BISMILLAH
HAPPY READING
Deraian air hujan menggenang di berbagai cekungan. Suasananya yang dingin pasti akan menusuk sampai tulang, jika tak memakai jaket maupun pakaian tebal lainnya.Gadis berjaket kuning, duduk di kursi yang sudah tersedia di depan Almart. Tangannya menyeduh kopi cup yang dibelinya dari Almart.
Terjebak hujan selesai pulang sekolah, hingga senja pun tak nampak karena kelamnya mega mendung, membuat gadis tersebut murung. Niatnya ingin ke tempat per-fotocopy-an jadi harus tertunda. Padahal deadline tugasnya sudah mepet.
Di sisi lain, tempat bermain anak skateboard yang terletak bersebrangan dengan Almart, terlihat sepi seolah tak pernah terurus. Arenanya full dengan liang membuatnya penuh dengan air hujan layaknya kolam renang.
Namun, meski hujan, sosok lelaki berpakaian serba hitam tetap setia di sana ditemani sebuah papan beroda, duduk berteduh di tempat istirahat. Kakinya mengayun-ayunkan papan luncur ke kiri dan ke kanan.
Sesuatu bergetar di saku celana membuyarkan lamunannya. Segera tangannya menyeluk saku dan mengambil benda pipih dari dalamnya. Digesernya tombol hijau di layar.
"Assalamualaikum, Youssef!"
"Waalaikumussalam, iya, Bu?" Sahutnya, mendengar suara salam dari ponsel miliknya.
"Sef, pulang, Nak! kamu di mana belum pulang-pulang?"
"Iya, Ibu, aku masih di arena. Bentar lagi pulang, Bu, masih hujan."
"Kamu ga bawa payung? Udah mau maghrib loh," Tanya Ibu Youssef. Merasa tidak membawa, Youssef menjawab seadanya.
"Di sebrang arena ada toko kan? Beli payung di sana aja, terus pulang! Tolong sekalian belikan obat penurun panas buat Adek kamu ya!"
"Payung di rumah kan udah ada tujuh, Bu," ucap Youssef, mengingat setiap ibunya pergi dan lupa membawa payung, pasti pulang dengan payung baru.
"Udah, ga usah banyak protes!"
Setelah menyelesaikan panggilannya, Youssef bergegas lari sambil memegang skateboard di atas kepalanya, menuju toko yang dimaksud ibunya. Jaraknya yang tidak terlalu jauh dan hujan agak mereda, cukup untuk membuat pakaiannya tidak terlalu basah.
Youssef segera masuk dan buru-buru mengambil payung hitam juga obat yang diperlukannya, menyelesaikan pembayaran, dan segera keluar.
Melihat seorang gadis duduk masih berseragam sekolah batik berbalut jaket kuning, membuatnya tahu bahwa mereka satu sekolahan. Bahkan sepertinya ia mengenalnya. Karena sekolah mereka memiliki motif batik khas yang tidak dapat ditiru sekolah lain.
Dan itu terlihat dari seutas kain yang mencuat dari balik jaket gadis itu.
"Kumara?"
Yang dipanggil menoleh dan hanya memperlihatkan wajah bingungnya.
"Iya? Maaf, siapa ya?" Tanyanya.
"Loh, kamu belum kenal aku ya? Aku Youssef, kakak kelas kamu. Kamu ingat pas hari pertama masuk kamu terlambat? Itu yang hukum kamu kan saya," terangnya.
"Oh, Kak Youssef ...."
"Kamu mau pulang atau mau kemana?"
"Mau ke fotocopy-an, tapi malah hujan."
Youssef melihat jam tangannya. Jam menunjukkan pukul lima lebih dua puluh.
"Udah tutup, mending pulang aja! Besok aja balik lagi!" Ujar Youssef.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR INSAN
Teen FictionKumara, seorang gadis biasa yang hanya tinggal bersama seorang ayah. Ditinggal ibu tersayang karena sebuah kemalangan. Sang gadis ditakdirkan tidak dapat menyentuh lelaki mana pun yang tidak memiliki hubungan darah. Lelaki yang menyentuhnya, mengaki...