BISMILLAH
HAPPY READING"Maksud kamu apa posting beginian?" Sentak Youssef dengan memperlihatkan layar ponselnya.
"Hah?"
"Kenapa kamu posting beginian?" Youssef mempertegas setiap kata-kata yang diucapkannya.
"Oh, memangnya kenapa? Aku kan jurnalis!"
"Tapi yang kamu posting ini di luar tugas jurnalis! Ini merugikan orang lain!"
"Biarin lah, aku kan bicara fakta!"
"Hapus ga?"
"Gak!"
"Hapus sekarang juga!"
"Gak, ya gak!"
Gadis di hadapan Youssef menggebrakkan meja pelan berbarengan dengan hentakan kakinya ketika berdiri. Ia pergi meninggalkan Youssef yang berdiri di hadapannya.
"Tapi yang kamu posting itu hoax!" Kata Youssef seraya berjalan mengekorinya.
"Oh." Jawab singkat gadis itu.
"Cinta!"
Sang gadis di depannya tak berkutik sama sekali. Semakin diikuti, langkah gadis itu semakin lebar dan cepat. Hingga Youssef tak dapat lagi menyeimbangkan langkahnya, berakhir dengan mematung di tempat menatap tajam kepergian gadis tersebut.
***
"Bu Mawar, ada PR!" Celetuk Afifah ketika Ibu Guru datang.
"Fah, kenapa di ingetin si?" Protes Elea yang tidak siap dengan PR-nya. Afifah terkekeh mendengar keluhan temannya.
"Iya, nanti di kumpulkan. Sekarang absen dulu," Jawab Bu Mawar.
"Siapa yang tidak berangkat?"
Dengan cepat sang guru mengedarkan pandangannya. Meneliti setiap bangku, setiap sudut kelas, mencari-cari bangku kosong dan seharusnya ada yang menempatinya. Semuanya hampir terisi, kecuali satu bangku kosong di paling pojok sebelah kanan, tepat belakang Kumara.
"Itu bangku kosong punya siapa?" Tanya Bu Mawar.
"Lyra, Bu."
"Loh, di sini udah sakit 2 mingguan. Sakit apa dia? Udah di jenguk belum?" Katanya sembari mengecek data di buku absen.
"Belum, Bu. Ga ada yang tahu rumahnya di mana. Anaknya pendiem," ujar Farah.
"Amelia sebangkunya masa ga tau?"
"Ga tau Bu, anaknya lebih sering tidur. Kalau ada tugas rumah kelompokan dia sering alasan sakit dan milih iuran lebih banyak."
"Iya si, anaknya memang sering keliatan pucet gitu, Bu. Saya kira memang warna bawaan kulit," sahut Diva.
"Kenapa ga di-WA aja?"
"Kalau ditanya sakit apa, dia cuma bilang sakit perut, Bu. Dan pas saya minta sharelok ga dikasih," ucap Amelia.
"Wali Kelas kalian udah tau belum?"
"Sudah Bu, katanya nanti dicariin alamatnya."
"Ya sudah, kalau begitu."
Atas dasar perintah sang Guru, Ketua Kelas mengumpulkan buku tugas teman-temannya dan memberikannya pada Ibu Guru. Tanpa mengutak-atik buku tugas yang dikumpulkan, Bu Guru memilih memberikan materi lain, sesekali memberikan soal pada muridnya. Otak siswa-siswi yang masih dingin jadi panas dalam sekejap layaknya HP kentang yang digunakan untuk bermain game berat. Tak sedikit yang tidur, Bu Mawar segera membangunkan mereka. Beruntung Guru Matematika di sekolah ini tidak sekiller ayam betina yang diambil anaknya. Bagi siswa-siswi di sini, Bu Mawar adalah guru Matematika terbaik yang ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR INSAN
Teen FictionKumara, seorang gadis biasa yang hanya tinggal bersama seorang ayah. Ditinggal ibu tersayang karena sebuah kemalangan. Sang gadis ditakdirkan tidak dapat menyentuh lelaki mana pun yang tidak memiliki hubungan darah. Lelaki yang menyentuhnya, mengaki...