Sensasi rasa panas menjalar perlahan di bagian kaki kanan milik gadis bermarga Rall. Alhasil itu pun langsung membuatnya tersadar seketika. Fokusnya seakan terbagi, mengabaikan rasa sakit akibat luka di perut dan bagian tubuh lainnya, namun kini lebih ke arah sensasi panas itu.
Tampak Brach tengah tersenyum sinis kepadanya, bak sambutan hangat begitu dirinya terbangun, sembari memainkan pemantik api di tangannya. Dengan bangga, benda pemicu api itu disentuhkannya kembali ke kulit kaki dalam detik yang cukup lama, menimbulkan jeritan rasa sakit akibat rasa terbakar. Seakan pria itu tak memiliki dosa dengan membuat kedua kaki yang terikat oleh lengkungan logam itu bergetar.
"Sudah cukup istirahatnya, Rall. Ayo kita bersenang-senang lagi."
Betapa Petra tak bisa menyembunyikan rasa ketakutannya, nafasnya begitu terengah-engah. Sembari menggigit bibir bawahnya erat, gadis itu terus memperhatikan setiap detiknya apa yang hendak Brach lakukan padanya.
Hingga tangan kekar pria itu dengan lembut mengusap helaian rambut milik Petra. Wajah mereka hanya terpaut satu jengkal tangan, membuat dua pasang mata itu saling bertatap. Satu pasang dengan tatapan nyalang namun menampakkan kesedihan, dan satunya memancarkan tatapan nyalang namun dengan kesenangan.
"Seseorang yang akan menjadi milikku haruslah kupoles terlebih dulu, dan kau adalah salah satunya. Tubuh lemahmu memudahkanku untuk memolesmu. ini sama seperti saat aku dapat memolesmu dengan mudah di tempat penyiksaan itu."
Petra menggertakkan giginya kuat, kemudian menghela nafas. "Lepaskan aku. Keluarkan aku dari sini, Brach!!" teriaknya kemudian sambil memberontak.
Perlawanan itu mengundang sulutan emosi kembali dari Brach. Pria itu tak segan menarik kuat rambut Petra, hingga beberapa helainya terlepas.
"Begitu akhirnya kau kembali padaku setelah sekian lama, aku sudah tidak bisa menahannya. Kau tahu betapa sulitnya aku menahan semuanya selama 3 bulan, hah?!"
Brach melepas cengkraman itu dan membuat kepala Petra terhuyung. Pria itu kembali beralih mendekati jari jemari kedua kaki telanjang gadis itu. Pemantik api kembali ia nyalakan.
"Kau tahu aku adalah orang yang benci hukuman cepat dan praktis. Aku lebih menikmati hukuman yang bertahap dan perlahan." Brach tersenyum miring, hingga sudut bibirnya terangkat. "Mendengar teriakan penyiksaan membuatku senang. Jadi, keluarkan teriakan rasa sakitmu lagi padaku, seperti waktu itu, Petra."
Kala itu bibirnya terasa kelu tak mampu mengucapkan kata perlawanan. Tubuhnya hanya bisa bereaksi dan merespons rasa sakit yang kembali diterimanya saat itu. Kendati tubuhnya meronta kala setiap ujung jarinya mendapatkan rasa panas yang amat sangat secara bergantian.
Ketika panas api itu sudah menyentuh daging, teriakan kesakitan tak bisa ditahannya kembali. Kepalanya tergeleng ke kanan dan kiri dengan mulut ternganga. Gadis itu menengadahkan wajah ke arah langit-langit ruangan, karena dirinya tidak kuat melihat ke titik dimana bagian tubuhnya tengah disiksa. Kedua tangannya terkepal begitu kuat dibelakang kursi, menahan rasa sakit hebat itu semampu dirinya.
Hingga pada titik pria itu menghentikan tindakannya, gadis itu membiarkan tangis tetap menguasai dirinya. Air mata sudah mengalir deras di wajahnya. Kedua kakinya belum berhenti gemetar. Namun, bau luka bakar dapat tercium samar dalam ruangan itu.
"Kubiarkan tumitmu tetap berfungsi untuk menyentuh tanah."
Gadis itu tidak bisa menggerakkan sedikitpun bahkan jari jemari kakinya. Semuanya terasa kaku dan linu, seakan bagian kakinya mati rasa. Perlahan tubuhnya semakin cacat dan tampak menyedihkan.
"Selanjutnya, akan ada dua tamu terhormat untukmu. Dua orang.. yang sangat kau pedulikan dan kau sayangi."
Tanpa sempat Petra bertanya kendati siapa tamu itu dan apa yang mau dilakukan, Brach sudah lebih dulu memberikan aba-aba dengan satu jentikkan jari. Tepat setelah itu, dari arah pintu muncul dua anak buah Brach yang masing-masing dari mereka menyeret paksa tubuh seorang perempuan berbeda usia, dimana mereka dalam kondiri mulut terikat dengan kain putih dan kaki tangan yang juga terikat telak dengan tali.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑨𝒍𝒘𝒂𝒚𝒔 𝑩𝒆 𝑾𝒊𝒕𝒉 𝑼 [𝑳𝒆𝒗𝒊 𝒙 𝑷𝒆𝒕𝒓𝒂] 𝐒𝐞𝐚𝐬𝐨𝐧 𝟐
Fanfiction"𝙰𝚙𝚊𝚔𝚊𝚑 𝚊𝚔𝚞 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚋𝚒𝚜𝚊 𝚝𝚎𝚛𝚞𝚜 𝚋𝚎𝚛𝚜𝚊𝚖𝚊𝚖𝚞? 𝚂𝚊𝚢𝚊𝚙 𝚙𝚞𝚝𝚒𝚑 𝚍𝚒 𝚙𝚞𝚗𝚐𝚐𝚞𝚗𝚐𝚖𝚞, 𝚊𝚔𝚞 𝚒𝚗𝚐𝚒𝚗 𝚝𝚎𝚛𝚞𝚜 𝚖𝚎𝚕𝚒𝚑𝚊𝚝𝚗𝚢𝚊. 𝙰𝚔𝚞 𝚒𝚗𝚐𝚒𝚗 𝚔𝚊𝚞 𝚋𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊, 𝙻𝚎𝚟𝚒." -𝙿𝚎𝚝𝚛𝚊 𝚁𝚊𝚕𝚕 "𝙰𝚙�...