BISMILLAH
HAPPY READINGHari ini adalah hari selasa. Hari di mana Kumara harus mengenakan baju olahraga dari rumah. Ia masih mengenakan seragam SMP-nya dahulu, karena seragam olahraga MA-nya belum jadi.
Aroma asap bakar-bakaran yang harum menyeruak di seluruh sudut kamar, menggelitik hidung mancung sang gadis.
Bak menjelma sebagai sebuah tangan, Aroma itu menarik badan Kumara agar mengekori asal-usulnya. Menuntun sang gadis ke dapur rumahnya.
"Wah, Ayah beli sate?"
"Bukan, ini sate kerbau buatan Ayah. Tante Helena ngasih daging kerbau kemaren, jadi Ayah bikin sate deh." Sang ayah menata karyanya di atas meja bersama sebakul beras yang sudah dimasak.
"Oh, sate kerbau? Pagi-pagi gini?"
"Hehe, Ayah udah pengen dari kemaren-kemaren. Di sini kan ga ada yang jual sate kerbau. Masa Ayah harus ke Kudus buat beli sate kerbau doang?"
"Lagian kalau siang Ayah kan kerja, kalau malam Ayah capek."
"Oh ...." Kumara duduk di kursi meja makan bersama ayahnya.
Mereka memulai sarapan dengan berdoa kepada sang pencipta. Berterima kasih atas rezeki yang diberikan pagi ini, sehingga mereka bisa memulai hari tanpa kelaparan. Daging kerbau yang pada dasarnya alot dan liat, menjadi lunak, empuk, juicy di mulut. Memang karya sang ayah tidak pernah gagal. Masakan kedua orang tua Kumara selalu lezat dan bisa membangkitkan nafsu makan.
"Kumara berangkat dulu, ya, Yah!" Pamit Kumara setelah menghabiskan sarapannya dan cuci tangan.
"Gak bareng Ayah aja?"
"Gak, Yah, sekalian Kumara mau joging. Toh, deket kog."
"Oh, ya udah, hati-hati kalau gitu!"
Kumara lantas mengambil ransel serta jaket di kamarnya dan turun kembali. Bersalaman dengan ayahnya, lalu berangkat.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumussalam!"
Baru saja membuka pintu, Kumara terkejut dengan tangan yang tiba-tiba muncul hampir memukul wajahnya.
"Astaghfirullah! Kumara bikin kaget aja," keluh pria di hadapannya.
"Kumara juga kaget, Om!" Protes Kumara.
Mengerti dengan tujuan pria di depannya, Kumara berkata sambil sedikit berteriak, "Ayah, dicariin Om Ruda nih!"
"Oh, iya bentar! Suruh masuk aja!" Sahut ayah Kumara dari dapur.
"Wah, tau aja kalau saya nyariin Pak Muaz, Nduk."
"Om kan temennya Ayah, nyari siapa kalau bukan Ayah? Mau nyari penunggu rumah ini?" Celetuk Kumara.
"Lah, yo ndak ta ...."
"Ya udah, Om, masuk aja! Kumara mau berangkat sekolah. Assalamualaikum!"
"Waalaikumussalam! Buru-buru amat."
Jalan dari rumah Kumara menuju sekolah cukup sepi karena sekitar sini sebagian besar daerah persawahan. Hanya beberapa petani atau pemilik lahan saja yang berlalu-lalang. Tak jarang mereka menyapa Kumara. Meski tergolong penduduk baru, mereka sudah mengenal siapa ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR INSAN
Teen FictionKumara, seorang gadis biasa yang hanya tinggal bersama seorang ayah. Ditinggal ibu tersayang karena sebuah kemalangan. Sang gadis ditakdirkan tidak dapat menyentuh lelaki mana pun yang tidak memiliki hubungan darah. Lelaki yang menyentuhnya, mengaki...