"Memangnya siapa kamu?!! Kenapa kamu mencampuri urusan pribadi ku?!!"
Deg...
Bukan hanya Jazmi dan Yudan, tapi Ardan sendiri pun merasa sangat terkejut setelah mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Dia reflek menampar bibirnya sendiri saat matanya menangkap kekecewaan dalam ekspresi Yudan.
"Tidak..." Dengan ekspresi menyesal, Ardan mencoba untuk memperbaiki kesalahannya pada Yudan. "Maafkan aku... Aku tidak bermaksud,,,_" namun kata-katanya langsung terpotong ketika Yudan mulai membuka mulutnya.
"Aku memang bukan siapa-siapa bagimu, Ardan. Kita tidak memiliki hubungan apapun selain pelatih dan anak didiknya. Tapi kamu sudah ku anggap seperti seorang adik bagiku. Meskipun menurut mu caraku ini salah, tapi inilah bentuk keperdulian ku padamu. Jadi suka ataupun tidak, aku akan tetap memberi tahu Taavi tentang kebenaran hubungan kalian di masa lalu. Karena aku yakin, cara inilah yang paling tepat untuk menstimulasi ingatan Taavi."
Awalnya Ardan merasa terharu sekaligus bersalah saat mendengar rangkaian kalimat Yudan yang pertama. Tapi begitu dia mendengar kalimat lanjutannya, Ardan kembali meradang.
"Kenapa kau ingin mempersulit posisi ku, Yudan?!! Aku juga ingin Taavi mengingat hubungan kita yang dulu, tapi tidak dengan cara seperti ini!! Karena cara yang akan kau gunakan terlalu berbahaya untuknya!! Tolong mengertilah aku!! Biarkan aku mengatasi masalah ini sendiri!!"
"Sayangnya aku tidak percaya padamu, Ardan... Hatimu terlalu lemah. Aku yakin kamu tidak akan pernah mau memberi tahu Taavi tentang hal itu, jika bukan karena terpaksa."
"Kenapa kau berkata begitu?!!"
Meski tak sekalipun Yudan meninggikan suaranya. Tapi nada bicara Ardan masih terdengar kasar. Saat ini dia terlalu emosi untuk sekedar mengubah cara bicaranya.
"Karena aku pelatihmu! Aku tahu lebih baik tentang dirimu daripada kau sendiri! Aku! Yang sudah mengawasi mu selama lebih dari dua tahun ini! Apa kau meragukan penilaian ku?"
Deg...
Ardan sangat sadar kalau dia tidak memiliki kesempatan untuk menyanggah argumen Yudan. Memang benar, jika dibandingkan dengan dirinya sendiri, Yudan jauh lebih mengenalnya.
Tapi meski begitu, dia tetap khawatir pada Taavi jika Yudan memaksa Taavi supaya mengingat masa lalu mereka. Karena mau bagaimanapun, Taavi hanyalah manusia biasa.
Bagaimana jika kenangan mereka berdampak buruk pada kesehatan mental Taavi saat ini? Apakah Taavi yang sekarang kuat menghadapi kenyataan pahit di masa lalu mereka? Bagaimana jika ternyata tubuh nya yang menolak mengingat kenangan itu karena semuanya terlalu menyakitkan?
Dan masih ada banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang muncul dalam benak Ardan tentang Taavi dan juga kenangan mereka.
Intinya, dia tidak berani mengambil resiko mencelakai Taavi, hanya demi sesuatu yang belum pasti.
Tiba-tiba Yudan tersenyum lembut saat melihat kebimbangan di wajah Ardan. Dia berjalan mendekati Ardan dan menariknya kedalam pelukan.
"Kau terlalu banyak berpikir, Ardan. Siapa yang mengajarimu begini? padahal Ardan yang ku kenal, hanyalah bocah nakal yang suka membuatku kesal. Dia tidak akan mau memikirkan hal-hal yang terlalu rumit seperti ini. Meski harus ku akui, kalau sikap keras kepala mu yang lebih suka mengorbankan dirinya demi orang lain, masih tetap sama seperti biasanya."
Dia berbicara sambil menaik turunkan tangannya dari atas pucuk kepala Ardan sampai ke punggungnya mengikuti panjangnya rambut hitam Ardan.
"Apa kamu tidak sadar? Sebenarnya dengan kamu terjebak didalam rumah ini bersama Taavi, itu sudah cukup membuktikan kalau alam sendiri lah yang menginginkan semuanya berjalan seperti itu. Mau kamu menerimanya atau tidak, seperti kamu yang tiba-tiba mengingatnya, mungkin sudah waktunya juga bagi Taavi untuk mengetahui kebenaran ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
If I Ruled The World (End)
FanfictionSETIAP KALI BACA, JANGAN LUPA VOTING YA 😌 Hanya cerita tentang imajinasi lokal ku tentang TaeJin yang berbeda dunia namun saling jatuh cinta. Di Book ini aku mau coba berfantasi. Meski begitu jangan pernah mengharapkan sesuatu yang wow dari cerita...