Entah bagaimana awalnya, kini Suzu lagi-lagi berada di dalam mobil Namjoon. Duduk tepat disebelah jok kemudi dengan perasaan tak enak. Ia mengintip keluar jendela mencoba memastikan apakah Namjoon masih lama membeli rokok di seberang jalan sana, ia mendapati Namjoon yang ternyata sudah hampir menyebrangi jalan menuju mobilnya.
Suzu merapikan posisi duduknya sebelum Namjoon membuka pintu dan masuk. Pria itu tersenyum, "Lama ya?"
Suzu tersenyum canggung sembari menggeleng, "Sama sekali tidak pak," kemudian ia terdiam sejenak, sementara Namjoon mulai menyalakan sebatang rokoknya, menghirup dalam dan menghembuskannya bebas. Ia mengarahkan kotak rokok pada sekretarisnya itu, "Mau merokok juga?"
Tentu yang ditawari menolak cepat.
"Bapak jangan keseringan merokok. Apa lagi melepas asap rokok di tempat tertutup seperti ini," Suzu tiba-tiba menyahut tanpa sadar.
Namjoon tertawa, "Kamu sama seperti Soeun. Selalu mengomel kalau saya sedang merokok."
Suzu total mengkerutkan alis, "Siapa pak?"
Hembusan asap rokok kembali dikeluarkan, "Ada. Kamu tidak perlu tahu."
"Maaf."
"Maaf-maaf terus, saya lelah dengarnya."
Suzu membuang wajah. Rasanya ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama bosnya itu ketimbang memiliki waktu bekerja sendiri. Bukannya apa, tapi Suzu tidak berani untuk menolak sementara bosnya itu makin hari makin aneh-aneh saja perintahnya.
Coba bayangkan. Awalnya dia bekerja hanya sebagai sekretaris Namjoon, namun akhir-akhir ini rasanya semakin kental. Mulai dari banyaknya perintah yang siapapun sadari bersifat posesif, sering keluar untuk makan bersama, dan banyak kegiatan lainnya yang selalu menyeret mereka berdua.
Jujur saja. Suzu masih kepikiran dan tidak berani lebih jauh. Tapi tindakan Namjoon selalu berhasil membuatnya merasa terjaga dan terbawa perasaan membuatnya terkadang ingin egois.
Dan sekarang ini dia harus berani menolak.
"Hm, pak?"
Panggilnya dibalas deheman oleh Namjoon yang mulai kembali mengendarai mobilnya.
"Tidak perlu repot antar saya pulang setiap hari pak."
"Kamu tidak suka ya?"
"Bukan begitu pak. Justru saya berterima kasih, tapi saya bisa sendiri. Lagi pula, hari ini saya harus membeli bahan makanan saya di dapur," Suzu tertawa canggung, "saya tidak apa-apa turun di halte berikutnya."
"Kalau begitu saya temani kamu berbelanja."
"Tapi pak saya akan lama, saya tidak enak."
"Tidak ada penolakan!"
.
.
Soeun tersenyum senang tepat setelah sebuah notif diikuti gelembung pesan yang langsung terpampang di layar ponselnya.
"Aku sedang berbelanja di supermarket. Ada sesuatu yang ingin di beli?"
Bagaimana tidak, ternyata pesan dari suami tercintanya yang seharian ini tidak mengabari kesehariannya di kantor.
"Cepat balas."
Pesan kedua kembali dikirim membuat Soeun siaga. Sebenarnya dia sudah membeli beberapa bakan makanan saat ke minimatket bersama Taehyung siang tadi. Tapi tidak apa-apa sedikit menyetok beberapa, mumpung Namjoon mulai jarang memberinya tawaran seperti sekarang.
"Aku telepon saja ya?"
"Jangan telepon. Sudah, balas saja."
Soeun kembali melihat seisi dapurnya, mencoba melihat apa ada yang akan ia titip pada suaminya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
AMORIS
DragosteRasa sakit tentu akan selalu menyertai. Pikiran pun bingung dan kehilangan arah hingga ujungnya mencapai ketidakmampuan. Mulai : 03/01/22