Sore hari memang waktu yang pas untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Seperti saat ini, di taman kota banyak sekali anak-anak yang sedang bermain bersama keluarganya. Selalu ada kebahagiaan setiap kali melihatnya, tapi untuknya bukanlah kebahagiaan yang muncul. Tapi kesedihan dan rasa iri. Ya, iri melihat mereka yang masih mempunyai keluarga lengkap. Sedangkan dirinya harus merasakan sakitnya broken home.
Ia memilih tempat duduk yang jauh dari keramaian. Lagipula, tempatnya janjian dengan Arzhi adalah di tempat yang ia tempati sekarang. Di sebuah bangku panjang bercat biru, di bawah pohon besar yang rindang. Tempat ini sepi dari para pengunjung taman. Karena pengunjung taman biasanya lebih memilih tempat yang dekat dengan mainan atau makanan.
Karena Zhira sengaja datang lebih awal, jadi ia rasa Arzhi akan sedikit terlambat. Ia mengeluarkan ponsel lalu memasangkan headset ke telinganya. Lagu yang ia sering putar pun menemaninya seiring berjalannya waktu yang terlewatkan untuk menunggu Arzhi.
Beberapa menit berlalu, ia mengintip jam yang melingkar di tangan kirinya. Sudah waktunya Arzhi datang. Mungkin sebentar lagi, pikirnya.
"Tebak!" seseorang dari belakang menutupi matanya. Zhira terkekeh. Sudah jelas itu Arzhi.
"Arzhi?"
Seseorang itu langsung duduk di sampingnya dengan memasang senyuman lebar. "Hai, kok bisa tau kalau gue?"
Zhira terkekeh kembali. "Jelas lah! Gue hafal suara lo kali, Zhi."
"Oh iya!" Arzhi menepuk jidatnya sendiri menyadari kebodohannya tadi. "Udah lama nunggu?" tanyanya membuka percakapan.
Zhira menggeleng. "Engga juga sih."
Melihat headset masih menempel di telinga Zhira, tangannya terulur untuk mencabut salah satunya dan memasangnya di telinganya. Zhira sedikit terkejut dengan kelakuan Arzhi itu. ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan berusaha menyadarkan diri dari mimpinya.
Mimpi?
Ini bukan mimpi.
Ini nyata!
"Lagunya One Ok Rock ya?" tanya Arzhi menyadarkan lamunannya. Tapi Zhira tak menjawab. "Gue suka lagunya One Ok Rock yang judulnya Heartache. Sama yang judulnya Wherever You Are. Lagu kebanggaan gue sama Elia tuh."
Mendengar nama Elia disebut, entah kenapa ada sebuah rasa yang aneh di hatinya.
"Lo di skorsing selama berapa hari, Dhi?" tanyanya mengalihkan suasana.
"Gue di skors selama lima hari awalnya. Tapi karena gue pernah buat kesalahan, hukuman gue ditambah. Awalnya gue dikasih dua pilihan hukuman, yang pertama itu poin kedisiplinan gue dikurangi. Yang kedua, skorsing gue ditambah dua hari."
"Terus lo pilih tambahan skorsing?"
Arzhi mengangguk. "Daripada poin kedisiplinan gue dikurangi, mendingan skorsing aja."
"Bukannya skorsing juga mengurangi poin kedisiplinan?" tanyanya lagi.
"Iya sih, tapi ... lebih ringan skorsing pengurangannya."
Zhira hanya memanggut-manggut mengerti. "Gue masih nggak paaham maksudnya poin kedisiplinan tuh gimana. Bisa lo jelasin ke gue? Kan lo OSIS tuh, pasti tau lah."
Arzhi terkekeh. Ia melepas headset yang masih menempel di telinganya. "Setiap siswa itu awalnya punya 200 poin. Maksimal setiap siswa punya 800 poin. Itu nilainya udah dapet A dan kemungkinan besar mudah keterima waktu SNMPTN atau SBMPTN. Sistem poin kedisiplinan ini bisa berkurang bisa juga bertambah sesuai kedisiplinan para siswa. Terutama buat yang keterima di OSIS. Untuk anggota OSIS, tiap harinya akan mendapat poin tambahan sebesar 15 poin. Kalau anggota OSIS itu sendiri selalu rajin ikut meeting. Kalau yang malas-malasan sih, palingan cuma dapet 5 poin."
KAMU SEDANG MEMBACA
ELIA DAN RAHASIA
RomancePertemuannya dengan si Murid Baru yang selalu ia sebut dengan Muka Rata membuat hidupnya jungkir balik 180°. Rasanya sungguh mengkhawatirkan tapi sialnya ... dia juga merasa nyaman. Elia, dengan seribu satu rahasia yang ia genggam erat-erat akhirny...