Ella dapat merasakan aura kekesalan dipancarkan Mara. Ia menopang dagu sembari memperhatikan Mara yang fokus meredakan amarah dengan mata tertutup.
"Siapa sih nama cowok yang jahilin kau setiap hari?" tanya Ella yang selalu mengikuti Mara ke manapun ia melangkah. Mara sudah berusaha menjauhinya, tetapi Ella pantang menyerah.
Mara membuka matanya, "Kalau aku ngasih tau namanya, kau bakal pergi? terutama pindah bangku?" ia ingat banget kalau yang duduk di depannya seharusnya cowok tinggi bernama Rio, sedangkan Ella duduk tiga bangku di depan Mara.
"Nggak mau, toh Rio minus, kasian kalau duduk di belakang. Ayo cepat! Kasih tau siapa cowok itu?"
"Nggak, cari tahu aja sendiri." Mara bangkit dari kursinya.
"Kemana?" tanya Ella sedikit mendongakkan kepalanya. Mara tidak menjawab, pura-pura budeg agar Ella bertambah kesal sehingga menambah jarak di antara mereka berdua.
"Toilet ya!? IKUT!" lanjutnya menghancurkan eskpetasi Mara.
"Nggak, jangan harap." Mara menahan kepala Ella agar kembali duduk di kursi.
"Duh.." Ella cemberut kesal. Mara berjalan ke meja ketua kelas karena lima menit lagi guru masuk ke kelas, tetapi ia ingin buang air kecil dan cuci muka.
Tidak lama kemudian, Mara kembali ke kelas, terlihat Pak Fatah mulai menjelaskan tentang konfigurasi elektron di papan tulis.
Puluhan menit berlalu, bel pergantian pelajaran berbunyi. Sebelum meninggalkan kelas, Pak Fatah berkata. "Agar hubungan antar teman sekelas semakin rekat, bapak berikan tugas kelompok masing-masing 2 orang. Lihat di halaman 36, kumpulkan bulan depan. Jangan sampai ada yang tidak kebagian kelompok."
Belum selesai Pak Fatah mengucapkan salam, Ella sudah berbalik badan dengan senyuman secerah matahari.
"Sekarang katakan, kau sekelompok sama siapa?" Tanya Ella tidak langsung ke inti pembicaraan. Mara tahu pasti akal busuknya.
"Ehh.." Mara melihat sekeliling, kelas mulai ricuh mencari pasangan sambil menunggu guru yang selanjutnya datang.
"Tidak ada kan, fix sama aku. No debat, no comment." Lanjut Ella penuh penekanan, setelah itu menghadap depan kembali dengan senyum kemenangan.
Mara menghela napas, 'gimana caranya jelasin ke kamu kalau aku nggak mau berteman dengan siapapun?'
----
Sore hari adalah waktu yang tepat untuk anak-anak sekolah dasar bermain, tidak terlalu panas, dan tidak terlalu malam. Di situlah Mara berlari kecil seusai piket demi menghampiri sahabatnya yang berambut bob itu.
Pupil mata Mara membesar ketika 4 anak lelaki merudung seorang gadis kecil di taman bermain.
"HAHAHAHA JELEK BANGET RAMBUTMU." Salah satu anak lelaki menjambak rambutnya.
"Ayo berdiri! belikan aku chiki!" tambah salah satu teman lelaki itu.
"Cengeng banget hahahaha!"
Gadis berambut bob itu menangis ketakutan dan kesakitan. Mara berlari secepat kilat, kemudian mencengkram lengan lelaki yang menjambak rambut temannya.
"Lepaskan!" sinis gadis yang kini menduduki kelas 3 SD itu.
"Ngapain kamu ikut-ikut!? Mau jadi pahlawan ya!" balas lelaki yang dicengkram, dalam hati ia meringis karena cengkramannya cukup keras.
"Hahahaha! Sok jadi pahlawan!" tambah lelaki lain.
Amarah Mara meluap ke ubun-ubun, ia tancapkan kuku-kukunya sambil mencengkram kuat lengan lelaki yang memjambak temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Knife
Roman pour AdolescentsDibalik wajah ramahnya, ia menyimpan kepedihan. Dibalik punggungnya, ia menyimpan pisau kebencian. Berawal dari pertemuan dua insan yang cukup unik hingga menaruh hati diantara mereka. Mara tidak bisa mengelak rasa sukanya pada lelaki beraroma min...