prolog

40 4 0
                                    

Bismillahhirrahmanirrahim
Happy reading

Gadis yang sedang memegang lipatan mukena ini, kini tengah menatap dongkol beberapa siswa lelaki yang sedang nongkrong di sekitar pintu mushola layaknya preman pasar yang sedang menunggu setoran. Bahkan salah satu dari mereka duduk di pintu. Memang ia memberikan jalan, tapi tetap saja mempersempit jalan sehingga siapapun yang lewat bisa saja tidak sengaja menyentuhnya atau bahkan menabraknya.

Gadis kelas 10 IPS 1 ini akhirnya memutuskan menunggu sampai mereka pergi.

Seorang kawan yang bernama Kinara mendekatinya hendak meminjam mukenanya."Kumara, udah selesai sholat kan? Pinjem mukenanya dong!"

"Ya udah, nih," balas Kumara sambil memberikan mukenanya.

Dengan kedongkolan hatinya, Kumara beralih dari tempat sholatnya menuju pojokan ruangan. Sambil menunggu kawannya selesai sholat dan para cowok di depan pintu itu pergi, Kumara memilih berkomat-kamit membaca bacaan dzikir daripada menganggurkan mulutnya.

Sesekali ia mengamati seluruh ruangan, melihat sesuatu yang menarik untuk ditonton layaknya menonton tv. Tidak! ini bahkan lebih seru. Karena tingkah laku teman-temannya maupun kakak kelasnya terkadang kocak sekali. Anggap saja matanya ini adalah kamera yang sedang merekam suasana di mushola untuk kenang-kenangan ketika lulus nanti.

Mushola sekolah ini terletak di lantai 2, berukuran 5 meter persegi. Dilengkapi ruangan tempat wudhu di depan sebelah kiri, 2 kipas dan 2 lampu di atap, pintu di belakang pas pojok samping kanan, dan kaca untuk para gadis bercermin 1 meter di belakang pintu. Dan di sini lah Kumara, berada di pojok kiri belakang, tempat yang paling sepi dan nyaman.

Selesai sholat Kinara mendekati Kumara, mengembalikan mukena yang telah dipinjamnya.

"Balik, yuk! Atau ke kantin?" Ajaknya.

"Ntar lah kalau mau balik, nunggu mereka pergi tuh," ucap Kumara sambil mengarahkan jempolnya ke samping, yaitu mengarah ke satu-satunya pintu keluar-masuk.

"Memangnya kenapa si kalau ada mereka?"

"Alergi cowok gue," jawabnya kesal.

Kinara yang menganggap perkataannya sebagai candaan pun tertawa.

"Ya udah deh, ku temenin." Kinara menyilangkan kakinya duduk di samping Kumara.

Lima menit mereka menunggu, akhirnya bell masuk berbunyi. Masih banyak siswa-siswi yang berdiam di tempat masing-masing. Seolah bell yang berbunyi tadi tidak pernah berbunyi sama sekali.

Guru BK yang baru saja naik untuk mentertipkan murid-muridnya menggelengkan kepala.

"Masuk ke kelas masing-masing cepat! Bell udah bunyi kog masih santai-santai di sini," perintahnya.

"Eh, Pak Raden. Mau sholat Pak?" Tanya anak yang sedang duduk di pintu.

"Iya, mau sholatin kamu saya. Kenapa?" Cetus Pak Raden.

"Loh Pak, saya kan masih hidup."

"Masuk kelas atau saya buat semua orang nyolatin kamu!"

Anak itu akhirnya lari terbirit-birit setelah menyadari, bahwa ia juga telah ditinggalkan kawan-kawannya.

Pak Raden juga memarahi siswi yang masih bersolek didepan cermin. Kacanya yang terletak di belakang pintu, membuat Pak Raden tidak nampak Kumara dan Kinara yang sedang duduk di pojokan. Dengan ini terbebaslah Kumara dan temannya dari omelan Pak Raden.

Setelah Pak Raden meninggalkan mushola, mereka semua bergegas ke kelas masing-masing. Tidak terkecuali dengan Kumara dan Kinara. Mereka langsung turun ke kelasnya yang berada di lantai satu.

●●●

"Guys, kita di suruh ke gedung praktek! Udah ditungguin Pak Wawan sama Bu April."

Setelah dari kantor guru, Ketua Kelas segera kembali dan mengajak teman-temannya ke gedung praktek.

Gedung praktek berada 100 meter ke timur dari gedung utama sekolah. Tepat samping lapangan sepak bola desa. Memang agak jauh. Tapi tempatnya sangat strategis untuk membuka praktek Otomotif dan Tata Busana.

Gedung ini menghadap utara di tepi jalan raya, terdiri dari 3 ruangan yang masing-masing luasnya 4x6 meter. Ruang praktek Otomotif berada paling timur, ruang Tata Busana paling barat, dan yang tengah adalah ruang koperasi.

Sesampainya di tempat, nampaklah anak kelas 10 IPS 2 baru saja menyelesaikan pelajaran. Mereka akan kembali ke kelas mereka.

Para gadis segera ke ruang praktek Tata Busana, sementara para lelaki sudah stay di ruang praktek Otomotif. Entah kapan mereka sudah berada di sana. Para lelaki memang suka menghilang dan muncul secara misterius.

Pekan lalu kedua pelajaran ini hanya acara perkenalan saja. Kini mereka bisa masuk ke ruang praktek. Untuk awalan, mereka diperbolehkan melihat-lihat karya yang berjejer rapi di etalase dan dinding-dinding. Semua ini adalah karya kakak kelas mereka.

Ruang ini disekat menjadi dua bagian, semuanya di penuhi dengan lukisan-lukisan sampai mahar. Sekat belakang paling luas berisi mesin jahit, mesin obras, dan peralatan menjahit lainnya. Sementara bagian depan penuh dengan etalase berisi banyak kerajinan handmade, mulai dari boneka, buku pop up, sampai miniatur dari koran bekas. Mata kinara tidak bisa berhenti mengagumi isi etalase ini.

"Kakak kelas kita pada kreatif ya? Lucu-lucu loh ini," celoteh Kinara. Tangannya meraih sebuah buku pop up bergambarkan dua orang yang saling berpelukan.

"Iya, karya mereka udah sering dipamerkan kalau ada bazar. Udah banyak yang laku. Bahkan Sepupu jauh aku lukisannya laku sampai ratusan ribu," sahut Kumara, sedang memperhatikan gaun yang terpajang di dalam etalase paling depan.

"Wah, keren Sepupumu. Emang lukisannya gambar apa?"

"Gambar Naruto lagi kayang."

Mendengar itu sontak Kinara tertawa terbahak-bahak.

"Emang boleh ya?"

"Katanya si awalnya ga boleh ngelukis kek gitu, tapi dia maksa. Terus karena percaya dirinya yang ketinggian, dia juga kekeh mamerin lukisannya. Awalnya nilainya C. Eh, pas laku 500 ribu nilainya jadi B," jelas Kumara.

"Pasti yang beli wibu garis keras."

"Maybe."

Berbeda dengan para lelaki pada umumnya, Aldo teman sekelas Kumara malah ikut ke ruang praktek Tata Busana.

"Kau ngapain ke sini? Kau kan cowok," celetuk gadis bernametag Elea.

"Suka-suka aku lah, aku yang belajar kamu yang sewot!" Balasnya.

"Dih, agak laen kau!"

"Bu April, memang lelaki ga boleh belajar Tata Busana kah, Bu? Saya pengen jadi desainer terkenal juga lah kayak Didit Hediprasetyo."

Bingung mencari jawaban, Bu April memilih memanggil Pak Wawan. Mau tak mau, Aldo akhirnya harus mengikuti pelajaran Otomotif daripada Tata Busana.

Bukannya tidak boleh, tetapi dari angkatan pertama, tidak ada sejarah seorang murid laki-laki memilih ikut jurusan Tata Busana daripada Otomotif. Itulah yang menjadi biang dari kebingungan Bu April.

●●●

Hai guys! Makasih sudah baca ceritaku. Semoga suka dan jangan plagiat ya!X)

Yang plagiat hukumnya sama saja mencuri. Apalagi sama persis.

TAKDIR INSANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang