Part 11: Please..

2 0 0
                                    

Ada perasaan lega di hati Daran setelah mendengar cerita Ella, walau di sisi lain ia juga bingung manakah fakta yang benar. 

Dengan yakin Mara mengatakan kalau lelaki kemarin adalah pacarnya, tetapi tadi siang Ella bercerita kalau Arsen hanya temannya.

Daran pun memutuskan untuk mencari tahu sendiri. 

Hipotesisnya adalah kalau lelaki itu pacarnya, maka ia akan menjemput ceweknya setiap hari. Namun, dua hari setelah Daran menginap di rumah Mara, mobil yang menjemput Mara kembali seperti sedia kala. Itulah mobil milik Xander.

Selama PDKT ke Mara, Daran memiliki kebiasaan untuk memastikan Mara pulang terlebih dulu, baru dirinya yang tancap gas. Akan tetapi, hari ini Mara terlihat menunggu jemputan di depan gerbang sambil bermain handphone.

Daran dan Tyler yang baru selesai piket, menatap punggung kecil itu dengan raut bertanya-tanya.

"Dia belum dijemput?" tanya Tyler.

"Sepertinya iya." jawab Daran.

"Aku hari ini bawa motor." lanjut Tyler. Daran berpikir sejenak. Setelah itu menutup mulutnya, karena terkejut dapat menangkap maksud Tyler dengan cepat.

"Thanks bro." Daran memberi tos dan mengenggam tangan Tyler.

"No prob, yang katanya nggak suka." goda Tyler.

"Ck, diam." Daran menghempaskan tangan Tyler

"Jadi kesimpulannya, sekarang suka apa nggak?"

"Nggak tau nggak tau, udah sana keparkiran motor." Daran mendorong Tyler menjauh, lalu ia pergi berlari menuju parkiran mobil.

Tin tin

Suara klakson mobil di depannya menarik perhatian Mara.

"Kursi sampingku dingin." kata Daran usai menurunkan jendela mobil.

Tak menunggu lama, Mara menelpon Xander lagi.

"Xander, kau sengaja ya?"

"Sengaja apa nona? Maafkan saya, saya ot--  iya saya sengaja."

"MANA YANG BENER?" Mara kesal mendengar jeda dari perkataan Xander.

"Yang bener saya masih ada pekerjaan, nona. Selesai jam 6."

"Bohong."

"Mohon maaf, nona. Saya dipanggil Pak Ares."

Sambungan terputus sepihak. Xander tersenyum memandang Hp-nya di mobil, "biarin dulu deh hari ini." ia tebakannya tidak meleset.

"Xander, XANDER! Si bodoh dimatiin." Mara menatap Hp-nya kesal.

"Gimana kak?"

Mara menatap sinis Daran, "aku bisa naik ojol."

"Kau lihat langitnya? Udah senja, sekarang nggak ada ojol, udah pulang semua." jelas Daran

Mara yang tidak pernah pesan ojol, karena selalu dijemput Xander, jadi ragu dengan keputusannya. Anggap saja ia terlalu polos dan kampungan.

'Mana ada kayak gitu, sampai malam pun harusnya masih ada.'

"Bohong."

"Iya loh, aku benar, rill ini. Kalaupun ada, kamu mau nunggu driver sampe jam 6? Bukannya kau selalu ada 'urusan' sepulang sekolah?" Daran keluar dari mobil, lalu menuju pintu kursi samping kemudi.

Mara mendengus sebal, "yaudah, hari ini aja." ia malah berjalan ke pintu tengah.

"Aku membuka pintu ini, nona. Tanganku pegal."

Behind the KnifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang