"Kakak? Lo punya kakak ya? Kok gue nggak pernah liat?"
Alvo hanya tersenyum mendengar pertanyaan beruntun itu.
"Ih kok malah cengar-cengir sih, El! Jawab dong," Alvo masih diam. Bukannya menjawab pertanyaan Elia, dia malah sibuk mengerjakan soalnya yang sempat terabaikan tadi. "Oh ya, gue heran deh sama lo."
"Heran kenapa?" tanyanya sembari mengerjakan soal.
"Kok sekarang lo jadi murah senyum sama gue sih? Sama yang lain aja lo nggak pernah ngeliatin senyuman lo itu. Atau jangan-jangan ... lo lagi ngerayu gue ya?" Alvo terkekeh melihat Elia memicingkan matanya. Seolah Elia mencurigainya.
"Lo tuh aneh ya. Dulu lo ngebet banget pengen lihat senyuman gue. Sekarang gue kasih senyuman gue secara cuma-cuma, elo ribut juga. Mau lo apa?"
Mendengar jawaban Alvo, Elia hanya tersenyum kikuk. Suasana menjadi hening setelah itu. Elia sibuk mencerna alasan Alvo tadi, sedangkan Alvo sibuk mengerjakan soal satu ke soal lain.
"Belajarnya yang rajin ya, ini minum dulu kalau haus," ucap Kiran sembari membawa dua jus jeruk untuk Elia dan Alvo. Ia meletakkan nampannya di depan kedua anak SMA yang sedang belajar itu. Lalu duduk di sofa memperhatikan Elia dan Alvo dengan seksama.
"El, kok kamu malah ngelamun?" pertanyaan dari mamanya membuat Elia mendengus pelan. "Belajar dong kayak si Alvo."
"Bosen, Ma. Elia nggak suka fisika," jawabnya santai.
"Dasar kamu ini, jadi cewek itu jangan pemalas."
Elia terkekeh. "Cuma sama fisika doang kok, Ma. Sama yang lain engga."
"Heleh, alasan," elak mamanya. "Oh ya, El. Tadi tante denger, kamu jemput kakakmu ya? Emangnya kamu punya kakak?"
Alvo menghentikan kegiatan mengerjakan soalnya dan menatap Kiran tersenyum. ia mengangguk sekilas lalu fokus lagi ke soalnya.
"Kakak kamu kenapa nggak kuliah di Indonesia aja, El?" tanya Kiran lagi.
Konsentrasi Alvo yang terbagi, akhirnya ia memilih menghentikan kegiatannya mengerjakan soal dan mengalihkan konsentrasinya kepada Kiran.
"Cita-citanya kakak sih kuliah di Australia, Tan. Jadi mama sama papa nggak bisa ngelarang," jawab Alvo seadanya. Kiran hanya mengangguk mengerti.
"Ya udah, lanjutin aja belajarnya. Tante mau ke kamar dulu, jangan lupa di minum ya jusnya," Alvo dan Elia mengangguk.
Setelah melihat mamanya menghilang, Elia menyenggol bahu Alvo. "Gue mau tanya dong."
"Tanya apa?"
"Kakak lo itu cewek atau cowok?" tanya Elia sembari terkekeh.
"Cowok."
Elia kembali cengengesan. "Ganteng nggak?"
"Sebelas duabelas sama gue."
Elia tertawa.
"Gantian gue yang tanya," ucapan Alvo membuat tawa Elia sedikit mereda.
"Mau tanya apa lo?"
Alvo menatapnya dengan serius. Membuat Elia sedikit memundurkan wajahnya saat Alvo mendekatkan wajahnya. "Gue liat, setiap dinding menuju kamar lo, semua tertempel foto-foto lo seak kecil sampai remaja. Tepat sebelum pintu masuk ke kamar lo, gue liat ada foto lo sama seorang gadis, itu siapa?"
"Ha?"Elia terkekeh. Ia menghembuskan napas lega setelah mendengar pertanyaan Alvo. Ia kira, Alvo akan menanyakan hal yang aneh-aneh.
"Itu kakak lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ELIA DAN RAHASIA
RomancePertemuannya dengan si Murid Baru yang selalu ia sebut dengan Muka Rata membuat hidupnya jungkir balik 180°. Rasanya sungguh mengkhawatirkan tapi sialnya ... dia juga merasa nyaman. Elia, dengan seribu satu rahasia yang ia genggam erat-erat akhirny...