Seorang wanita bertubuh tinggi dengan rambut coklat legam tengah asik bersiul. Punggungnya bersandar nyaman pada sebuah sofa empuk berukuran besar. Kacamata berbingkai dan berkaca hitam yang bertengger di batang hidungnya ia turunkan perlahan dengan dua jari, menugaskan kedua matanya untuk melihat siapa yang telah datang dari arah pintu ruangan.
"Huh, akhirnya datang juga."
Eksistensi yang datang itu menunjukkan batang hidungnya dari balik bayangan gelapnya ruangan, berdiri sebentar seperti memastikan siapa yang ada dihadapannya.
"Kukira kau senang menunggu."
Dengan jengkel wanita itu sedikit membuang muka, "Aku tidak punya banyak waktu. Berikan uang yang ku mau, Brach."
Pria pemilik nama itu mengeluarkan bungkusan rokok dari dalam saku, mengeluarkan satu batang dan menyelipkannya diantara kedua jari. Asap rokok menggelung-gelung di udara kemudian, cukup menjadi pengantar pria itu hendak berbicara.
"Kau cukup berani. Jaminan apa yang akan kau berikan?"
Tepat setelah bertanya, Brach melempar amplop coklat berisi ke atas meja, disambut dengan cepat oleh kedua tangan wanita itu. Tak lama wanita itu tertawa senang melihat isi didalamnya.
"Panti Asuhan Crescentia. Kota Liberio bagian Barat, Distrik Waltraud. Mereka sendiri yang mendirikannya."
Brach tertawa perlahan, "Wah, rupanya dia ada disana."
Pria itu membuang puntung rokok miliknya dan menginjaknya. Tubuhnya beranjak, ingin melangkah meninggalkan ruangan.
"Sampaikan rasa terimakasihku pada anak emasmu."
Derit pintu tertutup tanda kepergian pria itu, membuat sang wanita melenguh.
"Sebenarnya aku atau dia yang tidak punya banyak waktu?"
• • •
Pria berdarah Ackerman itu kini diam tak berkutik, memandang lekat gadis yang ada dihadapannya sekarang, enggan untuk menoleh kemanapun sedetikpun, seakan pandangannya benar-benar terkunci penuh.
Seakan takut gadis itu kembali menghilang dari hadapannya.
Apakah dirinya tengah berhalusinasi?
Apakah penglihatannya baik-baik saja?
Wajah tanpa topeng itu kali ini terlihat dengan jelas. Surai berwarna karamel itu tersorot dengan baik.
"Petra?.."
Gadis itu menoleh, menampakkan warna hazel netranya. Tatapan dingin namun sendu itu mengarah padanya.
"Kapten.."
Kali ini pria itu membiarkan rasa sesak menghampiri dadanya. Ia bahkan tidak bisa bernafas dengan baik untuk beberapa saat. Tubuhnya begitu gemetar.
"Kau.. masih hidup?"
Satu pertanyaan retoris yang terbesit dalam benaknya pada akhirnya terpilih untuk dilontarkan.
Suara parau Levi dapat didengar seluruh manusia yang menyaksikan. Tak ada yang berani melakukan sesuatu karena mereka pun sama terkejutnya.
Gadis itu terdiam sejenak, terlihat menarik nafas perlahan.
"Kalian tidak pantas disini."
Levi menggelengkan kepala pelan.
Bukan. Bukan itu jawaban yang ia mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑨𝒍𝒘𝒂𝒚𝒔 𝑩𝒆 𝑾𝒊𝒕𝒉 𝑼 [𝑳𝒆𝒗𝒊 𝒙 𝑷𝒆𝒕𝒓𝒂] 𝐒𝐞𝐚𝐬𝐨𝐧 𝟐
Fanfiction"𝙰𝚙𝚊𝚔𝚊𝚑 𝚊𝚔𝚞 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚋𝚒𝚜𝚊 𝚝𝚎𝚛𝚞𝚜 𝚋𝚎𝚛𝚜𝚊𝚖𝚊𝚖𝚞? 𝚂𝚊𝚢𝚊𝚙 𝚙𝚞𝚝𝚒𝚑 𝚍𝚒 𝚙𝚞𝚗𝚐𝚐𝚞𝚗𝚐𝚖𝚞, 𝚊𝚔𝚞 𝚒𝚗𝚐𝚒𝚗 𝚝𝚎𝚛𝚞𝚜 𝚖𝚎𝚕𝚒𝚑𝚊𝚝𝚗𝚢𝚊. 𝙰𝚔𝚞 𝚒𝚗𝚐𝚒𝚗 𝚔𝚊𝚞 𝚋𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊, 𝙻𝚎𝚟𝚒." -𝙿𝚎𝚝𝚛𝚊 𝚁𝚊𝚕𝚕 "𝙰𝚙�...