BAB 22 - Ancaman yang Menggiurkan

56.1K 2.4K 181
                                    

"Zhira! Elia!"

Mereka tertawa melihat Admia datang dengan muka memerah total. Tentu saja karena malu. Siapa yang tidak malu kalau habis menggoda seorang cowok yang terkenal di SMA Pancasila. ReNindo Agantha.

"Sini lo berdua! Gue kuliti kalian!"

Kemurkaan Admia justru menjadi bahan lelucon untuknya dan Zhira. "Santai, Ad. Kalau lo emosi, gue guyur lo pakai air es."

"Terserah lo! yang penting gue berhasil menguliti lo berdua!" murkanya kembali.

"Gini, gue kasih tau Nindo itu siapa ya," bujuk Elia. Tapi bujukan itu tidak mempan pada Admia. Admia tetap saja memasang wajah kesal dan seakan siap untuk menyantap mereka berdua.

"Oke, El. Jelasin ke gue, siapa ReNindo itu," pinta Zhira seolah ingin membuat Admia semakin memanas.

ReNindo Agantha adalah seorang siswa SMA Pancasila yang sering dipilih untuk menjalani program pertukaran siswa antar sekolah. Dia siswa yang pandai, rajin, dan banyak menyita perhatian para guru. Hanya saja, dia sedikit sombong dan tidak disukai oleh beberapa siswa lain. Terkecuali para siswi, mau sombongnya melebihi tingginya langit dan luasnya samudera, ReNindo yang akrab dipanggil Nindo itu masih saja menjadi bintang SMAPAN –saingannya Arzhi.

"Mau lo ceritain masa lalunya pun, gue nggak peduli!" Elia dan Zhira terkekeh melihat Admia yang masih saja cemberut menahan kesal. "Ah udahlah! Gue ke toilet dulu. Mau ngintipin siswi lain yang lagi ngegosip! Bye!"

Tawa mereka masih belum terhenti meskipun Admia sudah pergi dari hadapan mereka berdua. Entah rasanya ada kebahagiaan tersendiri setiap kali melihat Admia kesal.

Sedangkan Admia sendiri pun juga benar-benar sedang kesal. Pertama, kesal karena saat istirahat tadi, Elia dan Arzhi sudah menimbulkan percikan api kekesalan. Kedua, karena dare yang membuatnya harus merayu Nindo di depan semua siswi. Dan yang ketiga, kekesalannya memuncak ketika Elia dan Zhira merasa bahagia di atas penderitaannya.

"Err ... awas aja si Zhira sama si Elia. Gue cincang terus gue masukin ke kaleng makanan kucing!" Admia menggerutu di setiap langkahnya menuju toilet.

Dan akhirnya, langkahnya terhenti ketika sampai di depan wastafel toilet siswi. Di sana ada Sishi yang terus memandanginya dari awal dia masuk sampai dia selesai membasuh muka. Namun, ia tak menyempatkan diri untuk menatap Sishi kembali. Baginya, melontarkan tatapannya pada Sishi walau hanya sesaat sama saja membuang waktu secara percuma.

Ketika kakinya hampir melangkah, pundaknya tertahan. Tertahan oleh tangan Sishi.

Admia memandangnya malas. "Apa?"

"Gue tau lo suka sama si Nindo," Admia mengerutkan keningnya heran. Dia tak tau apa maksud dari ucapan Sishi yang baru saja ia dengar itu. "Gue punya penawaran buat lo. Gini, gue kan suka sama si Alvo. Dan lo deket sama si Alvo. Nah, gue, gue deket sama si Nindo dan lo suka sama si Nindo. Gimana kalau kita kerjasama?"

Tak ada jawaban dari Admia. Dia hanya memandang malas pada Sishi yang masih menatapnya penuh arti.

"Kerjasamanya gampang kok. Lo deketin gue sama si Alvo dan sebagai imabalannya, gue bakal deketin lo sama si Nindo. So? Gimana? Setuju, kan?"

"Bwahahaha!" bukannya menjawab, Admia malah tertawa.

"Kok malah ketawa?"

Tawanya itu terhenti dan matanya menatap Sishi dengan serius. "Gue tolak penawaran konyol lo itu. Ada beberapa alasan. Pertama, gue nggak suka sama si Nindo. Kedua, gue nggak mau menjerumuskan temen gue sendiri, si Alvo, ke dalam mulut singa, yaitu elo. Ketiga, gue males kerjasama sama orang gila kayak lo. Bye!"

ELIA DAN RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang