17. Rumah baru dan isinya

932 80 0
                                    

Vandra rupanya benar-benar menepati perkataannya. Saat ia menyanggupi syarat dan ketentuan yang Freya berikan sebelum perempuan itu mengiyakan ajakannya untuk menikah.

Di tangan Freya sekarang, ada sebuah berkas berisi surat-surat kepemilikan tanah beserta rumah yang sekarang keduanya tempati. Atas nama dirinya sendiri. Selain itu juga, ketika Freya memutuskan untuk mengelilingi rumah barunya itu, seketika ia dibuat kagum dengan isinya. Bagaimana tidak? Vandra ternyata benar-benar serius menyanggupi permintaannya.

Rumah baru atas namanya, lengkap dengan beragam furniture dengan brand Rads-fur yang memenuhi seisi rumah. Gila. Satu kata yang pertama kali Freya ucapkan sesaat setelah memasuki rumah dan memindai isinya.

"Btw, karena lo nggak ngasih kriteria mau rumah yang kayak gimana, jadi ... sori, ya, kalau misalnya rumah ini nggak sesuai sama apa maunya lo." Vandra berucap dengan nama menyesal, sementara Freya yang kini berdiri di samping lelaki itu, hanya bisa terdiam dengan jantung berdebar karena takjub.

Tidak sesuai dengan keinginan Freya, katanya? Sumpah, Freya sama sekali tidak pernah tahu terbuat dari apa Vandra ini. Apakah lelaki itu tidak mencari tahu latar belakang Freya terlebih dahulu sebelum benar-benar menikahinya, lalu memberikan rumah secara cuma-cuma begini hanya atas dasar tanggung jawab?

Freya juga heran. Kenapa orang tua Vandra sama sekali tidak bertanya di mana keluarga Freya berada? Atau minimal bertanya dari mana perempuan itu berasal dan segala macam bibit dan bobot yang biasanya diperhitungkan sebelum melakukan pernikahan. Sementara yang dilakukan kedua orang tua Vandra? Tidak. Mereka tidak pernah bertanya tentang keluarga Freya sama sekali.

Kalau ditanya apakah Freya bingung atau tidak? Jawabannya sudah pasti iya. Dia bingung, tetapi perempuan itu lebih memilih bersikap bodoh amat. Toh, kalau mereka memang tidak ingin mencari tahu perihal keluarganya, itu sudah bukan menjadi urusan Freya. Kalau boleh, ia juga tidak mau mengungkit-ungkit tentang 'keluarga' di depan Vandra beserta Tuan dan Nyonya Argantara.

"Frey, kalo ada yang lo nggak suka, atau kurang, gitu, misalnya. Lo tinggal bilang aja, ya." Perkataan dari Vandra, seketika membuat Freya menghentikan aksi diam sambil memperhatikan seisi rumah yang sejak tadi ia lakukan. Diam dalam artian tidak bersuara. Jadi, yang perempuan itu lakukan hanyalah memindai seisi 'tempat tinggal baru' sambil mengaguminya.

"Ah iya." Vandra kembali bersuara. "Buat isi dapur, gue udah beli beberapa perlengkapan juga. Selain barang-barang utama kayak kompor dan lain-lain gitu, di sana juga ada oven dan ... intinya sih, semua barang yang lo butuhin buat bikin kue, mungkin?"

Kali ini, Freya merespons dengan dahi berkerut. "Kenapa?" tanyanya.

Vandra membalas tatapannya dengan tatapan bingung. "Apanya?"

"Um, ya ... itu. 'Barang-barang yang dibutuhkan buat bikin kue' yang lo maksud." Freya menggigit bibir bawahnya. "Kan, gue kalo bikin kue bukan di rumah. Di toko, kan, bisa. Jadi, nggak perlu---"

"Wait. Memangnya lo nggak mau, gitu, misalnya kalo tiba-tiba gue ulang tahun, terus lo kepikiran buat bikinin cake buat surprise?"

Freya mendesis. "Nggak ada ulang tahun yang tiba-tiba," celetuk Freya dengan wajah sebal. Kedua tangan ia lipat di depan dada. "But, makasih, ya?"

"Buat?"

"Cukup bilang sama-sama atau apa pun. Jangan banyak tanya!" Freya memberikan tatapan galak, membuat Vandra otomatis tertawa melihatnya. Lelaki yang hari ini memakai kacamatnya itu kemudian mengangkat kedua tangan ke udara.

"Oke-oke. Iya, sama-sama." Begitu yang Vandra katakan. Entah kenapa, dari jarak keduanya yang tidak sampai dua meter itu, Vandra dapat melihat jika Freya terlihat menyunggingkan senyum tipis. Manis, ujar Vandra dalam benak, tanpa ia sadari.

Terjebak Rayuan Cinta Ayahnya Anakku✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang