Ella merogoh-rogoh tangannya ke dalam tas untuk mencari topi. Upacara akan dimulai 5 menit lagi, sedangkan ia sebagai peserta MOS wajib membawa topi untuk dipakai selama dan setelah upacara. Ella ingat telah membawa topi itu keluar rumah. Sayangnya, topi itu ketinggalan di mobil bel hendak berbunyi.
'Aduh, kok pake acara ketinggalan segala sih.' Ella sudah berkeringat dingin takut akan dimarahin kakak pembimbingnya, karena kemarin sudah diingatkan di grup chat dan ia jelas-jelas sudah membaca.
Dari kejauhan, Mara dapat melihat wajah panik Ella. Ia melihat sekeliling, deretan murid kelas sepuluh sudah berjajar rapi sesuai kelompoknya, hanya Mara dan Ella yang masih berada di area tumpukan tas. Mara melepas topinya dan memasukkan kembali ke dalam tas.
Upacara segera dimulai, Mara dan Ella masuk ke kelompoknya masing-masing. Mara memperhatikan seluruh barisan upacara, terutama kelas 11 dan 12.
Beberapa dari mereka ada yang melirik dan berkomentar tentang betapa cantik atau gantengnya adik kelas mereka yang baru. Mara tidak peduli hal itu, yang ia takjubkan adalah SMA Nusaraja memiliki murid-murid yang cukup disiplin. Terlepas dibalik semua itu ada para pembuli, pembuat onar, tukang bolos, berandalan, dan lain-lain, ketika upacara berlangsung mereka memakai atribut lengkap dengan baju yang rapi.
Upacara telah selesai, siswa siswi kelas 11 dan 12 kembali ke kelas, sedangkan kelas 10 tetap di lapangan. Salah satu anggota paskibra yang menjabat sebagai ketua OSIS, berdiri di depan barisan kelas 10.
"Yang tidak memakai atribut lengkap, silahkan berdiri di samping saya."
Ella menghela napas pasrah dan keluar dari barisan, Mara pun ikut berjalan maju ke depan.
"Kenapa tidak membawa topi?" tanya kakak kelas itu pada Ella.
"Eehh.. lupa kak..." jawab Ella lirih sambil menunduk, pupil matanya menangkap kaki yang berdiri di sampingnya. Ella melihat ke samping, kepada seseorang yang tidak memiliki raut penyesalan sama sekali, dalam hati ia menghela napas lega karena tidak dihukum sendirian.
"Saya tidak menerima alasan kalian, silahkan ke kakak yang di sebelah sana untuk PBB 20 menit." Telapak tangan kakak kelas itu mengarah pada kakak kelas lain yang berdiri di wilayah yang banyak terkena matahari.
Ella tercengang dalam hati, karena benci berpanas-panasan. Mau tak mau mereka berdua berjalan ke arah kakak kelas yang ditunjuk.
Setelah 20 menit lebih dihukum latihan bari berbaris, mereka kembali ke kelompok masing-masing untuk melaksanakan permainan.
MOS selesai tepat jam 12 siang, Mara yang kehausan segera menghampiri area tas. 'Oh iya, tadi kan aku nggak bawa minum. Hahh.. yaudahlah nanti beli di kantin saja.' ia mendongak ketika ada yang menyodorkan sebotol minum di depannya.
"Makasih, buat kamu aja." Mara menolak dengan senyuman.
"Minum aja dulu buat hilangin dahaga, terus kita jajan ke kantin yuk!" ajak Ella semakin mendekatkan botol minum ke pipi Mara.
Akhirnya Mara tidak menolak, karena tenggorokannya sudah tidak bersahabat. "Makasih." ia memberikan kembali botol itu setelah meminum beberapa teguk.
Ella menerima kembali botol itu, kain bewarna abu-abu putih di dalam tas Mara menyita perhatiannya. "Itu kau bawa topi?"
"Iya?" Mara pura-pura baru tahu sambil membuka kembali tasnya. "Oh aku nggak notice, biarin deh, udah selesai juga. Ayo ke kantin." ia menutup zipper-nya. Sejak saat itu Ella memiliki tekad untuk berteman lebih dekat dengan Mara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Knife
Novela JuvenilDibalik wajah ramahnya, ia menyimpan kepedihan. Dibalik punggungnya, ia menyimpan pisau kebencian. Berawal dari pertemuan dua insan yang cukup unik hingga menaruh hati diantara mereka. Mara tidak bisa mengelak rasa sukanya pada lelaki beraroma min...