untuknya?

+¿×?+
R

epub: 280123

Terjebak Rayuan Cinta Ayahnya Anakku✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang