Part 25: Cinta itu buta

1 0 0
                                    

"Yah.. begitulah ceritanya, aku tidak akan bersekolah di SMA Nusaraja kalau bukan karena Pak Ares. Btw, Arsen yang kau temui waktu itu adalah anaknya." Mara mengakhiri ceritanya, ia hampir menangis karena merindukan ibunya. 

Perasaan Daran campur aduk setelah mendengar penuturan panjang lebar dari Mara, ia tidak tahu kalau ada orang yang memiliki masa lalu kelam seperti itu di dunia ini. 

"Seperti yang kau lihat, aku dilatih untuk menjadi pembunuh bayaran. Dari sini, terserahmu kalau kau mau mening--"

Perkataan Mara terpotong saat Daran merengkuh dalam pelukan yang erat. "Siapapun dirimu dan sekeras apapun kau memintaku menjauh, aku nggak akan pernah bisa." 

Mara mendorong Daran untuk melepas pelukannya, "aku pembunuh bayaran, pem bu nuh. Kau pernah menuduhku membunuh Deka kakak kelas kita. Ya kau benar, aku membunuhnya." 

Daran memastikan pendengarannya sejenak, kemudian kembali memeluk Mara. "Makasih banyak udah ngasih tahu aku, makasih udah percaya sama aku, makasih juga udah bertahan. Kamu beda, kau melakukan itu karena suatu alasan." 

"Tapi aku pelaku kriminal, bodoh." 

"Iya iya tahu, emang kamu mau kita pisah? Nggak kan? Yaudah." Daran lelah berdebat tangannya bergerak untuk mengusap punggung Mara. 

Mara balik membalas pelukan Daran. "Udah." ia melepas pelukannya. 

"Loh... mau lagi, say-- ADUDUDUH!" Mara mencubit pipi Daran dengan keras. 

"Siapa itu?" tanya Mara saat ekor matanya menangkap pigura foto kecil di atas meja belajarnya Daran. 

"Oh kakakku, mau lihat? Dia udah nggak ada." Daran berdiri untuk mengambil foto tersebut. Setelah itu memberikannya pada Mara agar ia bisa melihatnya lebih jelas. 

Mara menatap foto dua anak SD yang saling merangkul, kini matanya berfokus pada lelaki yang lebih tinggi dari Daran. 'Ini yang namanya Deva?' ia teringat cerita bundanya Daran beberapa jam yang lalu. 

"Kenapa kau fokus sekali? Dia lebih ganteng dari aku ya?"

"K-Kenapa dia meninggal?" 

"Kecelakaan ditabrak mobil." 

'Seperti familiar...' Mata Mara terbelalak saat dirinya mengingat kejadian dua tahun lalu. Potongan-potongan kejadian yang ia pendam jauh di dalam hatinya kini terkuak kembali di otaknya, visualisasi peristiwa itu muncul dalam ingatannya seketika membuat tangan Mara tremor gugup. 

"Mara?" panggil Daran khawatir. 

"Ah! Aku baru ingat ada janji dengan Pak Ares." Kata Mara sambil memberikan foto tersebut. 

"Oh oke, aku antar ke perusahaannya. Apa namanya?" Daran ikut bangkit berdiri. 

"Oh nggak, kau nggak boleh tahu. Maaf, tapi antarkan aku di rumah aja ya, Xander sudah disana." jelas Mara dengan senyum terpaksa. 


-


"Aku akan mengantarmu sampai penth--"

Mara menghentikan pergerakan Daran yang hendak melepas seatbelt, "nggak usah, aku sendiri aja, ribet. Makasih ya, Daran." 

Daran mencengkal tangan Mara ketika dia hendak membuka pintu. "Kau nggak papa? Kok buru-buru banget? Nggak kayak biasanya." 

"Urusan urgent dengan Xander, aku akan memberi tahumu besok kalau nggak lupa." Mara memberikan alasan. 

Daran menghela napas pasrah, mau dilihat dari sisi manapun Mara terlihat suspicious sekarang. "Hati-hati.." ucapnya. 

Behind the KnifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang